'14 Oh shit

2K 239 151
                                    


Pertama tama, boleh baca ulang part sebelumnya. Terima kasih

...

"Hei, s-sudah bangun? 80 menit berlalu... bukankah lebih baik kita pergi sekarang?."

Laura menggigit bibirnya, kecanggungan nampak terasa sekarang, mungkin sudah beberapa kali Laura membangunkan Taeyong yang sangat larut tertidur hingga bersender pada pundaknya. Posisi itu tidak nyaman bagi Laura, jantung gadis itu mendadak berdetak cepat merasa kepanikan.

Akhirnya Taeyong membuka mata, terbangun sedikit sebelum mengedipkan mata menarik kesadaran penuh. Dirinya juga sempat menoleh pada Daera yang masih tergeletak tidak jauh dari tempat ia terdiam. Alih alih menanyakan apakah Laura kembali memberikan gadis itu obat tidur atau tidak.

"Belum," gugup Laura sembari mencari benda tajam nan tipis dengan sebuah botol kecil yang ia miliki. "Akan ku berikan."

Taeyong mengangguk, masih merasakan perih dibagian perut akibat luka tersebut, namun mereka harus bergegas pergi dari sana, "Pukul berapa, sekarang?."

Setelah menyuntikkan obat itu, Laura segera menoleh pada arloji pada tangannya, "Empat lewat dua puluh menit dini hari."

"Kau siapkan mobil, akan ku bawa Daera keluar."

"Apakah tidak terbalik, Taeyong-ssi?."

"Jangan meragukan ku hanya karena luka kecil, ini tugas lelaki."

Laura mengangguk, "Kalimat yang menarik namun aku tidak tertarik. Terima kasih."

Taeyong mendengus, dia segera menarik pelan tangan Laura yang hampir berusaha mengalungkan kedua lengan Daera dipundak. Taeyong merasa dirinya di rendahkan hanya karena sebuah luka diperut.

"Hei... listen to me! Biar aku yang mengurus Daera, kau cukup menunggu kami didepan saja."

Laura menghempaskan tangan tersebut, "Sudah bicaranya? Jika iya, bantu aku membawa Daera. Kita bawa bersama sama akan lebih menghemat waktu. Hari tidak lagi menggelap, Lee Taeyong."

Benar, waktu adalah main character di kondisi ini. Taeyong tidak bisa menunda karena hanya sebuah kehormatan, dan Laura membuat keputusan yang tepat sekarang. Tak ada yang bisa menolak.

"Oke, tetapi biarkan aku menyetir nanti."

"Hm, baiklah."

⊙︿⊙⊙︿⊙⊙︿⊙

Jira membuka matanya perlahan, dia sengaja ingin terbangun lebih pagi agar bersiap menyiapkan makanan alih alih sebagai penyambutan teman Jino dan Jina yang semalam menginap. Jira juga ingin membersihkan sedikit sudut rumahnya, atau menengok Lion yang baru datang setelah pengecekan kesehatan kucing kemarin.

Tetapi matanya menyipit perlahan, melihat Jimin yang tidak ada di sisi kasurnya. Pria itu seakan menghilang dipagi buta seperti ini? Jimin tidak mungkin keluar rumah tanpa izin nya, yang berarti dia masih berada dirumah.

Setelah beberapa menit membersihkan wajah dan menyikat gigi, Jira bergegas mencari Jimin. Yang sudah Jira tebak ada didalam ruangan kantor Jimin tidak jauh dari kamar utama. Dilihat Jimin tidak lagi berpicu pada terangnya layar komputer seperti kemarin.... tetapi hanya diam menatap beberapa gambar yang terpajang di dinding hitam disana.

Untung saja pintunya tidak tertutup rapat, memungkinkan Jira masuk tanpa membuat suara. Karena dia juga turut penasaran akan gambar gambar aneh tersebut, seperti tak asing dimata, terangkai akan benang satu sama lain, seperti sebuah teori yang tersambung dan harus dipecahkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hiraeth • Pjm Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang