5. Secrets

681 69 22
                                    


Sebuah tepukan di pundak membuat Hanan yang masih tertegun di kursinya setelah perginya Adrian terpaksa mendongakkan kepala dan menemukan wajah yang familiar di hadapannya. Hanan kembali menundukkan kepalanya untuk menatap tempat kakinya berpijak setelah ia melihat siapa yang mengganggu lamunannya.

"Ngapain lo?" tanya Edgar saat Hanan tak menyambutnya atau apapun. Ia mengambil tempat di samping cowok itu, masih mengawasinya dengan heran.

"Tadi gue liat lo lagi ngobrol sama orang, pas gue beli sesuatu di dalem. Siapa, tuh?" tanya Edgar lagi. "Udah nggak sama Arka lo?"

Pertanyaan Edgar memancing Hanan untuk bereaksi. Cowok itu akhirnya menoleh ke arah Edgar dengan tatapan tajam.

"Ngasal banget lo kalo ngomong."

Edgar terkekeh geli. "Gue cuma nanya??"

Hanan mendecakkan lidahnya keras, satu tangannya mengusap kasar wajahnya. Masih juga belum hilang ucapan Adrian dari kepalanya. Terus menggaung hingga rasanya pusing.

"Bagi rokok, dong," pinta Hanan tiba-tiba, menjulurkan satu tangannya yang terbuka.

Edgar menggelengkan kepalanya namun tetap disodorkannya sebungkus rokok yang sudah habis setengah isinya itu kepada Hanan. Setelahnya ia mengambil satu batang untuk dirinya sendiri.

Hanan tidak tahu dari mana Edgar datang. Juga tidak mau tahu. Tapi cowok itu melihatnya bertemu dengan seseorang yang bukan Arka, itu bisa jadi masalah. Dan Hanan tidak tahu seberapa banyak yang Edgar lihat atau mungkin dengar.

"Gar," panggil Hanan di sela-sela bibirnya yang menghembuskan asap rokok ke udara. "Apapun yang lo liat tadi, jangan bilang ke Arka."

Tangan Edgar yang mengapit rokok di antara jemarinya berhenti di tengah jalan sebelum ia sempat mengisapnya lagi. Kedua alisnya terangkat tinggi kemudian cowok itu meluncurkan tawa, terpingkal-pingkal.

"Anjing, Nan! Itu tadi simpenan lo!?" serunya takjub.

Hanan membulatkan matanya mendengar tuduhan dari Edgar. Dipukulnya pelan kepala Edgar dengan tangannya. "Bukan, bego!"

"Terus? Mantan?"

"Bukan."

Edgar masih tak dapat menahan sisa-sisa tawanya. "Terus kenapa lo takut Arka tau?"

"Dia nggak perlu tau," tegas Hanan.

"Aneh banget lo."

Ada garis tak kasat mata yang diciptakan Hanan untuk memisahkan apa yang telah terjadi di waktu lalu dan apa yang dilaluinya bersama Arka sekarang. Hanan harus memastikan Arka tidak akan melangkahkan kakinya melewati garis itu. Arka tidak perlu tahu apa yang berusaha ia tutup rapat-rapat, yang hingga kini masih menjerat langkahnya.

"Itu orang yang pernah gue bikin salah paham. Urusannya udah lewat, Arka nggak perlu tau itu siapa," ucap Hanan akhirnya.

Edgar hanya diam. Matanya jauh memandang ke jalanan yang padat oleh kendaraan. Seperti ada sesuatu yang ingin dikatakannya namun urung. Dihisapnya batang rokok kuat-kuat sebelum ia mengatakan sesuatu.

"Ada syaratnya kalo lo pengen gue tutup mulut."

"Seriously?" Hanan menyipitkan matanya atas ucapan Edgar. "Bangsat lo emang."

Edgar menyimpan senyum samar mendengar umpatan dari Hanan. Dibuangnya puntung rokok miliknya ke tanah lalu diinjak dengan ujung sepatu sebelum ia membuka suara lagi.

"Gampang aja syaratnya. Gue cuma butuh update informasi soal Bintang."

Hanan seketika terpana. Tidak menyangka Edgar akan mengajukan permintaan semacam itu.

ÉVADERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang