LANGIT MULAI DIPENUHI AWAN HITAM DAN KABUT TEBAL. Tanda jelek itu- tak terkecuali para Dementor- semakin mendekati dan mengepung Hogwarts.
Dunia sihir terancam.
Harry mendapati Albus Dumbledore yang sedang duduk di kursi kerjanya menghadap potret lukisan adik perempuannya- yang sudah lama tiada- di dinding sepanjang dua kaki. Ia mengernyitkan dahinya, seakan-akan memiliki pertanyaan di benaknya.
Ya. Mereka bertiga- kalian tau siapa- langsung bergegas menemui Dumbledore. Harry tampak begitu tergesa-gesa. Kedua sahabatnya pun menunggu di ambang pintu ruangan.
"Professor," ujar Harry menyadarkan lamunan Professor Dumbledore, yang tentunya sudah mengizinkan masuk pemuda tersebut.
"Professor!" ucap Harry yang kedua kalinya- sedikit berteriak, membuat Dumbledore membalikkan badannya. Keduanya mengernyit.
Napas Harry tersenggal-senggal. "Ta-tanda itu, death eater, Professor. Dan Dementor dimana-mana. Apa yang harus kita lakukan?" tanya Harry terburu-buru.
Dumbledore tak bergeming, melainkan hanya menatap Harry intens. Tentu, ia sudah tau.
〄
"Kira-kira apa yang mereka bicarakan, 'Mione?" tanya Ron.
"Entahlah," ujar Hermione.
Ron mendengus kesal, "Kau sama saja dengan Harry". Hermione menatap Ron sekilas lalu kembali mengamati lorong- yang kosong.
"Sebenarnya apa yang sedang terjadi?" batin Hermione cemas.
"Kau tau, Ginny ada benarnya juga. Wanita itu sulit ditebak," ujar Ron sesekali melirik ke arah Hermione yang terlihat mulai cemas. "Hei, kau kenapa?"
Dengan tetap mengedarkan pandangannya ke arah lain, Hermione membalas, "Ayo, berpikir Ron, apa yang dapat kita lakukan untuk Harry?"
"Kau sudah lihat tanda jelek itu, 'kan? Kau-tahu-siapa dan pasukannya semakin mendekat. Kurasa itu alasan Harry tergesa-gesa kemari, dan lukanya mulai merasakan kehadirannya," ucap Ron dengan sedikit berbisik di akhir.
"Jadi, maksudmu-?" tanya Hermione tercekat dan matanya membulat. Entah kenapa firasatnya tidak enak.
〄
Diperhatikannya lorong-lorong yang kosong, memastikan apakah tidak ada orang. Kemudian pemuda itu berjalan menuju dinding yang menjulang tinggi. Tidak ada apa-apa di sana- setidaknya menurut orang lain.
Beberapa kalimat keluar dari mulutnya, dan dinding pun tergeser dari arah samping. Pemuda itu bergegas memasuki ruangan, yang tak seorang pun mengetahuinya.
Jalannya semakin cepat. Kakinya membawa dirinya memutari setengah dari ruangan tersebut, dengan kedua mata bermanik abu-nya yang melihat kesana kemari mencari sesuatu. Napasnya berat. Begitu pula langkah kakinya. Jelas ia tidak ingin melakukan semua ini.
Akhirnya kakinya berhenti tepat di sebuah lemari besar- tapi tidak terlalu besar. Raut wajahnya ketakutan. Inilah yang ia cari.
Sekelebat secarik kertas yang berisikan pesan dari Narcissa Malfoy, ibunya, terbayang. Ia tau apa yang harus dilakukan.
〄
Harry dan Dumbledore berteleportasi ke lantai dasar Menara Astronomi.
"Harry," panggil Dumbledore ingin berbicara. Harry mendengarkannya dengan seksama.
"Kau tumbuh dengan cepat. Ada mata ibumu, Lily Potter, pada dirimu. Keberanianmu juga kau dapatkan dari ayahmu, James Potter. Aku bersyukur dapat mengenal kalian," ucap Dumbledore. Harry tersenyum simpul mendengarnya.
"Harry, aku ingin kau berjanji sesuatu, anggap saja sebagai imbalan karena pernah menyelamatkan nyawamu. Kau mau, 'kan?" tanya Dumbledore. Ia berkata demikian agar Harry mau tak mau berjanji kepadanya.
Harry meneguk ludah khawatir, "Ya, Professor?"
"Berjanjilah padaku, kau akan mengikuti semua ucapanku," ujar Dumbledore tenang membuat Harry kebingungan.
"Profe-"
"Harry, kumohon. Berjanjilah padaku," potong Dumbledore.
Bagaimana bisa Harry tidak memercayai Professornya tersebut. "Baik, Professor," jawab Harry menghela napas.
Dumbledore tesenyum, lalu menepuk pundak kanan Harry. "Terima kasih, Harry".
〄
Asap yang keluar dari lemari di hadapan Draco Malfoy sudah menyelimuti seisi ruangan.
Terdengar suara gelak tawa yang khas di kuping Draco. Ia ketakutan. 『』
KAMU SEDANG MEMBACA
After all this time? | DraMione
FanfictionDua insan saling membenci hanya karena sebuah perbedaan status darah yang diagung-agungkan oleh diri masing-masing. Entah siapa yang menuangkan bumbu-bumbu cinta, namun salah satu dari mereka jatuh hati. Hanya salah satu dari mereka. Namun, bagaiman...