14. Pengajuan Revisi (Cinta)

2.3K 126 0
                                    

Pukul setengah 6 pagi, jingga bersiap ke kamar mandi sebelum akhir nanti akan ke kantor desa. Namun di dapil rupanya terdengar kasak kusuk suara Lusiana, Ivy, Novi dan Diana sedang membicarakannya.

"Ya emang dia harus dikasih pelajaran. Bayangin ajalah, baru seminggu disini, dia tuh udah kayak Dewi cinta. Dia Deket sama kordes, pak Raka, terus sakti, belum juga kepala sekolah tuh" ujar Lusiana dengan menggebu-gebu.

"Bener, padahal kan pak Raka udah punya Bu Sarah. Bisa jadi jingga ngerebut dia dari Bu Sarah dong" Novi menimpali.

"Vy, emang Bu Sarah nggak ngomong apa-apa gitu ke kamu. Kamu kan calon adik iparnya?" Tanya Diana.

"Mbak Sarah sih bilang kalau dia ada rencana seminar pra nikah gitu Minggu depan. Itu artinya, hubungan mereka masih baik-baik aja" kata Ivy. Jingga mulai menajamkan telinganya. Pembicaraan ini mulai membuat hatinya kebat-kebit.

"Haah masak? Sama pak Raka?"
"Iyaaa"
"Yaa ampun, masak Bu Sarah nggak tau apa-apa sih tentang kabar kedekatan jingga dan pak Raka, kasian. Kenapa kamu nggak bilang sih vy? Tanya Lusiana.

"Udaah, aku udah bilang. Kata mbak sara, jingga itu adiknya sahabat pak Raka. Jadi nggak mungkin ada apa-apa. Hubungan mereka kayak kakak adik"

"Terus berarti gosip Bu Sarah sama pak Raka mau nikah bener berarti?"

"Ya bener lah, orang kemarin udah ngurusin cari vendor buat prewed dan nikahan"

Hati jingga memanas mendengar pembicaraan itu. Apakah benar? Ini adalah patah hati ke dua kali baginya. Bahkan Kali ini, setelah ia sedikit luluh dengan lelaki itu. Jingga melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Tak peduli masih ada mereka menghibahinya.

"Eh eh yang dibicarain Dateng rupanya" celetuk Lusiana. Malas sekali harus berurusan dengan mereka sepagi ini.

"Heran, masih pagi kok ya punya tenaga buat hibahin orang. Nggak suka tuh ngomong di depan langsung" sarkas jingga, sambil membanting pintu kamar mandi.

-------------------*************--------------------

Hari ini jingga piket ke kantor desa sampai siang bersama Sakti dan Dinda. Baru setelah itu ke SMA seperti biasanya. Semenjak kejadian kemarin, sepertinya ia malas mau berlama-lama di posko. Lusiana dan beberapa yang lain seakan memusuhinya. Sekarang ditambah masalah tadi pagi, dia jadi kepikiran tentang Raka. Laki-laki itu 3 hari kemarin sedang sibuk mencari vendor pernikahan dengan Bu Sarah?

"Kamu nggak laper? Kamu berangkat belum makan" tanya Sakti.

"Laper lah, masak nggak. Heran, masak nasi dikit banget apa sampek aku nggak kebagian" Keluhnya.

"Nanti kalau mau ke sekolah aku beliin makan" tawar Sakti.

"Itu sih namanya makan siang Sak. Bukan sarapan" jingga memberengut, dia masih saja bersungut-sungut. Dinda maklum melihat gadis itu, sudah sakit hati malah kelaparan juga hahaha.

Tiba-tiba suara seseorang menyapa pamong di depan terdengar di telinga mereka. Seseorang itu melangkah dengan terburu-buru dan langkah lebar menuju ruangan mereka bertiga. Raka!! Dia membuka pintu dan masuk ruangan seakan ada gempa saja yang baru terjadi.

"P pagi pak..." Salam mereka.
"Hmm..." Salam yang tak dibalas itu menjengkelkan.
"Jingga, ikut saya"
"K Kemana pak?" Laki-laki itu sudah keluar tanpa menjawab pertanyaan Jingga. Jingga mengikutinya di belakang dengan buru-buru. Rasakan kamu jingga, salahmu sendiri sengaja mengabaikan semua pesan masuk dan panggilan dari Raka. Macan tidur sudah bangun jingga!!

"Hallah.. moduss!!" Terdengar sakti berseloroh sengit yang diikuti tawa renyah Dinda.

Keduanya kini berada di salah satu ruangan yang sepi. Jingga jadi merinding karna Raka juga menutup pintunya. Dia heran, Raka itu dosen apa kepala desanya? Bisa-bisa nya dia punya akses mendapat ijin memakai ruangan yang kosong. Aah kalau ini tanyakan author ajalah, biar nggak pusing haha.

"Ada apa?" Tanya jingga, Raka sedang dalam mode mengerikan.

"Kamu yang ada apa? Telfon ku tak diangkat. Pesan nggak di buka sama sekali. Bikin aku khawatir" Pembohong ulung. Pura-pura khawatir padahal dia sedang merencanakan pernikahan dengan Bu Sarah 3 hari ini. Dia hanya khawatir karna dirinya adalah adik mas Awan. Tidak lebih!!

"Yaudah sekarang lihat kan, aku baik baik aja"

"Tanganmu kenapa?"
"Habis jatuh" Raka mengusap wajah gusar. Gadis di depannya ini kenapa berubah dalam 3 hari.

"Jangan bohong"

"Kalau udah tahu ngapain tanya" jingga menahan suaranya agar tidak terdengar keluar. Raka beranjak dari tempat duduknya, memutari meja ke kursi yang diduduki jingga. Ia menarik tangan jingga, lalu melihat tangannya yang di perban. Jingga menarik paksa tangannya.

"Udah periksa?"
"Ini nggak parah. Seminggu juga udah kering" luka di tangan bisa kering, tapi luka di hati 3 tahun juga masih aja terasa sakit. Padahal kemarin-kemarin dirinya Sudan sedikit membuka hati untuk Raka. Tapi hari ini dibuat berfikir kembali.

"Kita ke puskesmas, kamu harus diobati disana, biar diganti perbannya" jingga memutar bola matanya jengah.

"Nggak usah berlebihan gitu deh. Ini cuma luka ringan"

"Nanti bisa infeksi. Kamu jangan keras sepala bisa nggak. Tinggal nurut aja apa susahnya" nada suara Raka sedikit meninggi. Mau tidak mau jingga harus mengalah.

"Luka seperti itu mau dibiarin aja?!" Cibir Raka. Setelah dari puskesmas, keduanya kini mampir membeli makan untuk sarapan di sebuah depot. Sepanjang perjalanan dari kantor desa sampai puskesmas Raka tak henti-hentinya mengomel. Bahkan dari puskesmas sampai sini pun lelaki itu masih tak lelah untuk mengomel.

"Kamu tuh bisa diem nggak. Aku tuh mau menikmati makananku. Kayak emak-emak tau" Raka berhenti bicara, namun berganti memandangi gadis itu yang sedang makan.

"Aku nggak suka diliatin kayak gitu"
"Dulu aja nggak masalah" jingga mengerling.

"Raka... Sepertinya kita jangan dekat-dekat lagi deh mulai sekarang" pinta jingga setelah makannya tandas. Jingga sebenarnya ingin menanyakan perihal Bu Sarah tapi lagi-lagi diurungkan. Bisa-bisa Raka besar kepala nanti. Ia juga takut untuk mendengar kebenaran nya. Sepertinya keputusan nya untuk menutup rapat-rapat kenangan masa lalu nya sudah benar dan jingga takkan mau membuka pintu untuk Raka lagi. Dia harus bisa.

"Kenapa?"
"Ya karna aku nggak enak sama teman-teman ku. Kamu tau, gara-gara perhatian kamu ke aku yang berlebihan, Lusiana dan geng nya jadi nggak suka sama aku"

"Ya itu salah mereka"

"Kenapa kamu jadi nyalahin mereka?"

"Ya kenapa mereka nggak ngedeketin aku biar tau rasanya aku perhatiin tuh gimana" astagaa... Sindrom narsisme nya orang ini mulai keluar.

"Sebentar! Jadi maksudmu kamu deketin aku karna aku yang berusaha ngedeketin kamu Ka? Najis" Tanya jingga penuh selidik. Raka salah tingkah, salah ngomong sama cewek tuh urusannya bisa panjang kan!

"Nggak gitu maksut aku. Analisis dan hipotesa mu tuh kejauhan"

"Lalu? Bagian mana dari kata-kata mu yang bisa aku percaya i?"

"Semuanya harus kamu percaya! Jika itu adalah sebuah TA (tugas akhir), maka selain Bab terakhir, seluruh Bab sebelumnya adalah kebenaran" Raka mengucapkannya dengan penuh tekanan.

"Jadi maksudmu, kesimpulan TA mu salah? Dan harus kamu revisi ulang?"

"Betul"

"Lalu kenapa bisa kamu membuat kesimpulan yang salah setelah berkutat dengan buku, jurnal dan sampel selama ini? Bukankah itu melelahkan dan sia-sia? Kamu menipu banyak orang dengan hasil akhir mu Raka" Raka mengangguk pelan.

"Mau kah kamu membenahi dan menyempurnakan tugas akhir ku?" Raka meraih jemari jingga ke dalam genggamannya. Sejurus, Jingga terpana dengan permintaan Raka. Dia bingung apakah harus bahagia atau apa. Bayang-bayang masa lalunya masih menghantui. Obrolan teman-temannya tadi pagi masih terngiang-ngiang di telinganya. Tapi Tawarannya menggiurkan. Jingga menggeleng kuat-kuat.

"Ini sudah 3 tahun berlalu, dan kamu baru saja mengajukan revisi. Maaf, kamu harus memulai dengan usaha yang lebih besar, persiapkan mental mu dengan penguji-penguji profesional" pungkas Jingga.

--------------------***********---------------------

GRAMMAR IN LOVE (GAGAL MOVE ON) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang