Yorala membuka perlahan pintu kamar Ragafa. Sudut bibirnya terangkat begitu saja melihat Ragafa yang tengah tertidur damai. Ia berjalan mendekati laki-laki itu dan duduk di kasurnya. Ia pun membelai rambutnya.
Kening gadis itu mengerut saat merasakan tangannya menjadi panas saat bersentuhan dengan laki-laki itu. “Raga demam?”
Ragafa tidak menjawab. Namun, laki-laki itu terlihat kedinginan. Yorala pun meraih tangan Ragafa dan menggenggamnya kuat.
Gadis itu menciumi tangan Ragafa. Laki-laki itu pun perlahan membuka matanya. Ia menerbitkan seringai sendu saat mata keduanya saling beradu.
Lo ada di saat gue butuh, Ra. batin Ragafa. Makasih.
“Ngapain lo di sini?” tanya pelan Ragafa.
Gadis itu melepas perlahan tangan Ragafa, lalu tertegun. “Yora cuma keinget Raga, tapi kalo Raga gak suka Yora di sini, Yora bakal pergi, Ga,”
“Gak usah,”
Yorala menaikkan pandangannya. Ragafa pun bangkit untuk duduk. Ia menjatuhkan kepalanya di ceruk leher gadis itu, lalu tersenyum.
“Temenin gue malam ini, ya,”
“Tapi—”
“Tenang aja, gue gak bakal ngapa-ngapain lo, kok.”
“Raga kenapa jadi beda?” tanya Yorala. “Bukannya Raga gak mau deket-deket sama Yora, ya?”
Ragafa hanya tersenyum. Bohong kalo gue gak mau deket sama lo, Ra.
“Apa lo bisa lupain semua yang terjadi di antara kita, buat hari ini aja, Ra?”
“Kenapa gitu?”
“Gue butuh pelukan lo.”
Hahaha! Udah gila nih anak! batin Yorala. Lo pikir diselingkuhin bisa dilupain gitu aja, hah?!
“Kalo itu mau Raga, Yora bakal peluk Raga.”
***
Ragafa bersedekap dada. Ia bersandar di dekat pintu kelas untuk menunggu Yorala. Dari kejauhan, gadis itu terlihat akan melewatinya. Bibirnya pun menyunggingkan senyuman.
Namun, sorot bahagianya padam begitu saja saat Yorala tiba-tiba melewatinya tanpa melirik ataupun menyapanya. Jantungnya serasa tertusuk ribuan pedang melihat perubahannya.
“Ra?” panggilnya. Yorala pun menghentikan langkahnya. “Lo gak bawa makanan buat gue?”
Yorala berbalik, menatap datar Ragafa. “Tupperware Yora habis, Raga,”
“Lo ... bohong, ‘kan?”
Yorala menggeleng pelan. “Yora gak pernah bohong, Raga.”
“Gue belum sarapan, Ra.”
“Kantin ada, Ga.”
“Gue gak biasa makan makanan luar.”
“Mulai sekarang biasain, Ga.” Yorala bersikap dingin. “Gak semua makanan luar gak baik.”“Gue gak bawa uang, Ra.” Ragafa terus mengelak. Ia hanya ingin makan makanan Yorala.
“Yora pengen ngasih uang sama Raga, tapi Yora takut dibilang sombong lagi sama Raga.” ungkap Yorala. “Minta tolong sama Alisya aja, ya, Ga.”
“Gak, Ra!” Ragafa emosi. “Gue gak mau!”
Yorala tersenyum. “Terserah Raga aja,” balasnya lembut. “Maaf, Raga. Yora gak bisa lama-lama di sini. Kaki Yora pegel, Ga. Yora duluan, ya,”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia dalam Karya (Terbit)
Novela JuvenilAntara pura-pura dicintai dan pura-pura dibenci, manakah yang lebih menyakitkan?