TIDAK SERUPA
Persahabatan antara Purnama dan Bintang memang kerap kali mendapatkan pujian dari banyak orang. Bukan hanya itu saja, keduanya juga banyak dikagumi dan dikejar oleh siswi di sekolah. Purnama karena ketampanan dan ketekunannya, sedangkan Bintang karena keramahan dan kepintarannya. Di balik kelebihan masing-masing mereka saling melengkapi satu sama lain.
Raina Hanum Anangita, namanya. Gadis yang sering dipanggil Ina ini adalah adik kelas dari Purnama dan Bintang. Ia adalah salah satu gadis yang menyukai Bintang. Bukan tanpa sebab dan alasan, tapi dari perlakuan Bintanglah yang membuat Ina menyukai lelaki itu.
Parasnya yang cantik membuat Ina percaya diri jika Bintang bisa ia dapatkan. Selama ini Bintang memperlakukannya seperti tuan putri, dan Ina yakin bukan hanya dia saja yang mencintai, tetapi Bintang juga merasakan hal serupa. Cinta itu tak harus diungkapkan lewat kata, tapi dari perilaku saja bisa terlihat.
"Kamu suka Bintang, Na?" tanya Purnama saat tidak sengaja bertemu Ina di depan perpustakaan sekolah.
Ina terlihat salah tingkah dengan pipi yang memerah. Ia tersenyum sambil mengangguk tanpa ada suara yang terlontar dari bibir pink alami itu.
Purnama menghela nafas. "Pantes tiap kali liat Bintang kamu kaya orang kehilangan arah, gelagapan gitu," kata Purnama sambil menggeleng kecil.
Ina semakin salah tingkah sekarang. Empat dari beribu-ribu murid di sini sudah mengetahui rahasianya, bahwa dia mengagumi Bintang. Tiga lainnya adalah sahabat Ina.
"Emang kenapa kak? Tumben, nanya gitu?" Kini Ina mulai memberanikan diri untuk bertanya.
Purnama tersenyum. "Mastiin aja," ucapnya lalu pergi dari sana untuk menemui sahabatnya yang sudah menunggu di kantin.
Purnama duduk di depan Bintang, lalu ia menyuap seperempat bakwan yang sudah ia pesan sebelum pergi ke toilet.
"Tang, gue harap lo ubah sikap ramah lo ke semua orang. Gue gak mau banyak cewek yang jadi korban," ucap Purnama santai di sela kunyahannya.
"Korban apaan?"
"Gak sedikit cewek yang baper sama lo karena sikap ramah dan perhatian yang lo kasih ke mereka. Padahal lo memperlakukan semua orang kayak gitu, jangan buat cewek kege'eran dan ngira lo cinta sama mereka."
"Baik ke semua orang itu kewajiban, Nam," kata Bintang yang kini mulai mengeluarkan ponsel miliknya.
Purnama yang awalnya santai kini membenarkan posisi, ia menatap wajah Bintang. "Tapi itu semua bikin mereka salah paham Tang, salah satu korban yang baper sama lo adalah Ina, adik kelas yang gue suka sejak dia masuk sekolah ini. Dalam hal buat nyaman seseorang, gue emang kalah, tapi gue gak mau kalo Ina jadi korban lo."
Bintang menaikan kedua alisnya. "Salah siapa baper?" tanyanya kemudian kembali fokus pada benda pipih yang kini miring itu.
Purnama membuang pandangan. "Cewek itu diciptakan dari tulang rusuk yang dekat dengan hati, makanya baperan."
"Lagipun kalo mereka cinta sama gue, bukannya itu wajar?" Tangan yang semula sudah siap bergerak di layar hapenya kembali diletakan.
"Kalo lo terus kayak gini, akan semakin banyak orang yang terluka. Gue takut Ina berharap lebih sama lo, karena lo memperlakukan dia kayak ratu. Telponan sampe tidur, nyanyi biar dia tidur, jalan-jalan berdua, makan berdua dan hal lain yang biasa dilakukan orang pacaran."
"Gue seneng dia seneng. So, apa salahnya?"
"Dia seneng karena dia punya rasa sama lo, sedangkan kesenengan lo itu cuma karena lo gabut. Dan bahkan semenjak lo putus dari mantan lo sampe sekarang pun lo masih berharap dan cinta sama dia kan? Sikap yang lo kasih ke orang-orang tidak lain cuma sebatas penghilang rasa bosan, saat pemilik hati lo pergi."
Bintang terdiam sejenak sebelum kembali menatap lekat Purnama yang begitu serius dalam penuturannya. "Tapi itu udah jadi sifat gue, Nam. Gak bisa gue hilangkan."
"Berhenti manfaatin orang lain hanya untuk kesenangan, Tang." Purnama bangkit dari duduknya kemudian pergi meninggalkan Bintang.
Langkahnya yang cepat telah membawa Purnama sampai di kelas XI MIPA 2, ruang belajar Ina—adik kelas yang ia sukai. Purnama tersenyum melihat gadis yang ingin ditemuinya itu.
Ina yang sedang mengobrol bersama teman-temannya berhenti saat mengetahui kedatangan Purnama di kelasnya.
"Eh, Kak," ucap Ina tersenyum. Meski ia terlihat sedikit bingung, ada perlu apa Purnama masuk ke kelasnya.
"Gue mau ngomong, boleh?"
"Ngomong aja, Kak," jawab Ina membolehkan.
"Tapi, gak di sini." Purnama melirik satu persatu orang-orang yang berada di sini, keadaan kelas yang ramai tidak mungkin jika ia berkata di tempat ini.
"Di mana, kak?"
"Ikut gue." Purnama menarik tangan Ina, menggenggamnya erat, sampai mereka di taman belakang sekolah. Di saat itu juga barulah Purnama melepaskan genggaman tangannya.
"Ada apa, Kak?" Ina yang sudah dibuat bingung mencoba mengajukan pertanyaan.
"Sebelumnya maaf karena ganggu waktu istirahat lo sebentar. Gue cuma mau nanya aja sih," ucap Purnama. Ia merasa terlalu konyol melakulan hal ini, padahal ini tidak terlalu penting tapi kenapa dia malah membawa Ina ke taman belakang.
"Iya, nanya apa, Kak?"
"Apa yang buat lo suka Bintang?" tanya Purnama dengan tatapan yang terlihat dalam.
Bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Purnama, tetapi tidak sebingung jawaban apa yang akan Ina bilang. Setiap kali nama Bintang disebut, Ina pasti gugup dan salah tingkah.
"Kak Bintang itu ... baik, pinter, ramah, dia beda dari cowok lain." Sakit, tentu saja dirasakan oleh Purnama. Bagaimana bisa Ina memuji Bintang di depan lelaki yang mencintainya. Mungkin Purnama memang tidak sepintar Bintang dalam mendekati wanita.
"Lo bener." Purnama mengangguk. "Gue cuma pesan satu hal, perlakuan yang manis tidak menentukan akhir dengan rasa yang serupa."
_____
Sampai bertemu dicerita mini berikutnya.