🎶 You Revolve Around Me - Scrubb 🎶
A million stars floating above the sky
How many will there be floating silently along?
They refuse to orbit anywhere
You always see at least one◇◇◇
Hari ini akhir pekan. Tak adanya kesibukan apapun seperti belajar untuk kuis atau bekerja siapkan acara kampus, buat Nata putuskan untuk pulang ke rumah setelah beberapa pekan tidak bertemu dengan Sang Ibu. Ia sudah rapi sejak fajar bahkan belum menyingsing, dan pergi tinggalkan asrama tepat saat bulan mulai kehilangan cahaya pinjamannya.
Jika kalian bertanya-tanya, bagaimana dengan Bian? Apakah dia ikut mengantar atau tidak? Jawabannya adalah Tidak. Mereka telah capai kesepakatan untuk habiskan akhir pekan kali ini bersama keluarga masing-masing, setelah Nata lakukan terapi "puasa bicara" pada Bian karena ia terus-menerus merengek tak ingin berpisah.
Nikmati bagaimana langit sepertinya akan cerah seharian ini, Nata tatap riang jalan raya yang belum ramai kendaraan dari dalam bus. Rumahnya berada di luar kota, meski terhitung tak terlalu jauh dan tidak habiskan terlalu banyak waktu, ia tetap pilih naiki bus agar lebih cepat sampai daripada kereta yang dianggapnya punya terlalu banyak perhentian.
Setelah tempuh waktu perjalanan selama dua jam lebih, Nata akhirnya sampai tepat di depan gerbang rumah dan melangkah masuk sambil tersenyum lebar. Hal pertama yang dilakukannya adalah berlari hampiri seorang wanita paruh baya yang tengah menyapu di halaman sambil berteriak:
"Ibuuu!"
Wanita tersebut menoleh cepat, dan bersamaan dengan itu, sebuah pelukan erat menyerangnya hingga mereka hampir terjerembab ke tanah.
"Nataa, kamu ini kebiasaan deh. Jangan suka lari-lari terus nabrak orang gitu. Nanti kalo Ibu jatuh, kamu mau gendong ke dalem?"
Wanita itu layangkan omelan, tapi wajahnya tetap dipenuhi senyum, buat Nata semakin eratkan peluk sambil menjawab, "Iyalah, Nata bakal gendong! Emang siapa lagi di sini yang kuat ngangkat Ibu selain Nata? 'Kan gak ada."
Si lawan bicara berakhir mengalah kepada pemuda yang telah ia rawat sejak kecil tersebut, usap lembut kepalanya sambil bertanya penuh perhatian.
"Gimana kabarmu? Kuliahnya lancar? Makannya teratur nggak? Kamu abis sakit ya? Ibu denger dari Thea, kamu absen sakit beberapa hari lalu."
Nata menengadah dari bahu Sang Ibu dan sedikit kerucutkan bibir, "Iya, kemarin Nata sakit. Abisnya gak ada Ibu yang ngurusin Nata, makanya Nata bisa sakit."
"Kamu nih ya. Bisa-bisanya gombal padahal Ibu nanya khawatir," gerutu wanita itu sambil usak gemas kepala pemuda di sebelahnya.
"Bu, adek-adek ada yang udah bangun?" tanya Nata, kepalanya menoleh kesana-kemari cari keberadaan anak-anak kecil yang biasa berhamburan hampirinya ketika pulang.
"Hm, tadi kayaknya Nadin udah bangun. Tapi dia lagi bantu bibi-bibi yang lain masak di belakang. Ibu juga bingung dia mau bantu apa, padahal badannya aja gak lebih tinggi dari meja kompor."
Nata tertawa, lalu menggeleng pelan.
"Kalo gitu, aku biar nyusulin dia ke belakang," ujar Nata, yang dijawab anggukan oleh Sang Ibu.
Pemuda tersebut berjalan ke arah pintu masuk rumah dan sejenak berhenti untuk baca papan yang sejak dulu masih setia terpasang kokoh di bagian atas pintu. Papan bertuliskan "Panti Asuhan Kasih", saksi bisu semua kenangan anak-anak yang ditampung dan dirawat di tempat ini.
Terhitung sudah sekitar 15 tahun ia tinggal di panti tersebut, kini ia menyebutnya sebagai Rumah dan wanita yang merupakan Kepala Panti tadi dipanggilnya Ibu. Memang tidak sesempurna bagaimana sebuah keluarga seharusnya, tapi semua orang di sinilah yang menurut Nata sangat pantas disebut sebagai kerabat yang tak pernah putus curahkan kasih sayang dan dukungan mereka padanya.
Tap tap tap
Nata berjinjit, berusaha keras agar langkah kakinya tidak terdengar oleh seorang gadis kecil yang tengah asik bulatkan adonan donat di tangan sebelum...
"BAAA!!"
Sorakan keras itu seketika buat Si Korban terlonjak kaget dan hampir saja menangis kejar jika pemuda tersebut tak lantas tunjukkan wajahnya yang sunggingkan cengir lebar.
"KAKAK BIYYAAAAAA!!!"
> Comethru <
"Nadiiinnn, jangan ngambek please... Kak Biyya 'kan udah minta maaf~!"
Setelah adegan kaget-mengagetkan tadi, Nata kini harus gantian merengek kepada Sang Adik yang sejak tadi tidak berhenti merajuk dan deklarasikan bendera perang pada pemuda tersebut dengan puasa bicara. Ia terus-menerus goyangkan lengan gadis kecil itu kesana-kemari sambil pasang ekspresi sedih, berusaha terlihat semenyesal mungkin agar Nadin maafkan kelakuan jahilnya.
Ibu Kepala yang sudah dengar cerita mereka dari salah satu pengurus panti lainnya, hanya terkekeh pelan dan pilih teruskan kegiatannya urus adik-adik lain daripada ikut campur; biarkan dua anak kesayangannya tersebut bereskan masalah mereka sendiri.
"Nadiiinnn! Kak Biyya minta maaffff!"
Si Pemilik Nama akhirnya balikkan tubuh dan tatap pemuda garang tersebut, "Janji nggak dilakuin lagi?!"
Nata sontak mengangguk cepat, "Janji! Kak Biyya janji nggak bakal ngagetin Nadin lagi."
Gadis kecil itu menatap penuh selidik ke arah Sang Kakak sebelum tarik kedua sudut bibir bentuk satu senyum manis, ulurkan kelingking mungilnya ke arah Nata sambil berkata, "Oke, janji kelingking!"
"Janji kelingking." Nata menautkan kelingking mereka berdua, kemudian usak gemas kepala Nadin.
"Kak Biyya, kok baru pulang sekarang sih? Minggu-minggu kemarin ke manaaaa? 'Kan Nadin kangen."
Pemuda tersebut tersenyum canggung sebelum tarik yang lebih kecil ke dalam pelukan, goyangkan tubuh mereka ke kanan dan kiri sampai terdengar gelak tawa gembira dari Sang Adik.
"Maaf ya. Kakak kemarin ada acara di sekolah, nggak boleh ijin pulang terus sibuuukkk banget. Akhirnya baru bisa ketemu Nadin lagi sekarang."
"Tapi Kakak nggak telpon juga, sama sekali. Nadin tungguin di kantor Ibu, biar kalo Kak Biyya telpon, Nadin yang langsung jawab. Tapi sampe ketemu senin lagi, kakak tetep nggak kasih kabar apa-apa." Nadin mengerucutkan bibirnya kesal, sementara kedua alisnya bertaut seolah ia sudah bisa merasa khawatir.
Nata tertawa pelan, cium pucuk kepala gadis kecil tersebut lalu keluarkan sebuah lolipop dari dalam saku cardigan rajutnya.
"Iya, iya. Kak Biyya minta maaf. Lain kali kakak sempetin buat telpon, terus Nadin juga harus yang jawab telpon kakak ya! Nih, Kak Biyya kasih permen sebagai permintaan maaf. Nadin maafin kakak nggak?"
Tangan yang lebih muda dengan cepat tarik permen tersebut sebelum menjawab, "Oke, Nadin maafin kakak!"
Keduanya lalu kembali tertawa dan habiskan pagi mereka dengan bermain di dalam rumah saat tiba-tiba terdengar deru mobil masuki pekarangan Panti. Nata menoleh dari jendela dan langsung micingkan mata saat lihat kendaraan yang sangat tidak asing berhenti tepat di depan pintu rumah, berusaha pikirkan dugaan-dugaan mustahil sebelum sosok yang keluar dari dalam mobil justru benarkan semuanya.
"Pagi, Bu~"
Ibu Kepala terlihat rapikan pakaian sejenak sebelum pergi sambut tamu terhormat yang sudah sejak lama baru datang berkunjung lagi.
"Pagi. Silahkan masuk, Den."
Pemuda bertubuh jangkung itu tersenyum ramah dan mulai melangkah masuk menuju ruang utama Panti untuk lihat anak-anak, tapi sepasang kaki jenjangnya sontak terhenti ketika hazelnya berpapasan dengan hitam pekat familiar yang baru ia temui kemarin.
"Loh? K-kak Nata....?"
Si Pemilik Nama yang sejak tadi masih melamun, semakin bergeming saat dengar sapaan khas tersebut. Tubuhnya membeku dan lidahnya terasa sedikit kelu bahkan hanya untuk jawab dengan satu kata penuh ketidakpercayaan.
"Bian."
◇◇◇
KAMU SEDANG MEMBACA
Comethru || Taegyu✔️
Fanfiction"Apa aku cuma dibolehin masuk aja, atau aku dikasih tempat spesial dan Kakak bakal nutup pintu lagi sepenuhnya biar cuma aku yang ada di dalem sana?" ----- Nata, mahasiswa tingkat dua jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, menganggap hidupnya dipenuhi k...