8

115 15 4
                                    

"JANGAN!"

Aku yang baru saja membuka sedikit pintu langsung memundurkan langkah.

"JANGAN JANGAN KAU TOLAK CINTAKU.. JANGAN JANGAN,"

Stress

Aku menghembuskan nafas pelan. Melihat tingkah Rey yang dengan tidak tahu malunya menyanyi dengan celana kolor bergambar Kartun Kiko.

"REY ASTAGHFIRULLAH!!" Bunda yang semula memasak pun mulai menodongkan sepatula kearah Rey.

"Apasih bund. Eh ada CaKaTi, ngapain di depan pintu? Mau nyuri ya? Astaghfirullah bunda.. Lihat calon kakak tiriku itu.. Dengan ber-" Tepat. Spatula mendarat di bahu kanan Rey yang hanya tertutup kaos putih. Dia meringis pelan.

Bekas Tawuran.

Aku hanya memutar bola mata malas.

"Iya masuk aja sayang, itu kamar bunda," Aku menganggukkan kepala, seharusnya memang dari awal aku tidak boleh berfikir secara Impulsif.

Apalagi aku adalah seseorang yang baru pertama kali menginjakan kaki dirumah seseorang.

Aku bukan orang yang tanpa adab kan (?). Mengingat daya impulsif ku tadi aku merasa.. Adab ku kurang.

Tidak-tidak. Oke Fe! Kamu harus tau! Segala-galanya itu emang penting. Tapi adab yang utama.

Jangan sampai bunda juga secara impulsif mengatai calon anak tiri nya ini sebagai seseorang yang.. Kurang adab(?)

Em.. Kurasa pikiranku sudah sulit untuk dikendalikan.

---

"Cantik banget bujed kaka gue," Aku mendengar gumaman Rey yang sedang mengunyah perkedel kentang, memutar bola mata malas, aku duduk tepat di depan Rey di meja makan.

"Cantik lah, anak bunda," Aku agak terkekeh pelan, melihat ekspresi wajah bunda yang sedang merasa bangga karena baju miliknya yang aku pakai terasa begitu pas.

"Bund, apa dia harus jadi kaka tiri besok?" Aku yang tadinya sedang minum, langsung tersedak.

Ini bocah kenapa lagi?

"Kenapasi? Orang Fe lebih cocok jadi anak kandung bunda, daripada kamu" Aku tidak bisa menahan tawa. Rey dengan dramatis melotot tidak suka dan mendegus kesal.

"Gajadi, padahal aku mau jadiin Fe ini calon mantu bunda, " Jawaban asal-asalan bocah tengil itu tentu membuat bunda kesal dan langsung mencubit pipi Rey.

"Sakit, " keluh Rey pelan. Aku tidak tau harus merespon seperti apa, hanya melihat sambil sesekali terkekeh pelan.

"Cari yang lain, Fe ini emang cantik makanya ga cocok sama kamu," bunda menyendokan nasi diatas piring kosong di depanku. Aku bahkan lupa, kapan ada adegan seperti ini terjadi dimasa lalu.

"Rey juga ganteng bundaaaa," Melirik sekilas, aku mendegus pelan. Dia ini kenapa? Aku rasa ucapan mengenai keinginan dia untuk memiliki adik perempuan hanyalah omong kosong, lihat saja manja nya tidak terkalahkan.

"Brisik banget, udah makan. Katanya dari dulu pengen punya kakak cewek biar bisa man--" Rey memasukan perkedel kentang kedalam mulut bunda, aku yang melihat langsung mencubit kecil lengannya.

"GA SOPAN!" Bunda menurut sambil mengunyah perkedel kentang, aku tersenyum tipis. Bunda lucu sekali, pantesan ayah suka.

Kami makan bersama, bunda tidak mau berbicara selama makan kepada Rey. Rey sudah meminta maaf, hanya saja bunda tidak menjawab. Kami makan dengan Rey yang terus-terusan memanggil bunda, aku hanya diam.

Kami hanya bertiga, tapi sudah seramai ini. Apalagi besok ditambah ayah? Pasti akan seru, entah kenapa. Sedikit demi sedikit, aku mulai menyukai keramaian. Sepi dan tenang memang aman, tapi penuh candaan aku rasa tidak seburuk yang aku pikirkan.

---

"Kamu tadi makan siang dirumah bunda?" Ayah bertanya ketika aku sedang membaca buku.

"Iya, di jemput Rey." Melirik ayah sebentar, ada ukiran senyum yang tak begitu kentara.

"Makasih ya, jangan terlalu begadang ya Fe." Makasih ya? Terkekeh sebentar, aku jadi merasa lucu. Ternyata lelaki yang sudah berusia pun bisa jatuh cinta dua kali.

Aku menutup bukuku, berjalan menuju rak buku di kamar dan meletakkanya. Aku suka buku, komunikasi dalam bentuk verbal melalui tulisan yang di paparkan oleh penulis mampu membuatku terhibur dan merasa ditemani. Jika ada patner paling keren, aku jawab buku. Tidak novel , bukuku lebih ke self improvement and development daripada bucin yang membuatku terpengaruh sehingga meningkatkan halu dan candu.

Merebahkan diri di kasur, aku mencoba memejamkan mata. Kilasan kejadian hari ini membuatku sedikit mengukir senyum.

Manusia berkamera tau aku? Itu adalah hal wajar karena dia anak OSIS dan aku siswi di sekolah itu. Kan?

Tapi apa hubungannya dan apa korelasinya dia memberi afirmasi bahwa dia tau aku? Aku memang tidak terkenal, dan jarang brsosialisasi disekolah. Tapi bukan berarti aku tidak tahu orang-orang yang menjadi tokoh utama dalam sekolah kan?

Pertama aku menunggu 30 menit lebih dan menahan pegalnya kepala ku agar tidak ketahuan oleh si pembuat strategi tawuran part 2. Lalu manusia berkamera yang tidak aku tahu namanya itu muncul. Tidak mungkin kan tiba-tiba muncul? Dia tidak segabut itu untuk pergi ke belakang sekolah dan memfoto meja kursi yang berantakan itu?

Aku punya beberapa pikiran tentang dia, ini akan seru dan menyenangkan. Aku tidak akan mudah untuk mengatakan, tapi rasanya semua bisa si korelasi kan.

Untuk calon adik tiriku itu, karena dia akan menjadi sodaraku, aku tidak akan membiarkan bunda dan ayah terus mengeluh karena kenakalannya. Aku calon kakak.

Calon kakak?

Aku tersenyum geli, rasanya lucu sekali membayangkan bagaimana cara menjahili adikku yang manja.

Ah sudahlah.. Saatnya aku tidur dan mulai memberikan waktu untuk seluruh tubuhku.

Mematikan lampu tidur, aku suka kegelapan saat terlelap. Selamat malam.

---

"Zara cakep amat ya,"

"Blasteran emang beda, sekelas Zara kalo jomblo gue pacarin."

Tokoh utama akan selalu diperbincangkan, mengapa orang-orang rela membuang waktu untuk memberi presepsi seseorang? Aku terus melangkah menuju kelas, dengan tegak dan tanpa toleh menoleh. Suasana pagi ini membuatku mengukir senyum beberapa saat sebelum mataku menemukan manusia ber kamera yang sedang mengarahkan kameranya ke arah ku.

Tidak ingin percaya diri, aku hanya diam saat langkah ku semakin dekat dengan manusia berkamera itu. Dia tersenyum, dan masih terus mengarahkan kameranya ke arah ku. Entah memotret ku, atau memotret lantai, dinding, pohon, orang lain aku tidak peduli.

"Cantik banget," Lirihnya saat aku dan dia bersingungan. Aku masih terus melanjutkan langkah, sebelum cowok menarik tasku.

"Berhenti dulu," Aku berhenti, jika tidak tasku akan terus di tarik kan? Dan membuatku jatuh. Atau tasku menjadi rusak.

Setelah tangan itu tak lagi menarik tasku. Membalikan arah, aku dan dia saling berhadapan. Mengangkat alis sebelah, adalah kode agar dia mengatakan apa maksudnya.

"Kita perlu bicara," Sekarang bahkan dia sedang berbicara. Dia ini kenapa?

"Ya," Aku menetapnya, menunggu apa yang akan dibicarakan. Menebak, aku pikir dia akan berbeda tentang obrolan yang didengar saat di belakang sekolah kemarin.

"Gue Yopi," dia memperkenalkan namanya, aku melirik name tag. Yopi P. Oke. Yopi si pembawa kamera.

"Fe, " Aku tidak memasang name tag. Entah dia sudah tau namaku atau tidak, bodoamat. Aku sudah memberikan feedback, semoga dia paham.

"Gue tau lo," Dia melirik sekilas, kami ada di pertigaan koridor antara IPS dan IPA. Memajukan langkah, aku mengernyit bingung.

"Lo ada tau kan?"

🍂🍂🍂

Nyicil, maaf banget aku tinggal cerita ini beberapa lama. Terimakasih sudah menunggu 🤍

Semoga Paham, kalo ada yang bingung dan typo mohon maaf yaa segera berkomentar 😭

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

bukan FIGURANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang