[12]

334 61 18
                                    

Tok tok tok

Anak bungsu keluarga Wong itu mengernyitkan kening, merasa suara ketukan pintu kamarnya telah mengusik waktu tidurnya. Buru-buru ia tutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

"YIN, JADI HUNFOT NGGA?," sentak si sulung dari luar kamar Yin.

Yin tak membalas pertanyaan kakaknya dan menulikan pendengarannya. Ia sendiri merasa aneh karena suasana hatinya tak kunjung membaik sejak kembali dari kantin sore itu. Ia ingin tidur saja hari ini. Tolong siapapun jangan ganggu dirinya.

Si sulung kembali mengetuk pintu kamar Yin dengan tak sabaran. Kegiatan kampusnya telah usai sejak tadi, tetapi adiknya belum bangun juga. Padahal adiknya sendiri yang menggebu-gebu mengajaknya berburu foto bersama adik kelasnya. Namun, lihatlah situasi yang ia hadapi saat ini. Adiknya tak menggubris pertanyannya, bahkan sejak kemarin si bungsu tak memberi kepastian soal agenda hari ini.

"Kenapa P'Jae?," tanya si anak tengah yang kebetulan melewati kamar si bungsu.

Jaebum menghela napas. "Tolong bangunin si Yin dong," pasrah si sulung pada Daniel.

"Yin, P'Jae nanya tuh jadi hunfot ngga?," tanya Daniel dari luar kamar Yin.

"Yin?"

Sudah lewat beberapa menit, tetapi Yin tak kunjung merespons pertanyannya. Daniel turut pasrah dan menyusul Jaebum menuju ruang keluarga. Ia duduk di samping Jaebum yang tengah menonton sebuah tayangan roman picisan bersama sekantung kudapan.

"Ngga dijawab. Kayaknya itu bocah tidur lagi," jelas Daniel sembari mencomot keripik singkong balado dihadapannya.

Kini Yin menatap jam di sudut kanan ponselnya yang telah menunjukan pukul 12.25. Tak heran kedua kakaknya terus berusaha membangunkan dirinya. Jarang sekali dirinya bangun sesiang ini. Ia yakin setelah ini orang tuanya akan segera membangunkannya untuk makan siang.

Di ruang keluarga, Jaebum dan Daniel masih mengunggu Yin beranjak dari kasurnya. Jaebum sendiri terheran dengan sikap Yin hari ini. Tak biasanya adiknya itu tidak menurut pada Daniel. 

"Anak-anak," panggil seorang wanita paruh baya diiringi suara ketukan pintu utama.

Daniel beranjak dari duduknya. "Sebentar, Mae."

Nyonya Wong memasuki rumah menuju ke arah ruang makan. Tangan kanannya menenteng sebuah tas bingkisan berukuran besar. "Yin dimana, Jae?," tanya Nyonya Wong sembari mengeluarkan wadah plastik dari tas tersebut.

Jaebum yang mencium samar-samar aroma udang menguar di udara segera bangkit dan membantu ibunya di ruang makan. "Ga mau bangun, Mae"

Nyonya Wong mengernyitkan kening karena merasa tidak biasa dengan sikap anak bungsunya. "Bangunin lagi gih, suruh turun buat makan siang," titahnya.

"Bentar dulu, Mae." Sejujurnya Jaebum enggan melangkahkan kakinya kembali menuju kamar adiknya. Terlampau malas untuk kembali diabaikan. Dirinya juga lelah setelah menyelesaikan kegiatan kampus. Tangannya mengambil pangsit kukus yang baru saja ditata ibunya. Menikmati gurih udang yang menjadi isian di dalamnya.

Nyonya Wong memukul pelan tangan Jaebum yang hendak mengambil lagi pangsit dihadapannya. Si empu tangan meringis kecil. Daniel yang baru saja selesai memindahkan belanjaan kebutuhan sehari-hari dari bagasi mobil, kini turut bergabung di ruang makan. Daniel memasukkan satu pangsit ke dalam mulutnya.

"Aduh kalian ini. Jangan diambilin terus, tunggu Mae bangunin Yin!" Nyonya Wong beranjak dari ruang makan menuju tangga yang mengarahkannya ke lantai dua. Langkahnya terhenti setelah berpapasan dengan Yin di tangga.

"Ayo makan dulu."

Yin mengekori sang Ibu menuju ruang makan. Ia menatap kedua kakaknya yang terus mengamati hidangan pangsit di tengah meja makan. Daniel lah yang memilih menu untuk makan siang kali ini. Ia jadi merasa bersalah pada kakaknya.

Waruru [YinWar]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang