1. Awal Sebuah Kisah

12 1 0
                                    

Winda dan Alina besahabat sejak lama. Mereka bersahabat sejak kelas 1 Sekolah Dasar (SD). Kini mereka sudah kelas kuliah semester tiga. Bersahabat sejak lama, membuat mereka mengerti dan paham sifat masing-masing. Winda adalah anak yang feminim, anggun, terkadang rusuh, lembut, suka bercanda dan mudah berbaur. Sedangkan Alina adalah anak yang sedikit tomboy, cuek, jarang memperhatikan penampilan, apa adanya dan sedikit canggung dengan orang baru. Mereka memiliki kepribadian yang sangat berbeda, namun mareka tetap bersahabat.

Winda dan Alina kuliah di kampus yang sama. Winda mengambil jurusan Ekonomi Akuntasi dan Alina mengambil jurusan MIPA Biologi. Meski berbeda jurusan, mereka tetap meluangkan waktu sama lain untuk hangout bersama.

Di hari Minggu yang sangat cerah, Winda mengajak Alina untuk jogging di lapangan Elang Raya. Winda menjemput Alina di rumahnya yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Ia menggunakan sepeda motornya untuk menjemput Alina.

"Ma, aku pergi dulu ya sama Winda." Alina pamit pada mamanya yang sedang menyapu teras.

"Iya, jangan kelamaan ya." Ujar mamanya sambil tersenyum padanya dan Winda.

"Iya, bu. Gak lama kok. Jogging pagi aja."

"Paling abis itu Winda ngajak makan bakso." Samber Alina.

"Heh itu mah elu." Winda menunjuk sahabatnya Alina.

Sementara mama Alina hanya bisa tertawa melihat kelakuan anaknya dan sahabatnya itu.

"Hati-hati ya." Sahut mamanya Alina.

"Iya, ma." Jawab Alina.

Mereka pun berangkat ke lapangan yang biasa digunakan untuk sepak bola itu atau biasa disebut lapangan Elang Raya. Dalam perjalanan mereka bersendau gurau hingga perjalanan tak terasa kalau sudah sampai.

*****

Saat jogging, mereka tidak mau saling mendahului melainkan selalu bersamaan dalam berlari kecil. Alina memberikan salah satu headsetnya pada Winda karena Winda penasaran dengan lagu yang sedang didengarkan Alina. Saat menarik salah satu tali headset, Winda menariknya terlalu kencang sehingga handphone yang diletakkan Aline di saku jaketnya terjatuh.

"Aduh sorry Lin. Sorry banget." Winda langsung merasa bersalah pada sahabatnya itu.

"Iya, nggak apa-apa kok." Alina justru tertawa.

Winda mengambil headset yang terjatuh itu, namun ada tangan yang lebih dulu mengambil headset itu. Seketika Alina dan Winda terkejut. Ia seorang lelaki yang ternyata mengambil headset Alina tersebut. Ia segera bangkit dari bawah dan memberikannya pada Winda.

"Ini headsetnya, mbak." Ucapnya dengan senyum manis.

"I-iya. Makasih." Jawab Winda dengan agak malu-malu dan gugup.

"Iya sama-sama. Saya lanjut lari dulu ya." Ia menganggukan sedikit kepalanya lalu melanjutkan larinya.

Alina memahami apa yang sedang dirasakan Winda. Ia tahu bahwa Winda sedang terpesona dengan pria yang tadi menolongnya mengambilkan headset.

"Memang tuh cowok ganteng, Win?. Kok lo segitunya banget ngeliatinnya?." Tanya Alina sambil mengambil headsetnya dari tangan Winda.

"Iyalah. Lo gak liat tadi senyumnya yang manis, ganteng, tinggi lagi, badannya tegap, gagah. Duh." Jawabnya sambil masih memandangi pria itu yang masih berlari.

"Biasa aja kali. Banyak cowok yang kayak gitu."

"Menurut lo, dia kayak polisi atau tentara gitu gak sih?"

"Mana gua tahu, gua gak peduli. Yuk lanjut jogging!."

"Ih lo gak seru banget deh. Lo makanya cobainlah pacaran, Lin."

Secercah Harapan Untuk WindaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang