“Cerita, dong. Kok kamu bisa bujuk, Fay?” tanya Diana. Gadis itu terlalu ingin tahu cara adiknya membujuk gadis tomboi seperti Fay. Apa lagi, melihat penampilan Fay yang terlihat lebih anggun dan cantik. Diana jadi semakin ingin tahu.
“Ya, tidak gimana-gimana.”
Jawaban Adrian membuat Diana dan Sarah kurang puas.
“Kok, Fay bisa pakai gamis?” tanya Sarah.
“Ya, bisa Ma. Fay kan tinggal di tempat pemilik butik tempatnya bekerja.”
Ardan yang asyik duduk di bawah memerhatikan gawai. Berdiri dan duduk dekat sang istri. Lelaki bijaksana itu memandang kedua anaknya secara bergantian.
“Dulu, Papa menikahi Mama umur, 23 tahun.”
Ardan tersenyum menatap Sarah. “Waktu itu, Mamamu baru lulus SMA, umurnya 17 tahun ya, Ma."
“Iya, Pa.”“Kami menikah muda, tapi Papa heran. Kenapa punya dua anak sudah matang begini belum juga ada yang menikah. Hm?”
“Pa, yang penting Diana kan sudah ada Mas Fandy,” sahut Diana.
“Kalau hanya memiliki dan ada, semua orang bisa. Belum tentu juga sampai pelaminan. Temukan dia dengan Papa. Biar Papa suruh dia lamar anak Papa.”
Sarah mengelus lengan Ardan. “Sudahlah, Pa. Jangan terlalu mencampuri urusan anak kita. Biarkan mereka memilih hidupnya sendiri.”
“Tapi, Ma. Kalau dibiarkan, bisa-bisa mereka tidak mau nikah.”
“Kamu juga, Adrian. Kalau memang benar cinta dengan, Fay. Tunjukkan, lamar dan segera nikahi dia!”
Ardan bangkit menggandeng Sarah, memberikan ruang untuk kedua anaknya berpikir.
“Adrian,” panggil Diana.
“Apa?”
“Kamu sudah minta maaf belum?”
“Oh ya, belum. Aku ke atas dulu, deh.”
Adrian bangkit, melewati Diana hendak ke kamar Fay. Tapi langkahnya terhenti ketika Diana memegang lengannya.
“Duduklah! Tak kasih tahu sesuatu.”
Adrian kembali duduk, lelaki rupawan itu siap mendengar apa yang akan dikatakan oleh Diana. Diana menceritakan masa lalu Fay, Adrian terperangah.
“Pantas saja, dia cuek begitu.”
“Apa lagi kamu, sering banget buat dia jadi ingat masa lalu itu,” sahut Diana.
“Kenapa juga, Mbak tidak bilang sejak awal?” gumamnya.
“Aku pamit deh, mau minta maaf.”
°•°
Adrian mengetuk pintu beberapa kali, hingga beberapa menit setelahnya. Ia disuguhi pemandangan di mana Fay baru saja mandi. Wajahnya begitu fresh. Rambutnya terlihat berantakan karena baru dikeringkan menggunakan handuk. Gadis itu kembali seperti semula. Menggunakan celana selutut dan kaos oblong andalan.
“Kita bicara, di luar.”
“Oke, tapi gue mau nyisir rambut, dulu.”
Fay masuk ke dalam, duduk di depan cermin. Membiarkan Adrian melihat aktivitasnya karena pintu dibiarkan terbuka. Adrian masuk, lelaki itu berdiri di belakang Fay. Mengambil sisir, kemudian mulai menyisir rambut sepunggung milik Fay.
Fay tersentak, gadis bermata bulat itu tubuhnya kaku. Memandangi dirinya dan Adrian yang fokus pada rambutnya di cermin.
Di luar, Diana tersenyum melihat itu. Ia tahu betul, Adrian menuruni sifat Papanya yang cuek dan dingin, tetapi cukup perhatian pada orang yang dicinta.
YOU ARE READING
Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)
Любовные романыKesakitan yang didapat dari kedua lelaki yang pernah dipanggilnya ayah juga kematian sang ibu dua tahun lalu, membuat Gilsha Faynara membenci seorang laki-laki. Pertemuannya dengan dokter muda melalui sebuah peristiwa membuat hatinya goyah. Dengan...