01. Reverberation

328 52 1
                                    

Menemukan palang kayu penutup pintu gudang terlepas, patah menjadi dua bagian, dan tergeletak begitu saja di sisi gudang, Kanna mendesis tak percaya. Hebat. Sempurna sekali. Jadi semalam ia memang berhasil menakut-nakuti dirinya sendiri untuk yang kesekian kali. Memalingkan wajah, mengepulkan uap dingin, dan menemukan matahari masih menampilkan semburat samar di cakrawala, si gadis menggeleng tak percaya. Bahkan karena ini saja Kanna masih tak bisa terlelap dengan nyaman. Ia harusnya tidak membiarkan sesuatu semacam itu memengaruhi diri sendiri.

Lantas menyambar patahan kayu untuk dibuang, melangkah memasuki gudang dengan perlahan—separuh waspada, lalu meneliti sekitar, Kanna memandang dengan rasa takut yang perlahan memudar. Bagusnya, tak ada yang berubah. Jika seseorang berada di sini semalam, mustahil mereka bisa tinggal di dalam tanpa mengubah apa-apa mengingat dinding kayu tak cukup mampu menghalau cuaca beku.

Barang-barang bekas masih berada di sana, tumpukan ketel berkarat, perkakas usang, perabotan yang setengah habis dimakan rayap. Ia lantas menarik keluar dua buah tongkat yang agaknya sempat digunakan sebagai penyangga tenda darurat, menimbang sesaat sebelum menjadikan mereka sebagai pengganti penutup pintu. Setidaknya yang ini bisa bertahan lebih lama. Mungkin Yoongi bisa membantunya membuat palang yang lebih bagus—kalau memungkinkan.

Benar-benar menyedihkan. Kanna melangkah kembali menuju rumah, mengatupkan pintu belakang, melirik jam dinding yang berdetak pukul setengah enam pagi. Sampai kapan ia akan terus hidup di dalam kungkungan bayang-bayang masa lalu? Mungkin untuk kali ini, semuanya memang sudah berakhir. Namun kendati kalimat semacam itu sudah dijejalkan, kendati ia lantas buru-buru menyibukkan diri merapikan rumah, membasuh diri, membuat kue-kue kering guna menyambut sang kakak—tak peduli seberapa banyak ia mencoba menenangkan diri sendiri, Kanna agaknya juga gamang. Mungkin, selama sisa hidupnya, semuanya akan tetap seperti ini.

Gadis tersebut barangkali hendak memasukkan kue jahe ke dalam oven, memanggangnya selama lima belas menit, kalau saja ketukan pintu tak membuat Kanna memecah perhatian. Siapa? Sekarang masih jam sembilan pagi. Ibu dan ayahnya berkata bahwa mereka akan datang setidaknya pukul empat sore. Melepaskan sarung tangan plastik, melangkah menuju pintu utama, gadis itu bisa merasakan sepasang netra melebar terkejut tatkala tersendat, "Tuan Park? A-apa yang—"

"Halo, Kanna." Tersenyum tipis tak kurang dari dua detik, Park Daewoo berdiri menjulang tegak bak manekin yang berhasil membuat semua orang bergidik ngeri. Untuk sekian sekon, kalau saja Kanna berkedip, ia pasti akan melewatkan segaris kecemasan yang sempat terukir pada wajah sang lawan. Pria tersebut melanjutkan, mengulum senyum yang bahkan tak menyentuh mata, "Kau harus belajar untuk menutupi sedikit kebencianmu padaku, Nak. Melalui sepasang mata seperti itu, kau bisa membuat orang yang berjarak sepuluh kilometer dari tempat ini jadi tahu." Melepaskan sarung tangan serta topi hangat yang terselimuti salju, si pria lantas melanjutkan, "Bagaimana kabarmu? Kau terlihat lebih baik daripada yang terakhir kuingat. Aku hampir lupa kalau kau gadis yang sama yang pernah berbaring di atas ranjang rumah sakit."

Haha, lucu sekali. Kanna tersenyum getir, menggenggam kenop pintu rumah dengan erat. Apa-apaan ini?

Selama sepersekon, Kanna benar-benar tergoda untuk mencubit kulit sendiri—semata-mata guna memastikan bahwa ia tak sedang bermimpi atau masih berada di bawah naungan pengaruh obat-obatan. Namun aroma manis yang berasal dari dapur, dingin yang menyambut tatkala pintu terbuka, serta kalimat yang baru saja dikatakan Daewoo, sudah menjadi penjelasan yang lebih dari cukup.

Tak ada yang menyebutkan kalau Park Daewoo juga akan turut datang berkunjung dan pria ini tak pernah mendadak datang tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Lalu sekarang ia bahkan berkunjung bersama orangtuanya dan Yoongi sekaligus? Mengapa? Menahan mual serta dingin dan tersangkut di ulu hati, Kanna menahan napas. Apa yang kira-kira sedang terjadi?

Lifted & FractedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang