Spasi

65 18 2
                                    

SPASI || JARAK

Pada titik awal memulai, titik akhir sudah menanti tanpa diminta.
Pada masanya jika waktu muncul, waktu menghilang juga bersedia menunggu gilirannya.

Pada spasi yang hanya sebagai pelengkap, ada saatnya akan muak karna tak pernah ter-anggap.
Hingga di waktu penghujung tiba, spasi dimusnahkan demi mencapai tujuan yang tak berujung.

{, & .}

Meira menatap hamparan padang rumput yang luas dengan raut linglung.

"Ini... di mana?" monolog-nya sambil mondar-mandir tak karuan.

Tidak ada kehidupan di sini. Tidak ada rumah warga, atau orang-orang yang berlalu lalang. Benar-benar hanya ada Meira seorang.

Seingatnya, dirinya tadi mengerjakan tugas kuliahnya. Lalu...

ketiduran?

"Ini mimpi?" Meira mencubit lengannya sendiri. "Aww."

Tidak ada yang berubah. Rasa sakit akibat cubitan itu benar-benar nyata.

"Gue beneran liburan? Di sini? Mustahil sih ini." Meira menggeleng tak percaya dengan mata masih memperhatikan sekitarnya yang terasa asing.

Tetapi, sebuah benda yang bersinar dari lehernya seakan menjawab kalimat terakhirnya.

Meira terkejut hingga termundur beberapa langkah. Kalung ini... bagaimana bisa ada di lehernya?

Semua pertanyaan yang ada di benaknya langsung hilang begitu cuaca yang cukup cerah tiba-tiba berganti mendung dan turun hujan.

Pergantian cuaca yang terlalu tiba-tiba sampai Meira tak menemukan tempat berteduh. Tak ada pohon satu pun, hanya ada hamparan rumput yang sangat luas. Sepertinya Meira mengalami culture shock, tidak bisa menyesuaikan diri dengan situasi yang baru dialaminya.

"Malangnya nasib gue." Meira menengadahkan kepala, membiarkan rintik hujan menyerbu wajahnya.

"Aku mencarimu sedari tadi, kenapa kau malah di sini?"

Meira berdiri dan membalikkan badan begitu mendengar suara seseorang. Dia melongo melihat perawakan orang yang berada di atas kuda itu.

Rambut pirangnya yang basah oleh hujan menutupi sebagian wajahnya, sehingga Meira tidak bisa melihat wajah itu.

"Cepat naiklah. Air hujan ini sekarang sudah tercemar. Orang bodoh mana yang mau mencari penyakit."

Meira mengerjap. "Naik ini?" tanyanya ragu.

Berkuda adalah hal yang tidak pernah ada dalam bayangan Meira. Dan sekarang harus bagaimana? Dia bahkan belum pernah menyentuh kuda sebelumnya.

Orang itu turun dan mendekati Meira. "Kenapa kau berkata seolah-olah tidak pernah menaiki kuda sebelumnya?"

"Memang belum," jawab Meira jujur.

"Kau aneh hari ini." Orang itu mengangkat Meira dan mendudukkannya di atas kuda. Meira yang diperlakukan seperti itu sontak menjerit hingga refleks memukul tangan orang itu.

"Aduh!" Keluhnya.

"Setelah siuman tenagamu bertambah kuat ternyata," ucapnya sembari ikut naik dan memposisikan diri di belakang Meira.

Meira bengong seperti orang dongo karena merasa dipeluk dari belakang.
Sementara kuda mulai berjalan menyusuri hamparan padang rumput.

"Ini... di mana?"

Koma, Spasi, dan Titik. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang