Shinta tersenyum miring saat melihat Rama yang sedari tadi mondar-mandir dari dapur ke meja makan dengan mengenakan sarung dan baju koko. Setelah tadi pagi ia puji-puji, kini lelaki itu menjadi lebih lama memakai sarung dan baju kokonya, bahkan untuk ke kamar mandi saja tetap dipakai.
Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dasar orang tua, dipuji dikit langsung terbangnya tinggi banget," cibirnya.
Rama yang tengah menyiapkan sarapan segera menoleh menatapnya dengan tatapan yang tajam, lalu kembali fokus menata meja makan lagi.
"Biarin! Yang penting kamu suka," ujarnya dengan ketus.
Shinta terkikik geli. Alasan macam apa itu?
Merasa gemas dengan tingkah Rama yang seperti remaja labil, membuat Shinta cepat-cepat pergi ke arahnya, lalu mencubit pipinya.
"Aduh! Sakit Shin!" Seru Rama membuat Shinta segera melepaskan cubitannya.
Gadis itu tersenyum lebar, ia lalu menyandarkan tubuhnya pada meja makan seraya menatap Rama yang masih fokus menata sarapan.
"Mas Rama lucu, deh, tingkahnya kayak ABG, xixixi." Shinta terkikik lucu seraya menutup mulutnya. Namun, setelahnya ia segera berlari, kabur dari Rama yang mungkin saja tidak terima dikatai "ABG".
"Shinta! Sini kamu!" Seru Rama seraya berlari mengejar istrinya yang sangat jail itu.
"Nggaaak ...!" Sahut Shinta tertawa-tawa.
Shinta melarikan diri menuju kamar mereka, sesekali gadis itu menoleh ke belakang untuk melihat situasi, dan ternyata Rama masih belum menyerah mengejarnya.
Nggak capek apa, ya, lari-lari naik tangga? 'kan udah tua. Batinnya bersuara.
Sangat tidak sopan memang istri Pak Rama ini. Mengata-ngatai suaminya sudah tua.
Loh, bener 'kan?
Shinta menghentikan larinya saat sudah berada di kamar, ia hendak berbalik untuk menutup pintu agar Rama tidak bisa menangkapnya. Namun, sayang sekali, gerakannya kalah cepat dengan Rama yang tiba-tiba sudah berada di depan pintu.
"Aaaaa lariiiii, ada Om Ramaaa ...!" Pekik Shinta dengan nada ejekan yang kentara sekali, lalu kembali berlari hendak keluar dari kamar.
Rama hanya mengangkat sebelah alisnya heran melihat tingkah laku istrinya, lantas terkekeh pelan. Tangannya ia gunakan untuk menutup pintu lalu menguncinya.
"Mau kabur ke mana kamu, hm?" Tanya Rama dengan suara pelan seraya mencekal pergelangan tangan Shinta ketika gadis itu hendak melewatinya.
"Nggak ke mana-mana, kok, om," jawab Shinta dengan senyum tertahan.
Rama menatap lurus pada mata gadis itu, kedua tangannya kini melingkar pada pinggang gadis itu.
"Kamu bilang apa tadi?"
Shinta yang sepertinya belum sadar akan apa yang dilakukan Rama hanya membiarkannya saja. Dan ketika laki-laki itu melangkahkan kakinya mendekat, ia ikut memundurkan langkahnya.
Gadis berambut panjang itu tersenyum lucu. "Aku emang ngomong apa, om?" Timpalnya.
Wajah Rama berubah menjadi masam mendengar panggilan itu lagi. Hal tersebut membuat Shinta jadi gemas sendiri dengan suaminya. Lagi-lagi ia mencubit kedua pipi Rama lalu memutar-mutarnya.
"Kenapa emangnya, om? Om, om, om, kan emang udah om-om," ledek Shinta semakin menjadi-jadi.
"Tapi mas bukan om kamu, Shinta," ketusnya.
Tawa Shinta meledak mendengar nada merajuk dari suaminya, ia tidak menyangka kalau laki-laki bermuka seram itu ternyata bisa merajuk. Tawanya yang sedikit brutal membuatnya terhuyung ke belakang, dan kalau saja tidak ada tangan Rama yang menahannya, mungkin ia sudah jatuh ke lantai.
"Tapi tetep aja om-om, om Rama!"
"Mas suami kamu, bukan om kamu," kesal Rama mendengar kalimat yang istrinya lontarkan itu. Bukan maksud untuk menyangkal keadaan, Rama sadar seratus persen, kok, kalau dirinya ini memang jauh lebih tua dari Shinta, dan usianya itu memang sudah masuk kategori om-om. Namun, mendengar sendiri dari lisan istrinya membuat Rama menjadi kesal. Ia kesal karena perbedaan yang mencolok di antara mereka.
Rasa kesalnya bertambah saat melihat tawa lepas Shinta yang tak kunjung usai. Merasa semakin tidak tahan dengan tawa penuh ledekan dari istrinya, tangan Rama yang awalnya melingkar di pinggang Shinta kini berpindah ke samping tubuh gadis itu, dan mulai menggelitiknya.
"Masih berani manggil mas 'om', Shinta?" tanya Rama masih mempertahankan gelitikannya.
Shinta tertawa penuh kegelian hingga mukanya memerah, gadis itu berusaha melepaskan tangan Rama, namun kesulitan.
"Udah om udah, aku nggak kuat, udah," katanya di sela-sela tawa.
"Nggak mau, Shinta nyebelin."
"OOOMMM ...!" pekik Shinta.
Rama tergelak mendengarnya, dan semakin mempercepat gelitikannya, membuat Shinta memundurkan langkahnya, namun itu malah menabrak ranjang yang ada di belakangnya lalu terjatuh ke atasnya.
Melihat Rama yang sepertinya belum menyerah itu membuat Shinta segera mencegah tangan suaminya agar tidak menggelitiknya lagi.
"Udah mas udah, iya-iya aku minta maaf, nggak lagi deh, nggak lagi, beneran asli," ujarnya dengan sisa-sisa tawa yang belum lepas darinya, dadanya naik-turun karena kehabisan napas.
"Nggak, Shinta nyebelin banget pagi ini," kata Rama seraya mendekatkan dirinya pada gadis itu yang kini tengah berbaring di ranjang.
"'kan aku udah minta maaf."
"Tadi Shinta ngatain mas 'ABG labil', terus ngatain 'om-om'." Laki-laki itu menyangga tubuhnya dengan kedua tangan yang berada di samping-samping kepala istrinya.
Shinta tertawa kecil mendengar nada merajuk itu lagi-lagi keluar dari lisan suaminya. Tangannya bergerak memeluk leher laki-laki itu, lalu sedikit menggoyang-goyangkannya. "Shinta minta maaf, ya? Tadi cuma boongan, kok."
"Dasar nyebelin!"
"Emang. Hahaha!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, You! Come to Me
Любовные романыShinta tak pernah menyangka akan menikah di usianya yang masih belasan tahun. Oh, bukan! Ini bukan sebuah perjodohan yang direncana, ini lebih merujuk pada ... ah, sejujurnya Shinta sendiri juga bingung menyebutnya apa. Satu bulan pasca kematian aya...