7. Hukuman

24 11 5
                                    

Hi, kembali lagi sama Mei!
Gimana kabar kakak-kakak semua?
Langsung baca aja, jangan lupa keroyok dulu bintang di pojoknya!
.

"Udah beneran lupain si Dito, 'kan?" tanya Ari. Kita berdua sedang duduk berdua di depan tv, aku menyenderkan kepalaku ke bahu Ari.

"Tentu saja, untuk apa Riri mengingat-ingat Dito? Sangat tidak penting!" jawabku dramatis.

Ari terkekeh. "Bagus deh kalo gitu." Ari menyentuh kepalaku dengan telapak tangannya dan mengusap lembut.

Ketika tangan Ari mengelus kepalaku, tidak merasa asing, karena sejak dulu pun Ari sering sekali mengelus kepalaku. Aku nyaman dengan usapan lembutnya, menenangkan.

Tiba-tiba ponselku berbunyi dan berketar, ada notifikasi WhatsApp masuk. Aku mengambil ponselku yang memang berada tepat di meja hadapanku.
Nomor tak di kenal.

+62 8587****** : Gue tau lu lagi mikirin gue kan?

Siapa ya?

+62 8587****** : Gue calon pacar lu.

Siapa?!

+62 8587****** : Gue Farhan ya elah:v

Sorry gak kenal.

FarhanTu : Jangan lpa bsk teraktir gue

Aku tidak membalas chat terakhir dari Farhan. Dia tahu nomorku dari siapa? Dasar Farhan si bawel!

"Siapa yang chat?" tanya Ari penasaran.

"Cie, kepo." Aku menunjuk wajah Ari, aku menaik turunkan alis.

Ari berdecak. "Iya Ari kepo, siapa yang chat?"

"Ari kepo."

"Siapa, Riri?"

"Ari kepo."

"Siapa, Riri?"

"Ari—" ucapanku terpotong kerena Ari dengan tiba-tiba menggelitiki pinggang membuatku langsung merespon dengan tertawa.

"Ahaha ... Ari stop!" aku tak henti tertawa, kakiku menendang-nendang, posisi kami sekarang berbaring di atas sofa dengan Ari yang berada di atasku, menggelitikiku tanpa Ampun. Aku kegelian, sangat.

"Ari ... stop!" seruku.

Ari menghentikan aksinya, aku terengah karena lelah tertawa terus sedari tadi. Untuk beberapa saat kita saling berpandangan.

"Riri," panggil Ari, terdengar lirih di telingaku.

Aku tak merespon panggilannya, aku seolah terbiu, memandang terus manik mata Ari yang sekarang berubah sayu, meneduhkan.

Ari mendekatkan wajahnya pada wajahku. Apakah Ari akan menciumku? Aku memejamkan mata. Kuarasakan tangan Ari membelai pipiku halus, satu jari menyapu mata sebalah kananku.

Aku membuka mataku saat Ari tak juga menciumku, kulihat Ari yang berada di atasku sedang menahan tawa.

"Kok gak cium Riri sih, Ari?" tanyaku.
Ari kembali duduk seperti semula, tawanya kini telah pecah sempurna.

Him or Him? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang