32

53 5 137
                                    

Tubuh Dinda limbung, terbawa ketidaksadaran. Beruntung sepasang tangan menangkapnya. "Astaga, Dinda!" seru sang penyelamat, dan segera membawa Dinda ke ruang rawat, sesuai arahan seorang suster.

Dalam pingsannya Dinda bertemu sang ayah, Rahul membelai pipi Dinda dan tersenyum teduh. Dinda merasa ingin menumpahkan semua keluh kesahnya pada sang ayah, namun suaranya tak mampu keluar. Ia hanya memeluk tubuh Rahul, dan menghirup aroma wangi tubuh Rahul. Puas menghirup aroma tubuh sang ayah, Dinda mengangkat wajahnya, lalu meletakkan dagunya ke atas bahu Rahul. Di situ ia melihat Rizky berdiri menatapnya dengan senyum tersungging. Dinda mengangkat dagunya dari bahu Rahul, dan juga melepas pelukannya, berniat untuk menghampiri Rizky, namun Rizky malah menjauh, menuju gumpalan asap, dan hilang tak berjejak. Dinda panik dan memanggilnya.

"Mas Rizky....!" kepanikan membawa Dinda kembali ke alam sadarnya.

Detik berikutnya ia merasakan sentuhan tangan lebar nan lembut di pipinya, di susul sebuah suara yang tak asing baginya." Hei, aku di sini ... tenanglah!"

"Mas Rizky?" Dinda bergumam bingung.

"Iya, aku di sini. Bagaimana keadaanmu? apa ada yang sakit?" tanya sang penyelamat yang tak lain adalah Rizky.

"Din?" Rizky memanggil Dinda yang nampak linglung.

"Bagaimana ini bisa terjadi? apa aku juga meninggal?" Dinda nampak linglung.

Rizky terkejut mendengar ucapan Dinda. " Apa maksudmu?"

"Aku melihat jenazahmu tadi ... lalu aku melihatmu masuk ke gumpalan asap ... aku bertemu ayah juga ... dan sekarang aku bersamamu di sini. Ini ... aku tidak mengerti semua ini!" racau Dinda berusaha merangkai ingatannya.

"Tenang Din! yang kau lihat tadi bukan jenazahku, dan tadi kau pingsan!" jelas Rizky.

"Tapi kecelakaannya? aku melihat dompet dan handphonemu!" saut Dinda masih bingung.

"Aku dirampok saat perjalanan kemari. Tadinya aku ke kantor polisi untuk melapor, dan minta bantuan agar diantar ke rumahmu, eh...malah mendengar kabar mobilku kecelakaan. Saat aku hendak melihat jenazah perampoknya, aku malah melihatmu hampir terjatuh!" Rizky menjelaskan lagi.

Dinda lega saat meyadari bahwa bukan Rizky yang mengalami kecelakaan, lantas ia merabai pipi Rizky penuh haru. "Jadi aku masih bisa melihatmu lagi? jadi aku masih akan menghirup udara yang sama denganmu? aku masih bernaung di langit yang sama denganmu?....."

"Dan berpijak di bumi yang sama!" sambung Rizky tersenyum teduh.

Dinda tersenyum, lalu melempar diri ke dalam pelukan Rizky. "Syukurlah, ternyata aku tidak kehilanganmu!" racaunya penuh kelegaan.

"Apa ini artinya, kau mau menerimaku kembali?"

Degh—Pertanyaan Rizky mengingat kan Dinda pada benang rumit mereka sebelumnya. Perlahan Dinda menarik diri dari pelukan Rizky. "Maaf, aku hanya terlalu senang. Aku cemas memikirkanmu mengalami musibah, seperti aku cemas saat Mas Zayn mendapat musibah kemarin."

"Aku datang ke sini untuk melamarmu, Din," ucap Rizky.

"Mas ... hentikan ambisimu! Sampai kapanpun aku tidak akan menikah denganmu!" tukas Dinda menjauhkan diri dari Rizky.

"Apa menurutmu kematianku, lebih baik daripada kita menikah?" tanya Rizky geram akan penolakan tak berdasar Dinda.

"Kau bicara apa sih?" Dinda turun dari ranjang. Ia gusar memikirkan tentang kematian orang yang dicintainya. " Ya Tuhan, tempat ini benar-benar mengerikan!" Dinda melangkah pergi, enggan berlama-lama berada di tempat yang sudah membuatnya kehilangan Rahul dan hampir kehilangan Rizky.

Mengikuti TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang