"Genta!!"
Genta terperanjat ketika Naomi menghambur ke arahnya begitu pintu kamarnya terbuka. Karena tidak keburu memegang sesuatu untuk mempertahankan keseimbangan, mereka jatuh bersamaan.
"Ta? Apa yang jatuh?" Suara Bunda jelas terdengar dari lantai bawah.
Genta meringis. "Kepleset nih, Bun."
"Ya ampun, hati-hati, Ta."
"Iyaaa," jawab Genta sekenanya.
Menyadari siapa yang sedang menindihnya, Genta langsung mendorong tubuh mungil itu. Tanpa minat dia hendak berdiri, tetapi Naomi dengan cepat menarik lengannya. Menahan agar Genta tidak beranjak.
"Aku kangen kamu, Ta," ujar Naomi dengan nada riang. Dia bergerak maju lalu mengecup bibir Genta yang kemudian membuat sang pria sigap menjauh. Gerak penolakannya semakin kasar dan tidak bersahabat. Membuat tubuh Naomi bergeser ke samping.
Melihat Genta berhasil berdiri dan hendak masuk kamar, Naomi buru-buru bangkit. Dengan ceria dia menghambur ke arah Genta lalu memeluk lengan mantan kekasihnya dengan erat.
"Mi, kita—"
"We're not over yet, Ta. Aku masih sayang sama kamu dan nggak pernah menyetujui keinginan kamu untuk putus. We're still together," desak Naomi nekat.
Satu gerakan halus dan cekatan, Naomi memojokan Genta ke pintu lemari. Dua tangan kecilnya menangkup wajah Genta dan mencium paksa. Lidahnya sudah menjilat bibir Genta, berharap pria itu akan mengikuti permainannya dan apa yang terjadi selanjutnya akan memperbaiki hubungan mereka.
Namun, Genta kukuh dengan pendiriannya. Dia memegang bahu Naomi, mencengkeramnya erat, lalu mendorong tubuh Naomi ke luar kamar.
Belum sempat Naomi memprotes, pintu ditutup.
---
Acara makan malam berlangsung kaku karena kehadiran Naomi di antara Genta dan Bunda. Sifat ceria Naomi memang berhasil membuat Bunda beberapa kali tertawa dan rileks, tapi tidak bagi Genta.
Pria itu tahu sampai di batas mana ucapan dan gerak-gerik Naomi tulus datang dari hatinya dan mana yang murni sebuah sandiwara.
Dia muak, tapi menahannya.
Dia ingin mengusir Naomi, tapi dia menghormati hadirnya Naomi sebagai seorang tamu.
Tamu yang datang tanpa diundang.
"Nah, terus aku kasih tau Mommy kalo itu aku diajarin sama Bunda. Masa Mommy bilang 'kamu pasti bagian motong-motong aja'. Mommy nggak percaya itu aku racik sendiri based on resep dari Bunda," cerita Naomi dengan bersemangat. "Pokoknya kalo nanti Bunda ada waktu, kasih tau Mommy, ya? Yakinin kalo aku emang berbakat masak."
Dengan senyum semringah, Naomi menoleh pada Genta yang hanya diam sejak awal makan. "Kamu percaya, kan, Ta? Ini semur tahunya aku yang buat, lho. Sayur bayemnya juga aku yang bumbuin."
Genta tidak merespon.
"Naomi ini cerdas, Ta. Bunda cuma kasih tau resepnya sekali dan dia langsung bisa praktekin," bangga Bunda sambil menuangkan sesendok kuah semur ke nasi. "Enak kan, Ta?"
"Iya," jawab Genta datar.
"Untung tadi aku nelpon Bunda dan langsung ke sini begitu tau mereka lagi pada bertamu, ya? Kalo nggak, mana sempat—"
"Mereka siapa?"
"Genta mau tambah?" sela Bunda saat Naomi buka mulut. Usaha wanita itu untuk mengalihkan pembicaraan gagal total, Genta sudah menatapnya curiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Kopi dari Mandala
ChickLit[21+] [Chicklit / Romance / Medicine] [Follow + Vote + Komen = Early update!] Seorang dokter muda yang patah hatinya. Seorang mahasiswi yang menghidupi buah hatinya. Mereka bertemu tanpa sengaja dan berbagi kisah suka dan duka. Sejak pertemuan itu...