Bab 6: Mission? They Got a Clue

17 2 0
                                    

Cermin punya cerita

Si peramal melakukan perjalanan

Cerita tidak ditemukan

Tapi terkait elemennya, iya

^^^

Ngomong-ngomong kesatria sihir tidak menemui mereka atau mungkin tidak diperlukan?

Meski City of Light luas, bukan hal sulit untuk menemukan seseorang apalagi bagi orang-orang berkemampuan dan mendapat fasilitas dari orang kerajaan. Galavidi tahu dari fakta itu saja sudah sangat aneh. Padahal keputusan wilayah yang sesuai untuk menghacurkan cermin belum ditetapkan, tetapi otakknya sudah terperas habis-habisan.

Perihal mimpi, Galavidi tidak mengatakannya kepada siapa pun. Ketimbang tidak mempercayai teman-temannya, dia lebih malu mengungkapkan pertemuan dengan suara aneh dan tidak sopan. Meski dia tidak mengetahui identitas sang ibu; meski bukan keturunan bangsawan; meski hanya penyihir bertipe pendukung yang lebih sering duduk di baris paling belakang; dan meski menjadi budak sekalipun pasti dia akan membenci suara itu. Alih-alih mimpi, Galavidi lebih suka menyebutnya sebagai penyabotasean. Bisa-bisanya seseorang mengendalikan dimensi bawah tidurnya dengan mudah.

Tidak peduli sekeras apa pun Galavidi mengabaikannya, nasihat suara itu terngiang-ngiang. Akhirnya, dia benar-benar kepikiran. "Akka, serahkan bulu itu." Galavidi menodongkan tangan.

Sayangnya, Akkadia terlihat ragu saat menyerahkannya. "Mau dibuat apa?"

Galavidi tersenyum. "Yang jelas bukan sesuatu yang membahayakan. Aku akan tetap di sini supaya kalian tidak perlu menakutkan apa-apa."

Bulu hitam legam sangat cocok dengan kepribadian Betelgeuse. Galavidi tidak menyangka kalau bulunya benar-benar indah dan lembut. Memang pantas dipuji kalau sayap Betelgeuse lebih indah dari Sam karena malaikat berdarah iblis itu sangat menyukai perawatan diri. Sebenarnya Sam juga menyukai perawatan, tetapi bukan untuk dirinya sendiri melainkan hewan kontraknya, Johnny.

Galavidi menangkupkan tangan setelah bulu Betelgeuse diletakkan di salah satu telapaknya. Sekarang dia harus menenangkan diri. Setelah terpejam, pendengaran, penciuman, dan perasanya dia tajamkan. Hanya indra itu yang berfungsi sangat baik. Bukan masalah, yang terpenting adalah hati. Tidak lama, perasaannya mendayu tatkala seberkas emosi masuk ke tubuhnya. Layaknya balon yang semakin berisi gas bukan layang-layang yang diikat benang, dia merasakan sensasi kebebasan.

Berbeda dengan sebelumnya, Galavidi sangat yakin jiwanya telah tergerak melakukan sesuatu. Ini bukan mimpi. Ke mana? Dia tidak tau. Tau-tau matanya berfungsi baik di tempat yang sangat indah. Setelah sekian lama, dia kembali merasakan warna-warna dunia saat siang hari. Galavidi terbawa angin, terbang tanpa sayap dan kemapuan. Di bawah, terdapat hamparan air yang biru dan jernih sampai-sampai terlihat dasarnya. Keseruan bertambah saat titik-titik hujan membasahi seragam. Senyumnya lebar. Wajahnya cerah. Tentu saja sebelum tubuhnya dijatuhkan dari ketinggian dan tercebur ke dalam air. Dia tenggelam.

Galavidi gelagapan lalu tersadar. "Wilayah Rainville. Kita harus ke sana."

"Apa itu jauh?" tanya Sam.

"Beruntungnya, tidak. Tepatnya di Cristal Lake. Jika ditarik garis dari pelabuhan, itu akan lurus ke arah selatan. Hanya itu yang bisa kukatakan." Galavidi menyimpan bulu Betelgeuse di sakunya. "Kau keberatan?" tanyanya setelah melihat ekspresi Akkadia.

Tidak ada jawaban.

Ya, suasana tim Charming sekarang memang seperti itu.

"Aku lapar." Kannika memegang perutnya. "Bukankah hubungan tim kita sekarang rumit? Saling menggantungkan hidup, tapi juga saling mencurigai satu sama lain seolah jika lengah sedikit saja akan mati. Sial! aku tidak suka dengan situasi ini."

Bertahan di timeline yang jauh dari waktu asalnya tidaklah mudah bagi sekelompok siswa berdarah muda. Dari dulu, Maple Academy memang memiliki misi yang tidak masuk akal. Akan tetapi, ini yang paling sulit---setidaknya bagi mereka, bukan Kepala Sekolah.

