PROLOG

11.3K 665 13
                                    

PROLOG

"Fraya, sudahlah, kau bisa mencarinya nanti. Sekarang kau harus masuk ke dalam. Dua jam lagi konsermu dimulai. Kau harus ganti kostum dan pemanasan.."

Anak kecil berusia sembilan tahun itu terus mengorek-ngorek tanah dengan kayu. Dia mulai terisak, "Aku yakin kalungku jatuh di sini, mom. Tapi kenapa sekarang tidak ada? Hiks.. nenek pasti marah padaku karena sudah menghilangkannya.."

"Oh, sayang, sudahlah.." ibunya memeluknya, "Nenek tidak akan marah. Lagi pula ini malam, Fraya. Tidak akan terlihat. Kita bisa mencarinya besok kalau sudah terang.." ucapnya lembut, "Ayo, kau harus masuk ke dalam.."

Anak itu menggeleng, "Aku akan menemukannya sekarang.." dia malah kembali mengorek-orek tanah di taman dekat parkiran itu. Parkiran yang sudah penuh. Ibunya mendesah. Auditorium itu sudah mulai diisi penonton, tapi anaknya ini malah sibuk mencari kalung hilang.

"Fraya sayang, ayo masuk ke dalam. Mom janji, mom akan mencarinya dan memberikannya padamu. Sekarang.." suaranya terpotong oleh deringan ponsel di tas tangan mewahnya. Dia mengambilnya, "Oh, lihat, ayahmu menelpon. Dia pasti marah karena kau terlambat.."

"Mom angkat saja, aku akan mencari kalungku.." ucapnya keras kepala.

Ibunya geleng-geleng kepala dan sedikit menjauh untuk mengangkat telponnya. Anak itu masih mengorek tanah.

"Hey, kau sedang apa?"

Fraya mendongak. Di depannya sudah ada seorang bocah laki-laki yang sedang makan es krim.

"Kenapa kau menangis?" tanyanya lagi. Bocah itu ikut berjongkok di sampingnya.

Fraya menyeka pipinya,"Aku menghilangkan kalungku. Nenekku pasti marah.." dia menoleh ketika  bocah itu malah mengambil sebuah ranting pendek dan ikut mengorek tanah. "Apa yang kau lakukan?"

"Aku membantumu.." ucapnya sambil menjilati es krim, "kalungmu seperti apa?"

"Kalungku ada angsanya, dia bagus sekali. Matanya berwarna merah.." Fraya terisak, "bodoh sekali aku menghilangkannya.."

"Hey, tidak usah menangis. Kita cari sama-sama. Ini, kau mau es krim?" bocah itu menyodorkan es krimnya, "Ibuku selalu memberi adikku es krim kalau dia menangis. Dan dia akan berhenti menangis. Kuharap kau juga.."

Fraya menerimanya dan dia menjilatnya, "Terima kasih. Ini enak.." dia tersenyum, "oh ya, sedang apa kau di sini?"

"Aku akan menonton konser bersama ibuku. Dia sedang mengobrol dengan temannya di parkiran sana. Aku bosan dan tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Jadi aku jalan-jalan saja dan kemudian aku bertemu denganmu.."

"Kau akan menonton konserku?" mata gadis kecil itu melebar.

"Konsermu?" bocah itu ikut terkejut, "jadi kau yang akan konser?"

Fraya mengangguk.

"Kenapa kau masih disini?"

"Aku mencari kalungku.."

Terdengar suara ketukan sepatu dan ibunya kembali menghampirinya, "Fraya, sudah tidak ada waktu lagi. Lupakan soal kalungnya, nenek tidak akan marah. Ayo kau harus siap-siap.."

"Tapi, mom.."

"Ayo, Sayang.. ayah dan Jeff menunggumu.."

"Mom kumohon.. lima menit sajaa.." dia mulai merengek.

Ibunya mengangkat satu tangannya, "Baiklah. Lima menit. Kalau lebih, mom akan menyeretmu.."

Fraya mengangguk dan ibunya berbalik, "Mom menunggu di pintu.."

"Terima kasih, Mom!"

Kemudian Fraya dan bocah itu kembali mengorek-orek tanah. Gadis kecil itu masih menjilati es krimnya.

"Hey, aku rasa ibumu benar. Kau harus siap-siap.."

Fraya menatapnya, "Bagaimana dengan kalungku?"

Bocah itu tersenyum lebar, "Jangan khawatir. Akan kucarikan sampai ketemu. Sehabis konser nanti kau harus ke sini lagi, oke?"

Fraya tersenyum dan tanpa peringatan dia memeluk bocah itu dalam posisi berjongkok. "Terima kasih, kau baik sekali! Baiklah, aku akan ke sini lagi nanti.." dia melepas pelukannya dan berdiri. Dia masih tersenyum.

Bocah itu tampaknya sangat kaget dengan pelukan tiba-tiba itu. Dan saat dia sadar, Fraya sudah mulai berjalan.   "Oh ya, heey! Siapa namamu?!" dia berteriak kencang tapi gadis itu sudah
berlari menuju ibunya.

🎻🎻🎻

Chemistry #2 The Little Swan (Deryn's Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang