𝟏𝟕: Work Together

841 153 3
                                    

Jaehyun memang banyak tersenyum, berbeda dengan Jimin hingga Rosé bisa menghitung dengan jari berapa kali ia melihat suaminya tersenyum, dan nyaris tak pernah melakukan candaan sama sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaehyun memang banyak tersenyum, berbeda dengan Jimin hingga Rosé bisa menghitung dengan jari berapa kali ia melihat suaminya tersenyum, dan nyaris tak pernah melakukan candaan sama sekali. Jaehyun yang dapat mencairkan suasana dengan candaan konyolnya entah situasi itu pantas atau tidak, aura maskulinnya tetap saja tidak terpancar.

Bahkan, Rosé tiba-tiba menyadari bahwa Jaehyun memiliki kebiasaan buruk menertawakan kemalangan orang lain, seperti saat pria itu menertawakan ketidaknyamanan Lucas Wong bagian kepala HRD, gara-gara diperintahkan mencari Rosé untuk meminta maaf.

Pemikiran Jaehyun kurang dewasa karena ia lebih mudah 5 tahun dari Jimin, Rosé mengingatkan diri sendiri. Oleh sebab itu, terkadang Jaehyun memandang kehidupan adalah hanya untuk bersenang-senang belaka. Dan karena ia lebih muda, mungkin Rosé tidak adil karena membandingkannya dengan sang kakak yang jauh lebih cerdas dan lebih bijaksana.

Rosé seketika mengernyit, mendapati dirinya membentur dinding kokoh yang menghalangi pemikirannya tentang Jimin. Ia penasaran dan frustasi karena tidak menemukan jawaban, hingga suara berat seseorang menghentikan lamunannya.

"Rosé, bisakah kau membantuku?"

Rosé mengerjap, kembali memfokuskan pandangan matanya dan menemukan Jimin menyipit mengamatinya.

"Oh, ya." Rosé menjawab tidak yakin.
"Apa yang bisa ku bantu?"

"Bantu aku mencatat, sementara aku membaca berkas-berkas ini." Jimin mengibaskan setumpuk kertas pada Rosé. Senyum anehnya di sudut bibirnya nyaris menyiratkan permohonan masam.

Rosé menghela napas sebelum ia berdiri dengan gugup. Lantas, ia menjawab. "Oke. Aku akan membantumu."

"Bagus. Terima kasih." Jimin menjatuhkan kertas-kertas itu, meraih ke bawah dan membuka laci meja, mengeluarkan note serta beberapa pensil tajam, lalu menyodorkannya. "Tarik kursinya, dan ayo kita mulai." Perintahnya, melambai ke kursi bersandaran tegak di sudut kanan kursinya sendiri.

Rosé melakukan apa yang Jimin perintah. Dengan gugup, ia berpindah kursi lalu duduk disana, mengambil note dan pensil. Jimin nyaris tak melirik karena perhatiannya tertuju pada berkas-berkas dihadapannya.

Keheningan mulai melanda beberapa menit, saat Jimin mengumpulkan pikiran dan Rosé harus mencegah dirinya menggigit ujung pensil dengan gelisah. Setelahnya, Jimin pun memulai, mendiktekan komentar dalam nada yang jelas dan tepat sehingga Rosé tidak mengalami kesulitan.

Bermenit-menit kemudian, kegugupan yang sempat dialami wanita itu terasa hilang seketika, tersapu kecepatan Jimin menangani informasi. Setelah mencatat, Rosé tahu pria itu sedang membaca laporan penjualan, dan ia sangat terkesan dengan cara dingin serta kecepatannya berpikir saat Jimin mengkritik laporan tersebut, mengajukan pertanyaan serta membuat pernyataan yang akan membuat orang begitu malang menyusun laporan menggeliat di kursi.

Meskipun pengalamannya masih sedikit, tetapi ada satu hal yang Rosé yakini bahwa semua itu adalah laporan yang seharusnya sudah benar-benar bebas dari pertanyaan dan komentar ketika mendarat di meja kebesaran milik Jimin Kim.

Tak berapa lama, tiba-tiba pintu terdengar diketuk dari luar, dan ternyata Leticia muncul membawa nampan 2 cangkir cappucino. Ia ternyata terdiam sejenak, sorot keterkejutannya terlihat dimatanya yang indah ketika menyadari apa yang terjadi di ruangan itu.

"Taruh saja minuman itu di mejaku, Leticia." Perintah Jimin penuh penegasan. "Dan kau boleh keluar dari ruanganku. Terima kasih."

"Ba-baik Mr. Kim." Leticia menjawab sedikit gugup karena sorot mata bosnya yang menajam kepadanya, mengisyaratkan bahwa ia telah lancang mengganggu dan harus segera pergi dari ruangan tersebut secepat mungkin.

Saat Leticia meletakkan 2 cangkir cappucino di meja yang diperintahkan bosnya, Rosé menoleh kearahnya, kemudian tersenyum tipis kepada wanita asia itu sebelum ia berkata. "Leticia, terima kasih."

Leticia membalas senyuman istri bosnya. Ia tahu, senyuman itu sangat ramah dan hangat. "Sama-sama, Mrs. Kim. Saya keluar dulu." Jawabnya, kemudian diangguki oleh Rosé sembari sedikit menarik kedua sudut bibirnya ke samping.

Setelah dipastikan Leticia keluar dari ruangan Jimin dan menutup pintu, Jimin langsung melanjutkan pekerjaannya bersama Rosé yang sempat tertunda. Jimin kembali berkomentar pedas yang dilontarkannya ketika membahas laporan tersebut, sehingga membuat Rosé semakin menghargainya sambil terus mencatat. Hal itu terus berlangsung halaman demi halaman pertanyaan dan pernyataan dari Jimin hingga membuat Rosé sangat tenggelam sampai-sampai ia terlonjak saat Jimin berbicara langsung kepadanya.

"Apa semuanya sudah kau catat?"

Rosé menengadah, manik cokelat kehitamannya tampak begitu hangat oleh cahaya yang sudah berhari-hari lenyap dari sana.

"Sudah." Jawabnya, lalu tersenyum tipis mendengar nada terkejut senang dalam suaranya. "Aku sebenarnya terlatih untuk urusan catat mencatat." Rosé menjelaskannya dengan malu-malu. "Tapi..."

Jimin mengangkat alis kirinya. "Tapi apa?"

Rosé sejenak menghela napas sebelum ia berkata. "Tapi sejak aku bergabung dengan perusahaanmu, aku jarang mendapat kesempatan untuk menggunakannya. Ya... Aku tahu posisiku." Lanjutnya muram. "Aku hanya sekretaris junior disana. Maka dari itu seniorku menyuruhku bekerja untuk para marketingmu, karena mereka cenderung mencatat laporan hasil penjualan mereka ke perekam mini kemudian menyerahkan kasetnya untuk aku tulis." Ia sedikit mengangkat bahu. "Tadinya kusangka kemampuanku sudah lenyap."

Sebenarnya Rosé mengingat dalam hati, kesempatannya menggunakan keterampilannya itu pada saat bekerja bersama Jaehyun. Namun, sungguh disayangkan ketika pria tersebut begitu mudah dan terlalu santai sampai-sampai semuanya sama sekali tidak menguji kemampuan Rosé. Tidak seperti sekarang saat bersama Jimin yang terlampau serius saat membenamkan diri dalam pekerjaannya.

"Rosé?"

Wanita itu mengerjap, memusatkan pikiran kembali ke arah Jimin yang duduk disebelahnya.

Jimin lantas menyipit mengawasinya dan Rosé menyadari bahwa sekali lagi, pria itu tahu setiap kali nama Jaehyun muncul dikepalanya hingga Jimin langsung bereaksi-menariknya keluar dari lamunan sebelum terjerumus semakin dalam.

"Apakah menurutmu..." Jimin melanjutkan begitu Rosé memperhatikan. "Kau bisa mengartikan dan menyalin itu untukku jika aku menemukan kalimat yang sedikit mengusikku?"

"Tentu saja." Kata Rosé bersemangat. Ia merasa lebih nyaman dengan hubungan bos-sekretaris junior ini daripada hubungan mereka yang lain dan terlalu intim.

~𝐁𝐄𝐑𝐒𝐀𝐌𝐁𝐔𝐍𝐆~

udh lama ga update! terima kasih buat readers yang selalu setia menunggu cerita ini update🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

udh lama ga update!
terima kasih buat readers yang selalu setia menunggu cerita ini update🥰

jgn lupa votement nya🖤

TOUCHING YOUR HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang