5. Belanja

11.7K 1.3K 78
                                    

Siapa yang nunggu? Jangan lupa vote dan komen ya, guys ♡

*

5. Belanja

"Lo tahu apa yang Ariana Grande bilang dalam lagunya yang berjudul My Everything?"

"Apa?" balasku kepada Selly di seberang sana, sambil mengaduk-aduk bingsu yang kupesan di kedai es krim ini.

"Kita nggak akan pernah tahu seseorang adalah segalanya, ketika dia belum jadi orang asing dan hilang dari pandangan kita."

Kusuapkan sesendok bingsu ke mulut sebelum menjawab, "Korelasinya sama yang lo bahas soal Wisnu itu apa?"

"Ya itu yang dirasain Wisnu. Dia baru sadar lo berarti buat dia, setelah lo pergi. Makanya waktu sekarang ketemu lagi, dia ngelakuin segala cara buat nebus kesalahannya."

Aku tertawa keras atas hipotesisnya yang ngawur. "Dia nggak salah apa-apa sama gue. Orang gue yang ngelakuin kesalahan."

"Who knows? Segala kemungkinan bisa terjadi, Kaia Sayang."

Aku mendengus. "Tapi bukan tentang Wisnu yang punya perasaan ke gue. Itu jelas ngawur."

"Ngeyel, dibilangin. Lo kasih kado stroller buat anak gue entar ya, kalau omongan gue kebukti."

Aku kembali tertawa dan menyetujui, karena aku sangat yakin apa yang Selly bicarakan itu salah besar. Perasaan Wisnu dulu, itu hanya untuk Dian. Dan keberadaanku dalam hidupnya hanyalah sebagai pengacau untuk mereka berdua.

Selesai bertelepon dengan Selly, aku menandaskan bingsu dan keluar dari kedai setelah membayar. Ini weekend, dan aku memanfaatkannya dengan me time dilanjutkan berbelanja. Kebetulan kulkasku sudah kosong. Dan karena sekarang mulai siang, aku bergegas ke lantai dua pusat perbelanjaan ini yang menyediakan berbagai macam kebutuhan sehari-hari.

Sebenarnya tidak banyak yang harus kubeli, karena memang lima hari dalam seminggu dari pagi sampai sore, aku makan di luar. Makan di apartemen hanya satu kali yaitu malam, dan seringnya aku memasak yang gampang saja seperti mi instan atau roti bakar. Justru aku lebih banyak membeli camilan dan permen untuk menemani nonton drakor.

Tiba di rak berisi snack, mataku terpaku pada jejeran Pocky—makanan kesukaanku. Dan tentu saja aku langsung mendekat untuk mengambil beberapa. Sayangnya, letaknya yang cukup tinggi membuatku sedikit kesusahan. Earphone yang terpasang di telinga kiri sampai copot karena tersenggol-senggol. Mengembuskan napas kesal, aku berjinjit untuk menggapainya lagi. Namun tiba-tiba sebuah tangan lain terulur dari belakang dan meraih kotak Pocky dengan gampangnya.

Karena kaget, aku spontan membalikkan badan. Dan seketika terkesiap ketika wajahku berhadapan dengan dada bidang seseorang. Ketika dia menunduk untuk menyejajarkan kepala, aku menahan napas. Wajah yang terpahat tampan dengan potongan rambut side part dan senyum tipis itu membuatku terpana untuk sesaat. Tanpa bisa ditahan, pandanganku turun sehingga bisa melihat outfit yang dia pakai—kaus abu-abu, celana jeans slim fit dan sneakers. Aku seperti berhadapan dengan dirinya versi anak kuliahan. Huh. Dia benar-benar awet muda, ya?

"Hai, Kaia," sapa dia dengan suara berat khasnya.

Itu membuatku mendongak dan buru-buru mengangguk. "H-hai, Mas Wisnu."

Masih mempertahankan senyum, dia mengangkat kotak Pocky sejajar wajah. "Mau ambil berapa?"

"Mm ... beberapa, sih."

Tanpa kata, dia kembali mengulurkan tangan ke atas untuk mengambil beberapa kotak Pocky dan meletakkannya di troli yang kupegang.

"Cukup?"

Aku mengangguk, lagi. "M-makasih."

"Iya."

Kini dia kembali sepenuhnya menghadapku, masih sambil tersenyum. Dan aku hanya mematung saat pandangannya turun, ke arah pakaian yang kupakai. Otomatis itu membuatku ikut menunduk, menatap mini dress denim blouse yang kukenakan. Rambut kucepol ke belakang. Kurasa tidak ada yang salah dengan penampilanku, tapi kenapa cara menatapnya kelihatan aneh?

"Gemes."

Mataku membulat. "Hah?"

"Ah ... enggak." Dia menggaruk tengkuk. "Tadi aku nanya, kamu lagi belanja?"

Aku yakin sekali tadi dia bergumam hanya satu kata, bukan kalimat tanya seperti itu. Atau ... aku yang salah dengar? Entahlah, tidak penting.

"Iya." Kulirik isi troli lalu menatapnya lagi. "Makasih, udah diambilin." Setelahnya aku tersenyum setengah. "Kalau begitu aku pergi dulu, permisi."

Aku memang sengaja untuk tidak balik bertanya biar obrolan dan pertemuan terputus di situ. Sayangnya baru beberapa langkah aku berjalan, tiba-tiba dia menahan troliku. Tidak, bukan itu yang membuatku tersentak. Namun tangannya yang tepat di sisi tanganku yang memegang troli, bahkan jari kelingkingnya menimpa jari kelingkingku. Seperti ada sensasi tersetrum yang membuatku refleks menarik tangan dengan cepat.

"Sorry." Dia berkata begitu tapi tetap tak melepaskan tangannya dari troli. "Kamu mau lanjut belanja?"

Aku menggeleng. "Udah selesai."

Dia terdiam sejenak. "Ya udah, ke kasir yuk."

Yuk?! Aku melongo untuk sejenak. Benar-benar kehilangan kata saat dengan seenaknya, dia mendorong troliku menuju kasir.

"Habis ini mau ke mana?" tanya Wisnu begitu aku dengan berat hati menyusulnya yang kini mengantre di depan kasir.

"Pulang."

Dia mengangguk. "Aku antar."

"Nggak usah," jawabku cepat. Aku tidak mau dia tahu tempat tinggalku.

"Kenapa? Daripada kamu naik ojol atau taksi, mending—"

"Aku dijemput Mas Damar."

Dia terdiam begitu aku memotongnya dengan cepat. "Damar?"

"Hm." Aku tidak bohong. Tadi sebelum sebelum bertelepon dengan Selly, aku bertukar pesan dengan Mas Damar. Dia bilang sedang ada di sekitar sini jadi aku meminta dia untuk nebeng. Lumayan irit ongkos taksi.

"Suruh nggak usah aja. Kamu sama aku."

Sungguh, aku merasa aneh setelah dia mengatakan itu. Apa maksudnya?

"Mas Damar udah sampai di basement." Aku menunjukkan pesan yang baru masuk dari Mas Damar.

Setelahnya, Wisnu sama sekali tidak bicara apa-apa lagi. Aku sendiri juga tidak berniat buka suara. Meski begitu, dia tetap mengekor sambil membawakan tas belanjaanku, sampai ke tempat Mas Damar menunggu. Sejujurnya aku ingin melarang, tapi tidak punya cukup nyali.

"Kai!" Mas Damar melambai begitu aku sampai di dekatnya. Namun keningnya tiba-tiba berkerut. "Lho, sama Wisnu?"

Aku melirik Wisnu yang hanya mengangguk singkat tanpa ekspresi, sebelum kembali menatap Mas Damar. "Nggak sengaja ketemu, tadi."

Aku mengambil tas belanjaan dari tangan Wisnu dan berkata, "Makasih." Lalu menyodorkannya ke Mas Damar. "Bantu masukin."

"Perintah-perintah, sopankah begitu?" Aku hanya tertawa ketika Mas Damar mendumal tapi tetap mengikuti permintaanku. "Nu, mau bareng kita?"

Aku memelotot kepada Mas Damar yang hanya dibalas kerlingan jail. Dan kekesalanku bertambah ketika Wisnu mengangguk.  Namun kemudian aku merasa heran.

"Bukannya kamu bawa kendaraan?" Tadi dia bilang akan mengantarku, kan?

Wisnu menggaruk tengkuk sambil buang muka. "Aku lupa, tadi nebeng Krisna."

Melongo, aku mengerang dalam hati. Niatku ingin cepat-cepat menghindar, tapi dengan gampangnya digagalkan oleh Mas Damar. Sial!

***

Jadwal update hari Selasa, Kamis dan Sabtu yes.

Magelang, 2 Agustus 2022

Way Back To You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang