6番 目の詩。Aku iri pada diriku sendiri. Yang bisa memadu kasih denganmu secara lugas. Yang bisa bersanding bersamamu di semesta lain. Yang bisa memilikimu seutuhnya.
Gemerlapan lampu, suara bising mesin beroda dan gedung-gedung tinggi tak henti membuat pria itu menyerngit berkali-kali. Banyak orang berlalu lalang, banyak juga dari mereka yang melirik ke arahnya, memperhatikannya dengan pandangan...aneh? Tidak bisa pria itu tebak apa maksudnya. Beberapa bocah bahkan dengan lancang menunjuk langsung wajahnya, yang bisa ia tebak, mengarah ke mata kirinya.
Poni rambutnya yang memanjang ia atur sedemikian rupa agar menutupi matanya. Penutup dahi yang biasa ia gunakan dengan semestinya, kini ia turunkan, menutupi sebelah matanya dengan baik. Pantulan dirinya dari sebuah kaca gedung membuatnya sempat berpikir ia terlihat seperti gurunya dahulu.
Kedua tungkainya makin bergerak cepat, menuju ujung gelap di depan sana. Beberapa kali tubuhnya ditabrak —sengaja disenggol, lebih tepatnya— oleh beberapa gadis dan wanita muda yang membuatnya benar-benar muak. Ia akui. Melakukan teleportasi setelah meminum sake adalah hal yang paling buruk yang pernah ia lakukan selama hidupnya. Bukan salahnya menghabiskan beberapa botol sake dalam sekali duduk.
Salahkan Naruto.
Ya, benar. Salahkan si bodoh itu karena menikah dengan Hinata.
Tubuh tegapnya kembali limbung, bahunya menabrak tembok pertokoan di dekat lorong gelap yang ia tuju sedari tadi. Sial. Kali ini siapa lagi yang menabraknya. "Gunakan matamu de-"
"Ma-maafkan aku, Tuan. A-aku bu-buru- eh? Sasuke-kun?"
Deg
Pandangannya yang sedari tadi mengabur kini mulai terfokus, menatap seorang gadis mungil yang sedang mendongak kearahnya. Surai indigonya tersapu angin dengan indahnya, manik lavender pucat itu menatap lurus ke arah mata sang pria yang tidak tertutup. Tangan mungil itu bergerak membelai wajah Sasuke.
Hangat.
"Kau berganti baju?"
Oniksnya melebar sempurna, wajahnya menampilkan semburat merah yang untungnya mampu dikalahkan gelapnya ujung jalan ini. Kenapa sumber gundah gulananya —ada di sini...?
"Sasuke-kun, kau baik-baik saja?"
Suara itu. Ia jelas mengenalnya. Ia tidak pernah lupa suara lembut ini. Tapi kenapa gadis itu sedikit berbeda? Tunggu. Ah, sial. Sasuke masih belum bisa menggerakkan tubuhnya, namun si gadis kembali menangkup wajahnya.
"Wajahmu sedikit panas, apa kau sakit?"
Hening. Mereka hanya saling menatap tanpa mengeluarkan suara. Membiarkan hembusan angin dan suara bising dari jalan besar yang memenuhi pendengaran mereka. Gadis itu terlihat menyerah dengan lomba saling menatap ini. Kepalanya sedikit miring walau maniknya masih terpaku pada oniks.