Kageyama memasuki ruang remang bertanda VIP. Tampak seorang berstelan serba hitam terduduk di sofa merah panjang. Pria itu menyesap anggur tak begitu menghiraukan keberadaan si raven.
Alunan sensual yang terus bergema memaksa Kageyama untuk melaksanakan tugasnya. Ia berjalan menuju sebuah panggung mini yang tak terlalu tinggi dengan sebuah tiang ditengahnya.
Tobio mulai menari disana dengan gemulai. Tubuh dan tangan lentiknya meliuk mengikuti irama.
Perlahan Sakusa mulai mengadah. Bibirnya sibuk menyesap anggur namun matanya sibuk menatap pada makhluk indah di hadapannya. Pakain serba minim, bahkan terbuka, dapat ia lihat dengan samar kulit putih mulus Tobio dari balik kemejanya yang terbuka.
Sakusa pun menepuk pahanya. Mengisyaratkan agar Tobio menari di pangkuannya. Demi uang, bukan yang lain, Kageyama meladeni undangan itu.
Bibirnya tersenyum genit, begitu juga mata birunya yang cantik, memberi tatapan menggoda yang kelewat sensual untuk tamunya. Perlahan ia mendudukan pantatnya di paha Sakusa. Meliukkan tubuh bawah sambil kedua tangan menggerayangi tubuhnya sendiri.
Sakusa menyiramkan sisa wine di gelasnya ke leher Tobio. Membuat cairan merah masam itu mengalir menembus kemeja putih dan terus ke bawah menggilas tiap inci dada polosnya.
Tobio mendesah pelan saat Sakusa mendekatkan wajahnya, menjilat tulang selangka, dan lehernya. Kedua tangan kekar pria itu meremas pinggang si raven, memaju mundurkan pinggulnya dengan sedikit memaksa.
Birahi Sakusa jadi memuncak. Wajah merah merona bak kelopak sakura di genggamannya sangat menggairahkan. Belum lagi desah kecilnya yang polos namun juga menggoda. Napasnya yang terbata setiap kali Sakusa menyesap puncak dadanya. Ringkihan kecil yang putus asa itu. Sakusa sangat menyukainya.
Si pria ikal pun bangkit berdiri lalu mendorong Tobio ke sofa. Membuat dirinya menungging dengan kepala sofa menjadi satu-satunya tumpuan tangannya. Tobio menoleh, dilihatnya si pria besar melepas gesper sabuknya dengan rusuh.
Tangan kiri Sakusa menangkup pipi pantat Tobio, meremasnya keras seperti permen kenyal, lalu menamparmya sadis. "Ahk!" Seringainya melebar. Ini sangat menyenangkan bagi Sakusa dengan betapa vokal dan ringkihnya sang submissive.
"Sakusa Kiyoomi. Kalau saja kau perlu nama untuk didesahkan sebentar lagi."
Wajah Kageyama memerah. "Sakusa-sama, aku hanya menari, aku tidak— ahk!"
Sakusa menjambak rambut Kageyama keras seraya mendekat ke daun telinganya. Dengan bariton rendah Sakusa berbisik. "Tulis saja berapa yang kau mau."
Bibir Kageyama terbuka, mata safirnya terpejam, kepalanya mendongak, sekujur tubuhnya gemetar dengan sensasi basah dan panas lidah Sakusa di daun telinganya.
"Aku tidak masalah menjadi miskin karenamu." Bisiknya lagi sebelum mundur.
Napas Tobio tersenggal dengan atmosfer ruangan ini. Jika benar seperti yang Sakusa katakan, dia bisa mendapat sangat banyak uang dalam satu malam untuk membayar biaya operasi.
"Bagaimana?"
Kageyama menoleh lalu mengangguk pelan. "Ya.."
Sekali lagi Sakusa menyeringai. "Tapi aku bukan pecinta kelembutan. Ku harap kau bisa mengatasinya."
Kageyama mengangguk lagi. Tanpa banyak kata Sakusa merobek stocking jaring yang Kageyama kenakan di area pantat. Pihak bawah itu mencengkram kepala sofa kuat-kuat.
Sakusa melepas jas dan dasinya lalu mengambil sebuah pengaman untuk ia pasang pada alat tempurnya malam ini.
Plak
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Red (SakuKage) End
Fanfiction[Mature Content 🔞] Anugerah dan bencana, keduanya datang tanpa bisa dipilih. Demi menyelamatkan sang kakak, Kageyama rela melakukan apapun. Termasuk bekerja menjadi seorang penghibur di sebuah club malam milik Sugawara bernama "Dark Red" Disclaimer...