“Terkadang pura-pura terlihat baik-baik saja bukanlah hal yang buruk, dibalik itu semua ada kesedihan yang tertutupi agar terlihat kuat di mata dunia karena tidak semua tulus mengulurkan tangan untuk kembali bertahan, ada kalanya sekedar sok peduli berujung menghianati dan menjadikan bahan obrolan dengan orang lain.”
-Agaraya-
Aga berjalan menuju taman dengan napas tersengal-sengal. Dia menghembuskan napasnya sejenak.
Raya berdecak menatap datar laki-laki yang ada di sampingnya. Ingin sekali dia langsung mengomelinya karena perbuatannya tadi. Sampai akhirnya teman-temannya pada mengejeknya. Kalau tadi Aga sudah sampai, dia mungkin langsung memberikannya pelajaran tidak peduli nanti apa yang dikatakan orang lain tentang perlakuannya.
Gadis itu sadar kalau adu mulut sekarang itu sudah terlambat, justru akan memperlambat waktunya bersama dengan Aga.
"Cepetan kita mulai belajarnya." Raya membuka suara terlebih dahulu supaya dia bisa segera pulang.
"Maaf Ray, tadi ada sedikit masalah. Jadi telat," tutur Aga.
"Ga usah nyeritain. Emang gue nanya?" tanya sebal.
'Kalau bukan karena keadaan gue ogah banget belajar sama dia' batinnya menggerutu.
"Ya udah kita mulai."
"Hmm."
Aga mengambil buku dari tasnya lalu membaca beberapa materi matematika kelas 10. Berbeda sekali dengan Raya malah asyik main game di Hpnya tanpa memperdulikan kehadiran laki-laki itu. Lagi pula bagi gadis belajar membuatnya muntah tulisan dan mual. Tanpa dirinya belajar, toh dia bisa.
'Katanya ayo belajar tapi ujungnya yang belajar cuman aku sih' batin Aga menggerutu.
Aga hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Raya. Mereka berdua menghabiskan waktunya dengan kesibukan masing-masing.
Aga masih setia dengan buku bacaannya. Sementara Raya fokus dengan Hpnya. Biarlah ini terjadi yang terpenting Raya bisa pura-pura belajar bareng.
Aga juga mengetahui Raya tipe orang yang malas belajar tapi saat diberikan penjelasan materi langsung bisa masuk ke otaknya. Bisa dibilang gadis itu beruntung cukup mendengar saja bisa langsung paham. Mungkin inilah salah satu kelebihan yang dimiliki oleh gadis itu.
Aga termasuk tipe belajar visual dan auditorial, berbeda sekali dengan Raya tipenya auditorial saja. Selain menggunakan pendengaran, dia juga memerlukan visual untuk memahaminya. Jadi harus mengerjakan latihan soal terlebih dahulu agar lebih memahami.
Dia tak menyangka kalau ini semua bakal terjadi. Padahal dalam angannya Raya mau belajar setidaknya demi memenangkan olimpiade itu. Namun, kenyataannya sungguh berbeda membuatnya harus ekstra sabar menghadapi ini semua.
Begitulah yang dilakukan Raya. Hanya pura-pura belajar bersama agar Bu Yuni tidak curiga akan hal ini.
Aga menatap sejenak wajah gadis itu.
'Kamu sebenarnya menenangkan ya, Ray. Kalau di liat dari sisi lain' batinnya melihat gadis itu sibuk dengan Hpnya.
Raya tanpa sengaja menoleh sesaat, langsung memincingkan matanya. "Ga usah kepo. Sana belajar biar pintar. Gue mah cukup belajar di sekolah aja. Ogah banget belajar sama Elo," hardik Raya kemudian memutarkan bola matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agaraya [END]
Teen Fiction"𝙺𝚒𝚝𝚊 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚜𝚎𝚙𝚊𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚒𝚗𝚜𝚊𝚗 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚞𝚔𝚒𝚛 𝚕𝚞𝚔𝚊 𝚍𝚒 𝚊𝚝𝚊𝚜 𝚍𝚞𝚔𝚊." ㅡ𝙰𝚐𝚊𝚜𝚊 𝙷𝚊𝚛𝚢𝚖𝚞𝚛𝚝𝚒ㅡ Aga dan Raya tidak salah hanya ingin saling menjaga justru berujung kesalahfahaman karena yang salah adala...