"Kupikir kita bisa menjual beberapa ramuan Betelgeuse untuk menambah uang," saran Sam.

"Tidak butuh teman, 'kan?" Ekspresi Akkadia terlihat tidak bersahabat.

"Tidak, karena aku pejantan sejati." Sam memilah ramuan-ramuan yang akan dijual.

Galavidi mengamati. Kannika kehilangan semangat hidup karena kelaparan. Akkadia dan Sam jelas-jelas saling mengejek. Tidak ada yang berbeda dengan mereka.

Bolehkan aku menganggap ada seseorang yang sedang mempermainkan kami? Sudah jelas, sih, batin Galavidi.

Mereka menunggu Sam kembali dalam kebosanan. Tidak ada pembicaraan asyik seperti dulu. Dibanding itu, lebih suka mengira-ngira sungguhan Sam atau si Wanted yang mengisi kekosongan anggota. Ketika Sam kembali dengan senyum menawan layaknya kejatuhan tangga emas 24 karat, enam pasang mata mulai menyelidik.

Beruntungnya Sam peka. Dia langsung menjatuhkan kantong kecil berkain coklat lusuh. "Harga ramuan Betelgeuse di pasaran sangat tinggi. Ternyata LoD memang kaya sejak lahir. Sepertinya jatah uang sakunya pasti berkali-kali lipat dari milikku." Sam mendengkus.

"Seberapa mahal?" Akkadia mengejek dan tatapannya mengatakan, itu tidak lebih tinggi dari uangku. Sejak lahir dia tidak menemukan barang yang pantas dicap sebagai barang mahal. Namun, setelah mengingat kondisi sekarang dan melihat puluhan keeping wizer, Akkadia menarik kata-katanya lagi, baiklah, memang mahal.

Galavidi menelaah lalu berkata, "Memang mahal, tapi seharusnya tidak semahal ini. Kepada siapa kamu menjualnya?"

"Di toko ramuan sebelah kedai makanan yang menghadap timur. Awalnya aku berpikir sama seperti itu." Sam duduk dan meletakkan bungkusan roti. "Karena orang itu baik, aku memanfatkannya sedikit."

Kannika langsung menyambar satu potong. "Trik apa yang kamu gunakan?"

"Aku mengatakan, kalau kita sedang dihukum melakukan misi tanpa diberi uang dan bekal selama tiga hari. Tentu saja dia iba dan memberikan ini." Sam menahan tawa.

Akkadia bertepuk tangan. "Wah, sepertinya Sam naik level dari pembolos ulung menjadi perayu ulung."

Alih-alih senang, Sam justru memutar bola matanya. "Ugh!"

"Berapa jumlah uang kita sekarang?" Galavidi menarik kantong uang dan menghitungnya. "222 wizer ditambah 44 wizer dari hasil menjadi babu, jumlahnya menjadi 266 wizer. Ini cukup. Selanjutnya, kamu harus merayu orang lagi untuk mendapatkan makanan."

Sam berceletuk. "Kau bukan Galavidi yang asli, 'kan?"

Bibir Galavidi berkedut. "Apa?"

"Sejak tadi kau tidak pernah memanggilku ketua lagi." Sam menatapnya dengan tajam.

"Hanya karena itu?" Galavidi tidak terima.

"Hanya? Itu hal penting. Aku tidak bodoh untuk menyadari perubahan dari kebiasaan orang-orang," jelas Sam.

Sekarang Galavidi tidak lepas dari pandangan Akkadia. Keturunan Ishtar itu seolah menelanjanginya. Meski mereka berkenalan sejak menjadi murid di Maple Academy karena tidur sekamar. Akkadia ragu, tetapi di waktu bersamaan ada keyakinan bahwa itu Galavidinya. Akhirnya dia bimbang karena logika dan perasaannya tidak sejalan. "Aku tidak tau," desah Akkadia.

Sebagai satu-satunya orang yang mengedepankan emosi ketimbang akal, Kannika memiliki sisi penilaian yang paling nyeleneh. "Aku tidak percaya siapa pun termasuk kau, kau, dan kau." Jarinya menunjuk secara lugas di depan wajah semua anggota. "Secara tidak langsung, kita telah sepakat untuk saling mencurigai. Tujuan si-siapa? Wanted atau apalah itu, tidak bisa ditebak. Polanya terlalu rancu. Sesekali aku bertanya-tanya tentang alasan kita memiliki perasaan saling tidak percaya. Sebenarnya, sejak kapan?"

Kata-kata itu memantul di seluruh ruang otak bagai momok mengerikan yang harus diketahui jawabannya. Mereka---kecuali Kannika---berpandangan seolah sama-sama berujar, iya, ya, sejak kapan?

Uninvited Guest for Betelgeuse (MAPLE ACADEMY YEAR 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang