Sabda menjambak rambutnya dengan kesal. Dia sangat putus asa. Satu jam lebih dia tersiksa, karena harus mendengar ceramah Mamanya.
Apa yang kini harus dipilihnya? Bersikap pasrah jadi orang gila, agar terbebas dari penjara? Atau pasrah masuk penjara? Keduanya, sama-sama membuatnya bakal kehilangan pekerjaan, juga nama baik. Jelas, ini bukan pilihan yang mampu memutus mata rantai permasalahan.
"Psikiater juga yakin kau tak lagi lurus dalam pikiran. Kau berhalusinasi, Sabda. Ceritamu tak masuk diakal. Mana mungkin kau sempat berubah jadi lutung, bertemu puteri raja yang gudikan, dikejar hantu kepala buntung juga... itu masuk pikiran Mama saja nggak!" gerutu Inge, sambil memijat kepalanya.
Anak satu-satunya, setelah jadi dokter malah jadi gila, sampai mencelakai orang segala. Inge berharap, anaknya itu menurut saja saat ditangani Psikiater. Tetapi kenyataannya, Sabda malah mengusir dokter jiwa itu. Inge letih terus berdebat, apalagi ketika melihat anaknya nampak pura-pura tertidur, dia langsung ke luar.
Sabda bangun, saat mamanya pergi. Meski dia jadi gelisah kembali. Tapi dia cepat meloncat ke bantal lagi, ketika pintu ruangan tampak terdorong masuk. Matanya terpejam, dia yakin, mamanya kembali menjenguknya sebentar atau mengambil sesuatu yang tertinggal. Namun, sebuah tangan lembut dan dingin menyentuh lengannya.
"Kau!" jerit Sabda tertahan, saat melihat Nilam telah berdiri di sampingnya.
Nilam tersenyum,"Aku yakin, kau sudah tahu siapa aku. Jadi, alangkah baiknya jika aku jujur. Aku memang sesuatu dari masa lalu. Namaku, Nilam Sari. Wanita yang dipenggal kepalanya oleh Hulubalang Gajah Messa..."
Sabda menatap wanita itu lama. Dia seharus gemetar ketakutan, tapi saat itu, dia jauh lebih khawatir tentang dituduh orang gila atau orang yang dianggap pantas masuk penjara. Itu tampak lebih menakutkan dari bertemu arwah penasaran, tampaknya.
"Kau... kau Hantu Berkepala Buntung itu?" tanya Sabda.
Nilam mengangguk,"Kau benar. Itu aku. Saat itu, aku sebenarnya mengejarmu sampai lewat batas dunia. Dunia nyata, dan dunia tak kasat mata."
"Untuk apa?"
"Mungkin, kita dapat saling menolong."
"Menolong?"
"Kau butuh mengembalikan jiwa kedua temanmu bukan?"
Sabda mengangguk,"Lalu kau?"
"Aku cuma ingin mencari kekasihku, Agra Seta."
"Agra Seta? Di mana dia?"
"Di wilayah Kerajaan Pasir Batang. Seseorang menyembunyikan raganya di suatu tempat."
"Jadi dia telah mati?"
"Begitulah. Dia dikubur di suatu tempat, dan hanya prajurit tertentu dari Istana Pasir Batang yang tahu. Mereka masih di tempat itu, tempat di mana kedua temanmu kini berada."
"Benarkah?"
"Aku perlu menguburkan kekasihku dengan layak, berdampingan denganku di Lembah Jurig. Mungkin juga sedikit memberi pelajaran pada Gajah Messa."
"Sedikit?" Sabda mencibir."Aku malah ingin membunuhnya!"
Nilam Sari mengangguk, menatap tajam Sabda.
"Jika kau sudi meminjamkan ragamu, maka kita dapat saling membantu...""Apakah kami dapat kembali ke dunia kami nantinya?"
"Tentu saja. Aku akan mengembalikan kalian. Di sini, di rumah sakit ini. Pejamkan matamu!"
Sabda mangut-mangut, lalu menutup matanya. Dia tak merasakan apapun, selain semburan angin yang nampak begitu keras dan dingin. Lalu dia mendengar pintu ruangan terbuka, diiringi suara-suara ribut lainnya.
"Anakku! Sabda Anakku! Dokterrr.... tolong selamatkan diaa...."
Sabda menghela nafas, tak sanggup membuka mata, tapi dia tahu itu suara mamanya.
"Masih bernapas dan memiliki denyut jantung," terdengar suara seorang dokter yang dikenal Sabda. "Penurunan kesadaran!"
Sabda lalu kembali mendengar jeritan dan tangisan mamanya, meski terdengar makin pelan dan jauh.
"Jangan buka mata, kita akan sampai sesaat lagi." bisik Nilam Sari.
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Jadi Lutung (Terbit SAGO/GONOVEL)
Fiction HistoriqueSabda, adalah seorang Dokter muda yang sangat gemar berburu. Bersama dua sahabatnya, Neo seorang Hair Stylist terkenal dan Jason, seorang Chef macho, mereka kerap menyusuri hutan rimba untuk menembak hewan liar. Tetapi ketika mereka berburu ke hutan...