44-📝Hanya Tatapan

39 1 0
                                    

Bukan rencananya semakin merenggangkan hubungan, tapi jika itu rintangannya?
.
.
.

Happy Reading


Air mata yang turun memang sudah mengering, namun kekalutan hati dirasakan oleh perempuan yang tengah kehilangan rasa percaya dirinya dalam hati seorang lelaki.

Ia ingin mengakhiri hubungan yang berjalan abu-abu, tapi sakit yang terasa di hatinya mengabarkan bahwa luka akan semakin parah jika merelakan menjadi pilihan.

Handphone yang ia pegang lemah sambil memandangi jendela di gerbong kereta api itu berharap mendatangkan sebuah notifikasi dari suaminya, sayangnya tidak.

Alasan ia memilih transportasi kereta, ia ingin merasakan perjalanan yang berbeda. Sejenak juga untuk membuat pikirannya terbuka dari kekalutan.

Ponsel yang ia pegang lemah sama sekali tidak berdering atau berbunyi, Ia menantikan pesan dari Fazrin. Bahkan kabarnya saja atau setidaknya bertanya sampai mana tidak dilakukan oleh lelaki itu.

Pemandangan di kaca jendela gerbong kereta api, berlalu begitu cepat. Seperti pikiran seorang perempuan yang sekarang kehilangan percaya dirinya, sebagai seorang pendamping hidup.

"Dulu, aku pernah berpikir akan memiliki kesempatan berdua di kereta. Sayangnya, belum juga terungkap harus berusaha dipendam sedalam lautan luas," tuturnya, dengan senyum getir yang menampakkan bahwa semua yang ada dipikiran itu mengacaukan suasana hati.

"Perhatian, bagi ...."

Suara dari pengeras suara yang ada di stasiun menyambut langkah kaki Mafka yang menyentuh kota di mana ia dibesarkan dan dipertemukan kepada lelaki yang ia kagumi beberapa tahun lamanya.

"Huft!"

Berjalan santai, mendengar semua orang berbicara. Langkah kakinya begitu mantap, hingga ia pun keluar dari area stasiun. Berjalan menyusri trotoar sambil menunggu taksi yang akan membawanya ke kediaman sang mertua.

"Fazrin, itu maaf kamu jagain dulu si dede bayi." Mela menyuruh adik laki-lakinya itu untuk mengawasi putri keduanya, karena ia ingin membantu sang ibu di dapur.

Fazrin yang sedang rebahan, memainkan ponsel di ruang tengah di mana ayunan kayu bayi itu diletakkan sengaja untuk proses acara pun langsung mengubah posisinya.

"Apaan sih kak, gue gak bisa jagain bayi. Kalo misalnya nangis gue gak bisa gendong!" Tentu, Fazrin menolaknya.

"Apaan, dia masih bayi gak bakal kamu gendong-gendong juga. Itung-itung belajar dong jadi ayah nantinya," kata Mela, mengayun pelan ayunan kayu khusus bayi lalu pergi.

Meski seperti ogah, tapi ia akhirnya mendekat. Perkataan Mela tentang belajar jadi seorang ayah, justru membuat hatinya mengeluh perih.

Aktivitasnya yang tengah memainkan handphone tadi, hanya sebuah pengalihan tingkah dari segala keruwetan yang terjadi bersama istrinya.

"Lucu," ucapnya ketika tatapan matanya beralih pada bayi mungil yang terlelap begitu nyaman.

Di lain tempat, terlepas dari dua insan yang masih belum berbaikan. Satu perempuan yang tengah berada di sebuah cafe itu hanya mengaduk-aduk minuman yang dipesannya.

Tatapannya nanar, hingga seorang perempuan yang merupakan sahabatnya itu hanya menggeleng melihat tingkah itu.

"Syaf, udah dong jangan terlalu dipikirin. Kamu sendiri yang bilang kalo itu semua hanya dipengaruhi oleh emosi ya kan?" Sambil menyeruput es leci.

Syafa akhirnya mengalihkan tatapan kosong itu. "Iya, tapi kalo menurut kamu aku ini pelakor bukan sih?" Ada nada yang cukup membuat si sahabat juga menghela napasnya.

Harapku HadirmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang