19. Imperfect

3.9K 263 14
                                    

            Langit-langit putih adalah hal yang pertama kali Yang Yang lihat ketika membuka mata. Berkedip selama beberapa kali untuk membiasakan retinanya dari cahaya yang menyapa. Tangannya memegang perutnya dan mengusapnya pelan, lantas menoleh hingga menemukan suaminya yang tidur dalam posisi duduk.

            Matanya mengedar memperhatikan ruangan, mencari jam dan akhirnya tahu bahwa hari sudah malam. Ia tidak ingat kapan ia tidak sadarkan diri. Namun, terbangun di rumah sakit bukanlah hal yang mengejutkan untuknya.

            Sejak kehamilan pertamanya, dokter sudah mengatakan kalau daya tahan tubuhnya akan melemah dan kemungkinan ia akan sering sakit. Terutama sakit pada perut bagian bawahnya. Untuknya sebagai seorang laki-laki, rasa sakit itu mungkin akan berkali lipat lebih sakit karena fisiknya yang berbeda. Rahimnya juga tidak sesempurna milik perempuan, itu yang membuatnya sering merasa sakit dan keram. Karena janinnya yang berkembang menekan-nekan dinding rahimnya.

            Yang Yang hanya berharap bayinya sehat dan kuat di dalam sana.

            “Kamu sudah bangun?” Seungcheol yang nyawanya langsung terkumpul kala tubuhnya oleng dan melihat suaminya sudah membuka mata. Bibirnya mengembangkan senyum penuh rasa syukur. Di raihnya jemari yang bebas dari infus dan menggenggamnya dengan lembut.

            “Maaf karena membuatmu khawatir,” ucap Yang Yang dengan suaranya yang sedikit parau. Efek dari demamnya yang belum usai.

            Laki-laki kelahiran 1995 itu menundukkan kepalanya dan mencium dahi Yang Yang selama beberapa saat. Tangan kirinya melepas genggaman dan mengusap sisi wajah suaminya. Lantas memindahkan ciumannya pada belah bibir pucat yang terlihat kering. Menjilatnya sekilas.

            “It’s okay, yang penting sekarang bagaimana keadaanmu? Masih pusing? Perutmu masih sakit?” tanya Seungcheol, kembali pada posisinya semula. Menggenggam tangan Yang Yang dengan sepuluh jemarinya.

            “Tidak seburuk sebelum aku pingsan,” jawab Yang Yang.

            “Baguslah.” Ditepuk-tepuk perlahan punggung tangan Yang Yang dan membawanya pada pipinya yang tirus. Mengecupnya satu dua kali. “Semoga keadaanmu membaik dan besok bisa pulang.”

            Setelahnya hanya ada keheningan. Dua manik beda warna saling berpandangan. Bertukar perasaan, menyelami indahnya netra dari pasangan. Menunjukan cinta dari indra penglihatan.

            “Aku tidak akan meninggalkanmu sendiri lagi,” bisik Seungcheol, tepat saat kelopak mata Yang Yang memberat dan kembali tertidur.

***

            Butuh waktu kurang lebih 48 jam bagi Yang Yang untuk diizinkan keluar dari rumah sakit. Keputusan dokter yang didukung penuh oleh sang suami. Bahkan Seungcheol berniat menambah durasi menginapnya, jika ia tidak mengancam akan kabur ke China.

            Sembari menunggu Seungcheol menyelesaikan pembayaran, Yang Yang memainkan ponselnya. Membalas pesan-pesan dari manajer dan iseng membuka sosial media. Mata sipitnya semakin sipit saat melihat kolom Dmnya membludak, instagram maupun weibo.

            Jantungnya mendadak berdegup kencang saat membaca satu persatu DM dan kiriman-kiriman yang men-tag akunnya. Meski ia tidak membuka pesan-pesan itu, bar reviewnya sudah menunjukkan semuanya. Ia menggigit bibir dan merasa pusingnya kembali.

            “Sayang.”

            Tangan Seungcheol menepuk bahunya. Dengan spontan Yang Yang memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku coatnya.

Endless Love || Seungcheol x Yang YangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang