"Kami akan beralih menuju berita selanjutnya. Rabu, 11 November, kasus menghilangnya Kim Goeun, 24 tahun, hingga saat ini masih belum menemukan titik terang. Korban dilaporkan menghilang oleh salah satu anggota keluarga pada Sabtu, 23 Oktober, setelah mendapatkan laporan bahwa Nona Kim tak lagi datang bekerja selama nyaris satu pekan.
Menghilangnya Kim Goeun tak ayal menjadi perbincangan di sosial media. Rekaman terakhir CCTV yang beredar memperlihatkan korban tengah berlari memasuki area pariwisata Hutan Bambu Juknokwon dengan wajah ketakutan sebelum jejaknya tak lagi mampu terekam kamera. Polisi setempat masih berusaha menemukan petunjuk mengenai keberadaan korban sekaligus melacak—"
"Nona, tolong berikan aku sebungkus rokok."
Memalingkan pandangan dalam hitungan detik, gadis bersurai bak matahari di balik meja kasir tersebut sontak memutus atensi dari layar televisi minimarket. Lampu yang berkedip hampir membuat sepasang netra birunya berpendar samar, tak berkedip, sesaat mematung seolah membenci interupsi yang baru saja terjadi. Jam dinding berdetak pada pukul satu dini hari. Bibir si gadis lantas mengulum satu ulas senyum tipis kilat, menyambar rokok—sepenuhnya berhasil mengabaikan tatapan lurus dari pria paruh baya di depan mata serta aroma alkohol samar yang menyeruak tatkala menukas, "Totalnya 4.200 won. Apa ada lagi yang Anda butuhkan?"
"Kondom. XL." Merogoh dompet dari kantung celana bagian belakang sementara gadis di hadapannya memberikan apa yang diminta, pria tersebut lantas mengembuskan deru napas berat. Irisnya mencuri pandang pada tag nama yang tergantung di atas kantung seragam sang lawan bicara, bergumam lambat, "Namamu Im Lilith, ya?"
"Benar."
"Bukan sepenuhnya keturunan Korea?"
Si gadis hanya tersenyum kilat, tak menyentuh mata, apalagi hati. Namun pria tersebut malah tersenyum tipis, menyipitkan mata dengan seulas senyum miring. "Tidakkah kau melihat berita belakangan ini? Gadis muda dan cantik sepertimu tidak seharusnya bekerja malam-malam di supermarket seorang diri."
Dalam sepersekian sekon saja, ada senyum lebih lebar yang mendadak tersimpul sempurna. Gadis itu menaikkan satu alis, terkekeh. "Beban kehidupan tak menjadikan jenis kelamin sebagai pertimbangan. Entah laki-laki atau perempuan, keduanya sama-sama harus berjuang untuk tetap memenuhi kebutuhan hidup." Ia mendongak kembali, menyodorkan uang. "Nah, ini kembalian Anda. Silakan datang kembali lain—"
"Hei, jika kau mau, aku bisa menunggumu selesai bekerja dan mengantarmu pulang."
"Maaf?"
Memiringkan kepala, menyambar keping koin yang dikembalikan, si pria gencar melanjutkan, "Bukankah ditemani seorang laki-laki akan membuatmu merasa lebih aman daripada harus berjalan seorang diri?"
Lilith mendadak mematung, memandang dengan senyum memudar cepat. Lampu kembali berkedip, keheningan yang berpadu dengan suara televisi seakan menjadi gemeretak memualkan. Sudah berapa kali dalam satu bulan hal semacam ini terjadi? Ia bahkan sudah lelah menghitung. Pria semacam ini benar-benar menyerupai hama. Tak peduli seberapa banyak kau mencoba memusnahkan mereka, yang sejenis selalu muncul kembali tiada henti.
Namun sebelum Lilith sempat menyahut, lawan bicaranya sudah menukas lagi—terburu-buru, seolah ia sedang hendak dijagal untuk dilemparkan ke dalam kandang predator. "Aku punya uang," katanya. "Aku akan membayarmu kalau kau mau meluangkan sepuluh menit bersamaku di sudut gang sana."
Ah, memualkan. Memuakkan. Sungguh menjijikkan.
Si pria menatap tak berkedip. Jelas menanti lapar, siap mencabik lawan, tak menerima tidak sebagai jawaban. Pandangannya lantas diam-diam turun pada dada sang lawan, meneguk saliva, membayangkan bagaimana hangatnya musim dingin jika bisa dilalui dengan mempertemukan raga dengan gadis secantim serta semolek ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifted & Fracted
FanfictionPada musim panas kali itu, Min Kanna mengenal Kim Taehyung dengan seribu satu rahasia, obsesi, serta rencana gila. Pada musim panas kali itu, Min Kanna tak tahu bahwa seberkas cahaya dari neraka baru saja dibidikkan tepat pada kepala. Ah, memang sia...