Bagaimana rasanya disukai cowok most wanted di kampus? Pastinya menyenangkan ibarat mendapat durian runtuh. Tapi sayangnya aku tidak menyukai durian, jadi rasanya biasa saja ketika seorang most wanted dikampus menyatakan suka padaku. Andai saja yang menyatakan cinta itu sesama mahasiswa mungkin aku bisa bersikap biasa-biasa saja dan bisa langsung menolaknya dan kalau dia tetep nekat aku bisa menghindarinya, just simply like that. Tapi sayangnya yang menembakku bukan mahasiswa, tapi seorang dosen yang menjadi dambaan semua cewe single dikampus. Dia dosen favorite mahasiswa jurusan tehnik, tampan, ramah dan kaya. Satu paket lengkap yang sangat didambakan oleh banyak gadis dan wanita single pada umumnya.
"Bagaimana Ay?"
"Maaf pak, saya tidak bisa. Tapi terima kasih atas perasaan bapak kepada saya." Dengan gugup dan sedikit takut aku menolak perasaan pak Erick. Ya Richard Bimasetya, dosen fakultas tehnik itu kini memintaku menjadi kekasihnya saat kami bertemu dikantin. Benar-benar bukan cowok romantis, nembak cewek kok dikantin, tanpa bunga, coklat atau boneka, tapi entah kenapa justru itu menimbulkan kesan tersendiri untukku. Entah bagaimana dia punya perasaan padaku karena aku bukan mahasiswa jurusan tehnik. Memang gedung kampus tehnik dan ekonomi bersebelahan dan kami baru bertemu dua kali dan di pertemuan ketiga pak Erick menembakku, meminta aku jadi kekasihnya. Dari sudut mataku aku melihat raut wajahnya, aku tidak melihat kemarahan atau kekecewaan justru dia tersenyum, membuatku heran, bagaimana mungkin seseorang yang ditolak masih bisa tersenyum, aku jadi ragu apakah dia benar-benar menyukaiku atau hanya mempermainkan ku, mengingat dia adalah salah satu dosen idola dikampus.
"Terlalu cepat ya, Ay?"
"Eh?" Aku sedikit keheranan dengan pertanyaannya. Seharusnya dia terlihat patah hati atau kecewa karena perasaannya sudah aku tolak, tapi pak Erick malah tersenyum, seolah-olah dia tidak sedang bicara perasaannya, hanya tentang cerita roman percintaan disebuah buku atau film.
"Seharusnya aku mendekatimu pelan-pelan sebelum menyatakan perasaanku kan?" Lanjutnya lagi masih dengan nada santai.
"Bu-bukan begitu pak." Kini aku yang bingung harus bersikap bagaimana.
"Baiklah, kita pelan-pelan saja. Beri aku kesempatan untuk menunjukkan keseriusanku. Yang penting kamu tahu kalau aku menyukaimu." Kata pak Erick bersungguh-sungguh. Aku bernafas lega, aku menyukai pemikirannya, harusnya memang kami saling mengenal dulu sebelum menjadi sepasang kekasih. Karena meski dia dosen, aku bahkan tidak pernah diajarkan olehnya. Bagaimana sifatnya aku sama sekali tidak tahu, hanya mendengar cerita-cerita orang-orang yang pernah berinteraksi dengan dia bahwa dia itu ramah, baik dan sopan.
Aku menatapnya dan aku benar-benar melihat kesungguhan dalam matanya. Dia tampan dengan alis tebal, mata agak sipit, hidung mancung dan bibir merah, benar-benar menggoda, setahuku jarang ada cowok berbibir merah, mungkin dia tidak merokok.
"Aku tidak merokok, tidak minum minuman keras dan menerapkan pola hidup sehat."
Dia berkata seolah menjawab pertanyaanku, lalu dia kembali tersenyum, senyum yang membuatnya semakin terlihat tampan. Aku hanya mengangguk mengerti. Saat ini aku tidak tahu harus bersikap bagaimana, benar-benar canggung.
"Maaf pak Erick, sebenarnya saya penasaran, kita baru bertemu dua kali dan ini ketiga kalinya tapi kenapa bapak yakin ingin menjalin hubungan dengan saya?"
Sungguh aku penasaran saat dia dengan yakinnya memintaku menjadi kekasihnya. Bagaimana dia tahu tentangku yang hanya mahasiswa biasa-biasa saja dan bukan orang uang sederajat dengannya.
"Saya sering melihatmu dan mendengar kisah tentangmu, Ay. Kamu donatur panti asuhan kasih bunda kan?"
Aku mengangguk. Meski tidak selalu berupa materi aku sering mengunjungi panti asuhan kasih bunda untuk melakukan pelayanan. Aku mencoba mengingat ingat apakah aku pernah bertemu dengan pak Erick di panti asuhan kasih bunda. Tapi seingatnya menjadi donatur dan relawan disana aku tidak pernah bertemu pak Erick.