"Hidupku sudah rusak, sudah tidak bersih dan putih seperti hidup orang lain Mino. Percuma membuat warna hitam kembali putih hanya karena keinginan orang lain semata"
Mino terdiam mendengarnya. Saat ini mereka berdua berdiri tepat didepan gedung kampus kosong, hanya pohon Ceddar tua yang berbaris seolah menjadi saksi bisu pertengkaran pertama mereka.
Dan itu karena Mino yang memulainya. Ia tahu, ia sadar sudah merusak kebahagiaan besar milik Irene pagi ini.
Tapi Mino benar-benar tidak nyaman dengan semua hal besar yang sudah Irene korbankan hanya untuk dirinya semata. Mino sungguh-sungguh menyayangi Irene. Dan tidak ingin perempuan itu menyebrangi batas nya hanya untuk membuatnya bahagia.
"Terus ada disamping ku Rene, itu sudah cukup"
"Bagiku tidak"
Mino diam lagi. "Jangan keras kepala"
Irene kemudian menyeringai mendengarnya, sudah terlambat untuk memutar arah. "Kau menyukai perempuan keras kepala dan egois, itu deritamu" lanjutnya dengan smirk yang kemudiam tercipta.
Mino kemudian menatapnya secara dalam, selama sepersekian detik lalu menghirup udara dalam-dalam.
Mencoba membuat kepalanya tenang. Rasanya akan sulit membuat Irene mengerti terlebih perempuan ini selalu berada di posisi Alpha nya.
"Aku tahu" balas Mino cepat. Suaranya yang berubah dalam membuat Irene akhirnya menghembuskan nafasnya dengan lelah.
Oke mungkin ini berlebihan, Irene sendiri hanya ingin bersikap seperti yang ia inginkan. Sungguh, ia hanya ingin seperti perempuan normal lainnya, berjalan di lorong kampus dengan kekasihnya.
Walaupun kenyataannya kekasihnya ini mahasiswa nya sendiri dan sialnya status mereka ini banyak ragamnya. Terlebih dengan posisinya yang saat ini.
"Aku juga perempuan biasa No, punya keinginan yang sama dengan perempuan pada umumnya. Berpacaran dengan bebas dengan pria yang disukai, bergandengan tangan, berjalan berduaan. Dan itu baru bisa kulakukan sekarang" balas Irene dengan suara nya yang mulai berat.
Mino menahan nafasnya pelan dan menghempaskannya dengan kasar.
Ia memang benar-benar tidak peka rupanya.
Sialan.
"Maaf"
Irene menggelengkan kepalanya lalu menyeringai. "Jangan minta maaf untuk kesalahan yang bahkan tidak kamu lakukan"
"Aku salah"
"Apa salah kamu?"
Mino mendengus lalu menyeringai. Terjebak dengan kalimat yang baru saja ia lontarkan.
Perempuan ini benar-benar.
"Aku udah bikin rusak mood dan impian kamu. Aku ga tau kalo hal seperti itu buat kamu bahagia Rene"
Irene mendengus, ia menaikkan clutch bag nya dengan sikap arogan. Ia kembali menjadi Irene yang sebelumnya. Oh ia bahkan menyisir helaian rambutnya dengan cepat.
"Bagus kalo kamu sadar. Tapi saya masih marah" balasnya dengan wajah datar, ia kemudian berlalu meninggalkan Mino yang terdiam.
Ah benar-benar.
🍂 Shelter 🍂
Siang ini matahari naik sepenggalan, terik nya benar-benar menyengat permukaan kulit, semburat nya mampu membuat wajah memerah.
Panas sekali rasanya.
Tapi nyatanya terik nya matahari tidak sepanas hati Lalisa saat ini. Wajah cantiknya bahkan terlihat sedikit muram, seiring dengan turun nya mood dan perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHELTER [🔞]
FanfictionBijaklah dalam memilih bacaan. 🔞 no under age, hargai Author dengan cara menjauhi story ini kalau kalian tidak suka dengan konten dewasa or Anti NC Song Mino tahu, kalau Bae Irene hanya ingin memuaskan nafsunya. Ia sadar kok, mereka hanya saling me...