Bel sudah berbunyi. Ragafa menutup bukunya, lalu berpikir sejenak. Ia masih bingung memikirkan alasan mamanya memutuskan pertunangan dengan Yorala tanpa sepengetahuannya.
“Papa kamu yang udah biayain pengobatan kamu, Sayang,”
Seketika, ucapan Fidya melintas di benaknya. Laki-laki itu pun ingat bahwa Alisya adalah anak tiri ayahnya. Mengingat Alisya yang begitu menggilainya dan Indra yang selalu menuruti keinginan gadis itu, Ragafa pun semakin tidak yakin kalau pria itu sudah membiayai pengobatannya tanpa persyaratan apa pun.
Maaf, Ma. batin Ragafa. Kali ini, Raga ragu sama Mama.
Laki-laki itu bangkit dan berjalan keluar kelas. Ia berhenti di depan kelas Alisya. Sorot mata penuh amarahnya mulai menelusuri keberadaan gadis itu yang memang tidak ada di sana. Ragafa berdecak. Ia kembali melangkahkan kakinya menuju kantin. Ia celingukan ke kanan ke kiri dan akhirnya berhasil menemukan Alisya.
Ragafa berjalan cepar mendekati gadis itu. Ia mencekal tangan Alisya dan menariknya keluar dari kantin. Setelah sampai di koridor yang sudah minim orang, laki-laki itu melepaskan cekalannya, lalu menatap tajam gadis itu.
“Lo ada hubungannya, ‘kan, dengan putusnya pertunangan gue sama Yora?!” tanya Ragafa berwajah dingin.
“Gue gak salah denger, Ga?!” pekik Alisya berbinar. “Berarti rencana gue berhasil, dong!”Ragafa memukul tembok di sebelah kepala gadis itu. “Gila lo, ya! Lo pikir setelah gue putus sama Yora, gue bakal mau sama lo, gitu?!”
Alisya mengerutkan alisnya.
“GAK USAH MIMPI LO, LIS!” lanjut Ragafa emosi.
Alisya tertawa jahat. “Raga ... Raga ... lo harus jadi milik gue, Ga.” Ia berjinjit mengalungkan tangannya ke leher laki-laki itu. “Uang yang papi gue keluarin gak sedikit, lho,”
“PERSETAN DENGAN UANG SIALAN PAPI LO ITU!” Ragafa menggebu-gebu, ia melepas kasar tangan Alisya dari lehernya. “GUE GANTI SECEPATNYA, LIS!”
Alisya mendengus. Ia tidak percaya laki-laki itu akan sanggup mengganti uang papinya. Gadis itu bersedekap, lalu bersandar di tembok dengan santai.
“Raga, sabar ... jangan marah-marah,” ujar lembutnya. “Kamu lagi sakit, lho,”
Ragafa kembali mendekatkan wajah merah padamnya ke wajah gadis itu. “Kalo gue lagi sakit, kenapa, hah?! Gue bisa mati?! Iya?!”Tangan Alisya naik menangkup wajah laki-laki itu. “Bukan gitu, kamu gak akan mati, kok,” ucapanya, mengelus lembut pipi kiri Ragafa. “Tenang aja, ya,”
Ragafa langsung menepis tangan Alisya dari wajahnya, lalu berputar-putar gelisah penuh amarah. Ingin sekali rasanya laki-laki itu menghabisi Alisya saat itu juga. Namun ia ingat kalau Alisya seorang perempuan. Semarah dan sebenci apa pun ia pada gadis itu, ia tidak boleh sampai menyakiti atau bersikap kasar padanya.
Akhirnya, untuk melampiaskan semua kemurkaannya, Ragafa pun memilih menendang apa pun yang ada di sana, lalu mengerang frustasi.
“GUE UDAH MATI, LIS! RAGAFA UDAH MATI!”
Laki-laki itu mulai lelah dengan sikap Alisya yang seolah melarangnya untuk bahagia. Ia berhenti di tempat dengan deru napas yang masih tidak beraturan. Telunjuknya naik menunjuk dirinya sendiri.
“Ini cuma raga! Gak ada jiwa di dalamnya! Jiwa gue udah pergi saat lo paksa cewek gue buat ngejauh dari gue, Lis!” koar Ragafa tak tahan.
Ini adalah pertama kalinya Ragafa merasakan adanya cinta selain dari mamanya. Ini juga pertama kalinya laki-laki itu merasakan jatuh cinta. Meskipun ia tahu Yorala selama ini berpura-pura mencintainya, ia tetap tidak menyesal sudah mencintai gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia dalam Karya (Terbit)
Teen FictionAntara pura-pura dicintai dan pura-pura dibenci, manakah yang lebih menyakitkan?