Karena paksaan dari Abian ditambah lagi perasaan Ayana yang tidak enak terhadap bunda Ica karena terlalu sering menolaknya, Ayana pun akhirnya mau ikut dengan Abian.
Dari apartemen Ken yang berada di lantai tujuh, mereka sama-sama turun menuju area parkir.
"Nih pake helm!" Abian memberikan helm yang sudah dia siapkan dari rumah untuk Ayana.
Ayana memakai helm tersebut, kemudian bersiap untuk naik ke motor Abian. namun cowok itu malah menatapnya dengan dalam tanpa berkedip sedikitpun saat tidak sengaja kepala mereka berdekatan.
Ayana merasa sangat gugup dipandangi seperti itu oleh orang yang jujur saja masih sangat Ayana cintai. Gadis itu bahkan masih sedikit berharap, namun juga memiliki keinginan untuk melupakan.
"J-jangan bilang gue belum bener pakenya. Udah gue kunci helmnya," Ucap Ayana berusaha memecahkan suasana canggung itu.
"Iya tau udah pinter," Selanya.
Mereka sudah sangat siap di atas motor, namun tidak tahu kenapa Abian malah tidak juga menjalankan motornya.
"Kok gak jalan-jalan si, buruan." Ayana yang bingung pun protes.
"Pegangan dulu ntar jatuh kan repot,"
"Dasar modus!" Ayana yang kesal pun secara reflek memukul punggung Abian. Dia juga dengan terpaksa mulai pegangan di bahu Abian.
"Gak gitu konsepnya cantiikk, bukan disitu. Lo pikir gue tukang ojek? Disini nih," kesal Abian. Dia bahkan secara langsung mengarahkan kedua tangan Ayana untuk melingkar di perutnya.
"Udah nurut ya, jangan dilepas gue mau ngebut soalnya."
Entah apa yang terjadi, Ayana justru menurut saja dan tidak melepaskan pelukannya di sepanjang jalan.
Hubungannya dengan Abian yang sempat renggang belakangan ini seolah dilupakan begitu saja oleh Ayana.
Gadis itu merasa mereka kembali kepada hubungan persahabatan yang dulu. Dimana Abian yang selalu bisa memberikan perasaan aman dan nyaman untuk Ayana. Hari dimana Ayana merasa tidak butuh siapapun asalkan ada Abian bersamanya.
Saat mereka berdua membelah jalanan malam, tiba-tiba saja turun gerimis yang cukup deras sehingga Abian perlu menepiskan motornya secara tiba-tiba untuk berteduh. Cowok itu secara gesit merangkul Ayana untuk berlari menuju sebuah angkringan agar mereka bisa berteduh.
"Basah gak?" tanya Abian yang terlihat khawatir dengan sahabatnya.
"Gak terlalu," jawab Ayana singkat. Pakaiannya memang tidak terlalu basah karena Abian yang terus merangkulnya sampai ke tempat ini.
Padahal jelas sekali Abian yang paling basah bajunya, tapi justru dia lebih mengkhawatirkan Ayana.
Mereka pun duduk di lesehan di atas karpet yang disediakan oleh tempat angkringan tersebut.
"Ay, kenapa gitu ya setiap jalan sama lo jadinya ujan?" celetuk Abian tiba-tiba sambil tersenyum.
"Ya mana gue tau."
Benar juga, hampir setiap mereka jqlan berdua pasti datang hujan. Tapi tentu saja Ayana yakin itu semua hanya kebetulan, ditambah cuaca akhir-akhir ini memang tidak terlalu terik. Lebih sering hujan.
"Gue tau, biar kita neduh gini berdua maksudnya kali," sela Abian dengan senyumnya yang semakin lebar.
Abian memang kebiasaan, kalau tidak menggoda Ayana pasti merasa sangat gatal.
"Kebetulan doang lah yakali, ngaco lo," bantah Ayana dengan cepat.
"Mas! Kopi satu susu putihnya satu," teriak Abian kepada seorang pria yang Ayana yakini merupakan pemilik angkringan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Down
Teen Fiction"Lihat, aku butuh tempat untuk bersandar, bahu yang menerima tangisku, dan pelukan yang mendengarkan keluhku. Tapi dimana kamu?" . . . . . . Boleh follow dulu lah sebelum baca, biar lebih akrab sisss (◍•ᴗ•◍)❤ Boleh komentar tapi gak jahat. Dilarang...