13. Bad Day

2.2K 131 0
                                    

Jingga sudah bangun dari pukul 4 subuh tadi karena tiba-tiba perutnya melilit. Yang lain masih tertidur dan jingga malas membangunkan.

"Ngga..." Panggil sebuah suara, setelah jingga menunaikan subuhan. Lusiana, temannya yang paling tidak bersahabat.

"Ada apa"
"Bisa anterin aku ke pasar nggak? Anak-anak temen piket ku masih tidur semua"
"Boleh, 10 menit lagi"

Keduanya kini sudah di pasar kecamatan, memilih dan membeli apa saja kebutuhan mereka yang habis di posko. Tak di duga jingga, Lusiana malah menyuruhnya membawa seluruh barang belanjaan. Jingga mendengus, Lusiana tampak asik memilih lalu memberikannya di tangan jingga tanpa Beban.

"Lus... Ini berat tau. Ya kamu bawa juga dong, masak kamu gak bawa apa-apa"

"Sebentar Ngga... Aku kalau bawa itu, nanti nggak bebas mau milih-milih"

" Emang kamu mau beli apalagi sih. Ini udah cukup buat makan kita seharian"

"Aku mau nyari cemilan buat kita" Lusiana menuju ke pedagang gorengan, cilok dan klepon. Rasanya kaki dan tangan jingga sudah lelah sekali mengikutinya. Kalau tidak karena dirinya dibonceng Lusiana, ia akan melempar semua belanjaan itu ke mukanya.

"Astagaa.. Ngga, pukis nya ketinggalan deh kayaknya. Bisa tolong ambilin nggak?"

"Bukannya, tadi udah kamu bawa Lus kayaknya"
"Belum Ngga... Plis ya" jingga mengerling malas tapi mau tidak mau ia ambil juga. Sesampai di pedagang pukis, jingga tak menemukan ada pukis Lusiana yang tertinggal. Jingga bersungut-sungut, mencari Lusiana ke parkiran. Ia menengok ke segala arah tapi hasilnya nihil. Tak ada sosok gadis dengan tubuh berisi tersebut di sekitar parkiran. Apa Lusiana sudah meninggalkannya pergi. Jingga mau menelfonnya tapi lupa tak membawa hape dan dompet tadi pagi.

Duh, rasanya mau nangis sendirian di kota orang kayak anak ilang begini.

----------------------***************------------------

"Yaa ampuuuun... Satu posko nyariin kamu. Kamu malah enak-enakan Dateng pagi-pagi begini sama pak Gilang. Darimana aja kamu?" Tegur Choki yang sudah mengabadikan momen Jingga turun dari motor pak Gilang.

Setelah berjalan cukup jauh dari pasar, melewati kecamatan lalu SMA, ia berpapasan dengan pak Gilang yang akan berangkat ke sekolah. Beruntungnya dia, kalau tidak kakinya bisa kram karna berjalan jauh bisa setengah jam lebih.

"Maaf mas, tadi saya lihat mbak jingga berjalan sendirian tadi kasihan sampai kakinya diseret-seret. Jadi saya pikir saya samperin saja, ternyata dia habis dari pasar" jelas pak Gilang lalu berpamitan pergi.

"Makannya, kalau pergi tuh pamit. Banyak kok yang mau anterin. Sia-sia kita ngekhawatirin kamu" kali ini Novi bersuara. Jingga sudah ingin menumpahkan rasa tangisnya dan berteriak sekencang kencangnya. Dia sudah kesal karna ulah Lusiana di pasar tadi, di tinggal seenaknya, berjalan kaki sejauh itu, datang-datang malah dimarahi.

"Ngga... Kamu nggak apa-apa? Kakimu pasti sakit. Mana biar aku pijit" cuma sakti sepertinya yang menawarkan bantuan dengan lembut. Dinda memberikannya minum dan Ferry menyuruhnya istirahat. Tapi jingga sedang di puncak emosional nya. Gadis itu menutup posko, lalu dengan langkah lebar ke belakang mencari sosok yang harusnya diberi pelajaran. Dinda dan yang lainnya hanya menatap heran.

'pranggg' suara piring pecah dari dapur. Jingga tidak sengaja menubruk Lusiana yang sedang membawa piring kotor untuk dicuci.

"Apaan sih Ngga!! Matamu tuh taruh mana kalau jalan!!" Teriak Lusiana. Ada sesuatu yang nggak beres disana, kordes, Dinda dan Sakti bergegas ke belakang.

"Ya otakmu tuh taruh mana!! Kalau nggak punya otak, pakai hati!! Kamu tinggal aku seenaknya di pasar setelah kamu suruh bawa barang belanjaan yang berat. Sampai posko kamu nggak nyariin aku malah temen-temen marahin aku. Itu artinya kamu sengaja" jingga tak kalah meninggi nada nya. Tangisnya pecah dan melegakan.

GRAMMAR IN LOVE (GAGAL MOVE ON) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang