"Menangislah! Tubuhmu sudah terlalu banyak menampung beban."
____________
"Seperti bunga dandelion, aku ingin menjadi perempuan tangguh. Perempuan yang berani melepas apa-apa yang memang sudah ditakdirkan tidak selalu bersama. Perempuan yang tetap...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ayo lompat, Syifaaa! Nanti ketahuan Guru BK." Putri tidak sabar melihat Syifa yang takut melompat dari pagar samping kelas 10. Qila dan Fanya pun ikut membujuk Syifa agar lekas turun. Mereka naik pagar tembok menggunakan tangga yang sengaja ditinggalkan oleh siswa yang sering membolos, tinggal lompat ke bawah-- aman. Keempat gadis yang selalu mengantuk ketika diterangkan mapel Fisika itu memilih membolos dan ingin makan seblak di tikungan sebelum SMA Drestanta. Padahal Ujian Nasional tinggal menghitung hari, tetapi mereka memilih kabur di jam Fisika. Mereka juga sudah menyiapkan segudang alasan jika sewaktu-waktu ditanya.
"Ahhhh, Putri! Syifa takuuut. Roknya panjang ini, Syifa juga lupa nggak pake celana legging. Gimana, dong?" keluh Syifa dalam posisi tengkurap sambil matanya mengabsen sekelilingnya, mewanti-wanti jika ada Guru BK.
"Itu kaki lo turunin dulu, deh. Terus nanti kita pegang biar mendarat dengan ciamik." Fanya memberi solusi. "Gue udah ngiler banget, nih pengin seblak. Cepetan turun!"
"Nggak bisaaa! In-- ee-ehh, Bu Rumi .... Hehe."
"Mampus! Ketahuan Bu Rumi? Akh! Syifa, sih." Fanya kesal sekaligus panik karena aksi bolosnya ketahuan oleh Bu Rumi yang merupakan Guru BK.
"Turun!" bentak Bu Rumi tersebut. "Ke ruang BK sekarang! Ajak temanmu yang berhasil turun itu!"
Mau tak mau mereka menurut, mempertanggungjawabkan apa yang sudah dilakukan.
Setelah menghadap Guru BK dan Pak Pandy-- Guru Fisika kelas 12, mereka mendapat hukuman membersihkan 3 laboratorium sekaligus; Fisika, Kimia, dan Biologi.
"Kenapa harus ada mapel Fisika, sih? Kenapa harus jadi mapel wajib juga?" Putri menggerutu sambil terus membersihkan sarang laba-laba yang bersarang di langit-langit ruangan. "Penjelasan materi Fisika, tuh selalu bikin gue ngantuk. Berasa dibacain dongeng sama Pak Pandy," tambahnya.
Aneh bin ajaib memang. Putri selalu mengantuk jika diterangkan mapel Fisika, tetapi akan melek kalau bertemu Sejarah.
"Bener, Put! Syifa juga suka ngantuk kalo Pak Pandy udah mulai mendongeng. Apalagi jam tambahan Fisika yang ngisi juga Pak Pandy, huhuhu."
"Namanya juga lo masuk jurusan MIPA, Put. Beda lagi kalo IPS. Eh, tapi emang, ya, cuma Pak Pandy aja yang lebih suka menjelaskan materi daripada ngasih latihan soal," sahut Qila.
Dibandingkan dengan guru-guru Fisika lainnya yang pernah mengajar di kelasnya, Pak Pandy tipe guru yang jarang memberi tugas atau pun latihan soal. Memang jarang, tetapi sekali memberi soal, sangat tidak manusiawi.
"Qila, tolong itu mejanya pindah dulu coba," pinta Fanya.
"Ini, Fan? Taruh mana?"
"Iya, itu. Belakang. Biar enak gue nyapunya." Fanya tidak banyak bicara seperti biasanya. Dia fokus mengerjakan pekerjaannya tanpa mengeluh. Mungkin karena ia kecewa tidak jadi makan seblak.