58. Semuanya berhak bahagia

92 4 0
                                    

“Semuanya berhak bahagia dengan cara mereka sendiri meskipun awalnya harus melalui badai kehidupan yang begitu menyakitkan.”

-Agaraya-

"Anak-anak kita akhiri pembelajaran kali ini, selamat istirahat, wassalamu'alaikum wr.wb," ucap guru bahasa Indonesia lalu menghilang di balik pintu.

"Waalaikumsalam wr.wb," balas serempak murid di kelas.

"Ray, kita ke perpus yuk," ajak Rain.

"Boleh," balas Raya.

"Elo izin Aga dulu deh," tutur Rain.

"Hmm." Gadis itu memutarkan badannya ke arah Aga.

"Ga, gue istirahat sama Rain ya. Habis pulang sekolah belajar. Gue kemarin lupa," ucapnya langsung berdiri tanpa menunggu balasan dari laki-laki itu.

'Aku aja belum bilang, langsung pergi aja sih' gerutu Aga dalam hatinya.

Aga mengelus dada mendengarkan perkataan dari Raya. Mungkin dengannya dia harus menjaga emosinya agar tidak meledak suatu saat jika sudah penuh. Dia harus menahan diri sampai akhirnya bisa memenuhi tujuannya selama ini.

Usahanya tak boleh hancur hanya karena ambisi tak bisa menahan amarah. Cukup dulu dia gagal menuntaskan tujuannya, jangan sampai kejadian itu terulang lagi menjadikan penyesalan tiada akhir.

Mereka berdua tengah berjalan beriringan menuju perpustakaan. Tanpa sengaja Raya bertabrakan dengan Bintang.

Gadis itu langsung berdiri dibantu oleh sahabatnya tapi tangannya di tarik oleh Bintang. Susah sekali lepas dari laki-laki itu. Sebisa mungkin berusaha untuk menghindar, sekuat apapun menjadi lebih baik, sekeras mungkin melepaskan kenyataan, takdir yang telah digariskan tak bisa terelakkan.

Mau tak mau Raya harus menerima. Entah itu indah maupun suram sebagai insan harus menerimanya.

"Main pergi nyelonong aja, sini minta maaf," ketus Bintang membuat Raya berdecak sebal.

Gadis itu tidak mau meminta maaf karena laki-laki itu saja tidak meminta maaf atas kesalahannya dulu. Entah mengapa tiada henti perseteruannya dengan Bintang tak kunjung selesai.

Sampai kapan dia benar-benar bisa lepas dari belenggu laki-laki itu?
Raya sadar ternyata berubah menjadi lebih baik itu mudah, ada saja hambatan yang menghalanginya.

Bru beberapa hari dirinya bisa berdamai dengan laki-laki itu. Kemarin, Bintang berulah lagi membuatnya geram dengan perlakuannya.

"Gak mau, harusnya elo yang minta maaf," tolak Raya penuh ambisi.

"Maksudnya? Elo yang salah bukan gue," gertak Bintang.

"Udah lah, Ray. Minta maaf aja jangan ribut," celetuk Dika tak dihiraukan oleh Raya.

"Elo pikiran aja sendiri," ucapnya lalu menjulurkan lidahnya ke depan. Seketika Bintang mengepalkan tangannya.

"Sabar Ray, Bintang emang gitu anggap aja angin lalu," tutur Rain. Rain menatap teduh mata sahabatnya,  dia merasa cemas Raya akan mengalami hal-hal yang buruk akibat kehadiran laki-laki. Baru sesaat dia merasa lega mereka damai, tetapi semuanya terulang kembali.

Perihal perasaan dengan Aga saja dia masih belum  tahu kepastiannya. Apalagi kisah rumit antara Raya dan Bintang.

"Pasti Ren, buat apa mikirin dia bikin darah mendidih aja," keluh Raya. 

Lama-kelamaan gadis itu merasa jengah dan bosan menghadapi kenyataannya yang penuh gonjangan. Badai satu berlalu digantikan badai lain sampai pada akhirnya menemukan kebahagiaan yang tiada akhir. Salah satunya bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah.

Agaraya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang