24. Monster

294 63 2
                                    

Ada yang pernah berkata padanya, setiap manusia terlahir dengan monster di dalam jiwa mereka. Bagaimana monster tersebut akan tumbuh besar atau tenggelam ke dasar, semuanya tergantung pada setiap individual.

"Lepaskan bajumu dan biarkan aku menikmatimu lebih dari apa yang dilakukan Taehyung."

Mengepalkan jemari kelewat rapat hingga kesepuluh kuku nyaris tenggelam pada permukaan tangan, Kanna menggigit lidahnya kelewat kuat. Ia tidak pernah berharap begitu banyak dalam hidupnya—bahkan tidak sebanyak ini saat ia memanjatkan doa pada iblis atau Tuhan agar sang ibu tidak kembali ke rumah dalam keadaan mabuk pada malam-malam tertentu. Namun kini harapan seolah terasa membuncah kelewat besar ketika Kanna menatap Park Jimin yang sedang tersenyum picik di hadapannya.

Dalam kasus ini, ia mulai percaya bahwa pemuda itu tidak mengambil dua opsi yang ia sebutkan. Daripada membiarkan monster tersebut tumbuh atau tenggelam, ia memilih sesuatu yang lain; Jimin membiarkan monsternya menjadi bagian absolut dari dirinya sendiri.

"Tidak," gadis tersebut mendesis, irisnya menatap nyalang. Rasa besi berkarat samar-samar mengisi rongga mulut dan Kanna baru menyadari bahwa ia sudah menggigit lidah terlalu keras. "Dengar. Aku tidak peduli dengan apa yang kau tawarkan. Jika sekali saja kau menyentuhku, maka—"

"Sejujurnya saja, aku juga tak peduli atas pendapatmu atau apa yang akan kau lakukan." Jimin menaikkan satu alis. "Tetapi ya sudah, baiklah. Karena aku tengah mencoba bersikap hangat—meski sudah kulakukan dengan meminta Jungkook membuka borgolmu—mari kita ubah kesepakatannya. Terdengar jauh lebih baik?"

Gadis itu berjengit ngeri. "Apa?"

"Satu goresan untuk satu jawaban? Bagaimana?" Jimin tersenyum manis, rasanya hampir terbahak saat melihat gurat takut yang terlukis singkat di wajah rupawan gadis di hadapannya. Ini menyenangkan, sangat, malah. Pantas saja Taehyung selalu berkata bahwa mereka harus membatalkan semua rencana ini. Si sialan itu pasti sudah menemukan mainan terbaiknya dan berpikir dia bisa mendapatkan Kanna untuk diri sendiri. Bahkan mungkin dia juga yang membuka pintunya. Bedebah.

Dengan kedua netra yang lekat mengawasi presensi sang lawan, Jimin kemudian melangkah mundur dengan lambat, membuka sebuah bufet dinding berukuran kecil di atas wastafel dengan kunci yang dikeluarkan dari dalam sakunya lalu menarik keluar sebuah pisau buah kecil yang mengilat tajam.

Ah, di sana.

Di sana ternyata dia menyembunyikan semuanya. Kanna meneguk saliva kaku sementara sepasang irisnya sedikit melebar. Tidak, tolong. Tidak lagi. Bagaimana caranya mencuri benda tajam tersebut untuk melindungi diri sendiri? Ia tentu tidak bisa mendekat begitu saja kalau tidak ingin Jimin mengayunkan pisau di tangannya seperti orang gila. Sedikit berjengit, si gadis mampu merasakan seluruh senti dari persendian mendadak bergidik ngeri. Ia bahkan merasa seolah seseorang baru saja menghantamkan dua balok es raksasa tepat ke belakang tengkuknya dalam sekali tebas. Dan kini, kesadarannya tidak berjalan dengan baik.

Ada yang bilang, saat berada di dalam keadaan tersudut dan terdesak, kau bisa melakukan hal yang tidak ingin kau lakukan. Gadis itu sungguh tidak tahu. Tidak yakin. Ia juga tidak mampu memastikan sejak kapan tubuhnya bergerak menyongsong maju. Sebelum Jimin sempat membalikkan badan guna menatapnya kembali, Kanna sudah menjatuhkan seluruh bobot fisiknya ke depan, membuat pemuda itu mengumpat tertahan dan terdorong jatuh dalam sekali hantam dengan suara keras.

Suara pisau yang dihempaskan pada lantai mengirim suara berdenting nyaring di dalam ruangan, membuat Kanna mencari-cari sumbernya dengan panik dan menyambar benda yang terlempar kurang dari satu meter di bawah kakinya. Beruntung. Tidak, dia memang sangat beruntung. Jimin mendesis geram saat melangkah terhuyung-huyung ke belakang. Kepalanya terantuk ujung bufet saat Kanna menerjang, membuatnya sedikit linglung sebelum sekali lagi ditendang tepat pada tulang kering dan jatuh terduduk.

Lifted & FractedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang