Naka memeluk Davin dari samping. Wajahnya ia tenggelamkan didada Daddy nya. Radella memasang wajah garang, menatap Naka dengan tajam. Rasa khawatir serta kesal berbaur menjadi satu.
Manik polos Naka tak kuasa melihat sang mommy.
"Siapa yang ajarin Naka nakal seperti tadi?" Suara Radella membuat Naka lumayan tersentak. Seumur dia hidup, mommy nya tak pernah memarahinya.
"Jawab Naka!"
"Gak ada," ucapnya lirih sembari menggeleng.
"Tau kalau tadi itu bahaya?"
"Tau mommy,"
"Kenapa kamu lakuin? Mau buat Mommy mati berdiri? Hah?!"
Davin mengeratkan pelukan pada tubuh Naka. Mengelus punggung anaknya yang sudah bergetar.
"Sayang sudah, anakmu bisa kembali sakit," putus Davin yang tau sang istri akan kembali mengomel. Radella mengerjap, mengusap wajahnya dengan kasar.
Wanita cantik itu berjalan kearah Naka, berhentj didepan suami dan anaknya. "Sini ...." Tangan Radella merentang, meminta Naka untuk datang kepelukan.
Naka yang memang sudah menangis, saat melihat Rentangan tangan Radella semakin mengeraskan tangisnya.
"Huwaa ... Mommy serem, mommy marahin Naka, huwaa ...."
"Ya karena Naka nakal. Jangan seperti itu lagi, mommy jadi khawatir, nak," sahut Radella.
"Salahin daddy yang ikutan tidur, Naka kan bosen." lirihan Naka membuat Davin membelalak. Dia lagi yang disalahkan.
"Kenapa jadi daddy, Naka?" Davin sedikit mengeraskan suaranya, dirinya tak terima selalu menjadi kambing hitam disini.
Nak yang mendengar pun, sontak kembali menangis kejar. "Davin, tak bisakah bilang iya saja untuk menuruti Naka?" hardik Radella tegas.
Andai ini kartun, kepala Davin sudah keluar tanduk, juga hidung yang mengeluarkan asap lantaran kesal. Namun bisa apa pria berbadan kekar yang kicep dengan istri dan selalu terkena mental anaknya itu.
"Oke, daddy yang salah. Iya, daddy."
"Emang daddy!" sahut Naka tak santai.
****
Naka sudah dirumah seminggu yang lalu. Kesehatan nya sudah pulih sepenuhnya. Kini Naka sedang rebahan dengan paha Radella sebagai bantal. Setengah hari tadi, Naka sudah bersekolah dirumah.
"Naka, tadi di ajarin apa?" tanya Radella dengan mengelus sayang surai legam Naka.
"Ngitung,"
"Matematika?" Naka mengangguk saja, tak bersuara.
"Kalo sekolah tadi, Naka sukanya pas ngapain?" tanya Radella lagi.
"Pas udahan," jawab anak itu polos.
"Pas udahan?"
"Iya." Tawa Radella tak kuasa pecah seketika. Gemas sekali anaknya ini.
"Katanya mau sekolah kayak anak yang lain, kok sukanya pas udahan?"
Naka beeherak, tubuhnya ia duduk kan disamping Radella. "Jangan ghosting Naka pake kata-kata gitu ya mommy! Naka bosen belajar sendirian, makanya suka pas udahan. Mommy mau sekolahin Naka diluar?"
Radella terkaget. Darimana Naka tau kata-kata aneh itu. "Di ajarin siapa ngomong ghosting gitu?"
"Daddy,"
Sedangkan Davin yang sedang membereskan meja kerjanya, tiba-tiba bersin tanpa sebab.
"Gak boleh ngikutin Daddy yang sesat. Naka gak boleh ngomong yang aneh-aneh. Mengerti?" ujar Radella dengan telunjuk mengarah pada hidung Naka.
"Mengerti, Mommy." bibirnya menjawab dengan mengangguk lucu.
Tak berapa lama, ponsel Radella berdering. Nama sang ibu mertua tertera di sana.
"Sebentar ya, Mommy angkat telepon dulu."
****
"Mommy, Naka gak ikut ya?"
Keluarga harmonis itu akan pergi kerumah Veronica, ibu dari Davin, nenek Kanaka.
"Tidak usah takut, ada mommy sama daddy sayang. Naka aman," Radella meyakinkan anaknya bahwa semua akan baik-baik saja. Tidak akan ada yang mengganggu Naka.
Kepala itu terus saja menggeleng. Kakinya sudah gatal ingin kembali ke kamar. Mengunci diri untuk tak bertemu neneknya. Tak apa Naka sendirian di rumah, yang penting tidak bertemu dengan keluarga Daddy nya.
"Naka, ada Daddy. Naka gak percaya Daddy bisa jagain Naka?" Davin menangkup kedua pipi Kanaka, menghadap kan wajah Naka kearahnya.
"Tapi, Nenek Vero gak suka Naka. Nanti Mommy sedih liat Naka dijahatin," Bibirnya sudah melengkung kebawah, bergetar, maniknya sudah akan menumpahkan buliran kristal.
"Tidak ada yang akan jahat sama Naka. Daddy jamin,"
Radella sebenarnya juga tak ingin menghadiri pertemuan keluarga ini. Namun, karena dirinya yang masih menghormati dan menghargai sang mertua, ia akan menekan egonya.
Tapi jika anak kesayangan nya diganggu nanti, lihat saja. Radella tak akan tinggal diam.
****
"Mama," Davin maupun Radella sama-sama menyalimi tangan Veronica, kemudian giliran Kanaka. Namun, dengan cepat Veronica menarik tangan nya menjauh, seperti tak ingin di sentuh oleh Naka.
"Mommy ..." rengek Kanaka lirih dengan menatap Radella.
Mata Radella memejam sesaat, wanita cantik berbalut dress navy tersebut menggeram rendah. "Jika bukan karena suami saya, saya tidak akan mau menginjakkan kaki dirumah ini. Jadi tolong, hargai Naka sebagai putera dari anak anda, meskipun anda tidak mau mengakuinha sebagai cucu." Sarkas Radella yang membuat raut wajah Veronica semakin tak enak dipandang.
Wanita yang sudah berkepala tujuh itupun memilih masuk ke dalam dengan tangan terkepal.
"Maafkan mama, Radella." Radella hanya menatap Davin dengan datar, menggandeng tangan Noah dengan erat.
"Pastikan saja tidak ada yang menyentuh Naka, walau seujung kuku."
****
"Zidan, sini nak!" Suara Vero ia lantangkan saat memanggil Zidan. Anak dari adik Davin. Daniel Allaric. Hal itu membuat Naka semakin merapatkan dirinya pada Radella.
"Ini buat Zidan, karena udah pinter di sekolah," ujar Veronica dengan memberi bungkusan kado yang sudah disiapkan.
"Wah, makasih oma," Raut bahagia Zidan tak lepas dari pandangan Naka.
Iri? Pasti ada, namun Naka sudah terbiasa diabaikan dalam keluarga ini. Apa sebabnya, Naka pun juga tak tahu.
"Mommy, Naka mau ke toilet," bisik anak itu kepada Radella.
"Mommy anter ya?" Naka menggeleng, berucap ia bisa sendiri. Radella menurut, membiarkan sang anak pergi.
"Anakmu sudah besar, jangan selalu di manja. Kapan dia bisa berpikir dewasa jika semua yang akan di lakukan nya selalu kalian awasi?" Suara Veronica yang tak bersahabat membuat tangan Radella kembali terkepal.
"Sekolahkan dia dengan Zidan, supaya tau bagaimana dunia luar. Mau sampai kapan Naka akan kalian kurung di sangkar emas yang kalian buat?"
"Lihat Zidan, Naka bahkan lebih tua darinya. Tapi cara berpikir Zidan jauh lebih dewasa dari anak kalian. Oh mama lupa, Naka autis kan?" Kata tanya terakhir itu seperti menyiram bensin pada api yang sudah berkobar di tubuh Radella.
"Jaga ucapan mama!"
Belum sempat Radella meneruskan kalimat pembelaan untuk Naka. Suara teriakan dari pembantu rumah tangga dirumah ini menggema. Membuat semua orang yang disana menghampiri asal suara.
"Astaga, apa yang sudah kamu lakukan Naka?!"
Doain aja biar rajin update, xixi
Kita konflik lah tipis-tipis.
Tbc.