Jarum jam dinding yang menggantung apik di atas pintu ruang keluarga itu kini menunjukkan pukul 08.15 waktu setempat. Rumah minimalis dengan dominasi warna abu-abu nampak begitu tenang pagi ini. Tentu, hanya dihuni seorang lelaki dewasa dan dua balita tidak akan membuat hunian satu lantai tersebut menjadi ramai dan penuh, ya kecuali jika dua buah hatinya sedang heboh bermain atau menangis.
Sepasang kaki mungil melangkah ribut menuju jantung rumah. Melangkah serampangan dan tidak sabaran ke sudut ruangan dengan sebuah tenda mini yang penuh mainan. Tak lupa diikuti oleh sepasang kaki jenjang yang melangkah anggun di belakangnya.
Jay, si lelaki dewasa dengan apron coklat yang melekat pada tubuhnya kemudian berjongkok, menyamakan tingginya dengan bocah laki-laki yang belum genap berusia empat.
“kakak main dulu di sini ya, papi mau mandiin adek riki dulu. nggak boleh keluar oke? kalau ada suara bel, kakak harus..?”
Ia gantungkan ucapannya, mencoba mengetes apakah si sulung Jungwon peka dan memperhatikan pesannya atau tidak.
“harus panggil papi dulu, gak boleh buka pintu sendiri!”
Senyum lebarnya merekah begitu si kecil menyahut dengan antusias. Pintar sekali putra sulungnya.
“pinter! nah kakak main dulu ya, papi ke belakang bentar. oke?”
“oke!!”
Jungwon memekik mantap sambil acungkan kedua ibu jarinya ke depan muka sang papi. Yang kemudian dihadiahi usapan lembut pada puncak kepala dan kecupan manis di kedua pipi tembamnya.
.
.
.Si sulung Jungwon baru berumur empat puluh bulan, namun pintarnya seperti anak yang sudah masuk sekolah. Jungwon itu penurut, penuh kasih, dan tidak pernah rewel. Kalau papi bilang A, maka ia juga akan lakukan A.
Seperti sekarang ini. Saat papi minta ia untuk bermain dengan tenang sendiri sembari menunggu papinya memandikan si adik, maka ia benar-benar bermain sendiri dengan anteng di ruang keluarga. Tangan mungilnya berusaha menyusun builder set warna-warni miliknya, alisnya menukik tajam begitu serius menyusun balok-balok kecil menjadi sebuah istana, katanya.
Cklek
Konsentrasinya pecah begitu suara handle pintu menyapa kedua telinga mungilnya. Iris bulatnya melirik kesana-kemari, was-was sedikit sebab ia yakin itu bukan berasal dari aktivitas papinya. Papinya sedang mandikan sang adik riki yang masih berusia 15 bulan di kamar mandi rumah mereka yang ada di bagian belakang, sedangkan suara pintu yang ia dengar berasal dari pintu depan.
Si kecil Jungwon makin panik begitu telinganya menangkap suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Niat hati ingin berlari ke sang papi di belakang, tapi rupanya langkahnya kalah cepat sebab baru saja ia ingin beranjak dari duduknya, sepasang kaki jenjang telah menjulang di hadapannya.
“aack — ”
“ssssttttt… hi boy?”
Pekik Jungwon tertahan begitu si pemilik kaki jenjang tadi berjongkok tepat di hadapannya, pamerkan senyum lebar pada paras tampan yang selalu dikaguminya.
“papa!”
“halo kakak, lagi main apa?”
Lelaki tampan yang Jungwon panggil dengan sebutan papa itu kemudian nyamankan posisi duduknya, bersila di hadapan sang putra dan ikut susun balok-balok kayu di hadapannya. Sedang Jungwon kecil masih menatap takjub si kepala keluarga yang sudah tak jumpa dengannya selama hampir 8 bulan belakangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lee's
FanfictionSedikit cerita dari Papa Hee, Papi Jay, Kakak Jungwon, dan Adek Riki