Jam kuno berdentang sebanyak tiga kali, pertanda sekarang sudah pukul tiga dini hari. Kageyama sudah sangat lemah, ia kehilangan daya, namun tidak bisa tidur. Sakusa masih melakukan persetubuhan dengannya, posisi mereka menyamping, Kageyama membelakangi Sakusa.
"Yoomi.. Apa kau tidak lelah?" Mata seujung garis itu menoleh pada Sakusa yang terus mencumbu dirinya. Atas bawah semuanya dihajar habis oleh Sakusa.
"Tidak."
"Aku lelah.. Ayo tidur sekarang.." Lirih Kageyama. Ini bukan lagi masalah enak tak enak. Tapi sungguh, pinggang kebawah seperti mau patah, tenggorokkannya serak, dan bahkan ia sudah tidak bisa keluar lagi.
"Kau tidur saja. Aku masih belum selesai.." Sakusa mengulum daun telinga Kageyama. Meski gerakannya hanya tipis-tipis, tetap saja ukurannya itu besar dan panjang, mau tak mau dengan mudah mengenai titik manis Kageyama dan membuatnya tersentak berulangkali.
"Yoomiii.." Kageyama memegang tangan Sakusa diperutnya. Andai dia bisa tidur sudah ia lakukan dari tadi, tapi kenyataannya dia tidak bisa kalau Sakusa terus-terusan bergoyang.
Terdengar isakan pelan. Kageyama mulai sesenggukan membuat mata Sakusa membulat. "Tobio?" Ia berhenti dan segera mencabut barangnya. "Kenapa menangis?"
"Aku mengantuk.. Aku lelah.." Ia mengusak matanya sendiri membuat Sakusa jadi merasa bersalah.
"Baiklah baiklah ayo istirahat.." Ia membalik tubuh ramping Tobio menghadapnya lalu ia peluk.
Benar-benar seperti bayi, yang kalau terjepit tidak bisa melakukan apa-apa, ya jurusnya tinggal menangis. Katakanlah menangis asalah satu-satunya yang bisa Kageyama lakukan sekarang, karena memberitahu, mendorong apalagi sampai menendang Sakusa untuk menghentikannya adalah hal mustahil. Jadi menangis, merupakan cara yang efektif.
"Maaf.. Aku tidak akan begitu lagi.." Gumam Sakusa, ia mengelus rambut lepek beraroma khas keringat orang selepas bercinta milik Kageyama lembut.
Si blueberry sudah tenang, ia balik memeluk Sakusa dan tak perlu waktu lama dirinya langsung tertidur pulas.
Sakusa menghela napas. Miliknya masih tegang tapi mau bagaimana lagi. Dia tidak mungkin memperkosa Tobio.
Lelaki manis itu, pertama kali Sakusa mengenalnya di club hanya untuk melepas stress, hanya digunakan sebagai pelampiasan. Sama seperti awal kedatangannya juga, bagi Sakusa dia hanya mainan, boneka yang dapat ia kendalikan dan perlakukan sesuka hati. Jika ini adalah dia yang dulu, dia akan tuli dengan tangisan dan permohonan Kageyama.
Tapi sekarang keadaan telah berubah. Dimata Sakusa, Tobio bukan lagi penari striptis maupun boneka. Dia adalah sosok manis perhatian yang selalu membuatnya tidak sabar untuk pulang ke rumah. Dia adalah orang yang Sakusa sayangi. Yang akan dia jaga dan perlakukan sebaik mungkin.
Menyakiti lewat omongan saja Sakusa takut, apalagi sampai fisiknya. Ia terus mengelus belakang rambut Kageyama.
"Yoomi.. Kenapa belum tidur.." Kageyama tiba-tiba bangun. Ia menatap pada sang pria dengan sayu.
"Kalau aku tidur, aku tidak bisa melihatmu.."
Kageyama tahu Sakusa sedang sangat bersemangat. Tapi pria itu seharian belum tidur ditambah kepalanya baru saja mengalami benturan yang tidak ringan. Dia perlu istirahat.
"Saat kau tidur, aku akan datang ke mimpimu.. Istirahatlah sekarang Yoomi.." Kageyama tidak akan menyerah meyakinkan lelaki itu agar istirahat.
Melihat kegigihan Kageyama yang menyuruhnya tidur Sakusa menghembuskan napas. "Iya.. Pejamkan matamu dulu.."
"Tapi kau harus tidur.."
Sakusa mengangguk. Ia pun mendesedakkan kepalanya di antara leher Kageyama dan bantal. Yang lebih muda mengusap punggung lebarnya. Merasakan bekas cakarannya yang bertebaran.
.
.
.Kageyama terbangun dan merasa berat. Tangan kekar Sakusa memeluknya. Tidak seperti yang sebelum-sebelumnya, kali ini dia belum bersih, mungkin karena Sakusanya sendiri juga masih tidur.
Mata safir itu menelisik tiap inci wajah pria tampan di depannya, melihat dua bintik hitam diatas alisnya yang lucu. Senyum Kageyama mengembang halus, telinga dan pipinya merekah mengingat kejadian semalam.
"Puas dengan yang kau lihat?"
Bibir Kageyama terbuka kaget dengan Sakusa yang tiba-tiba berujar. Obsidian pria itu perlahan menyapa. Bibirnya mengecup kening Kageyama sambil tangan kekarnya mengeratkan pelukan.
"Yoomi, kepalamu baik-baik saja? Tidak mau ke dokter hari ini?"
Sakusa hanya mengangguk. "Hari ini operasi kakakmu selesai. Nanti kita ke rumah sakit."
Mata Kageyama melebar. "Sungguh?" Senang sekali mendengarnya. Tak lama Sakusa bangkit dan menggendong Kageyama bak pengantin, membawanya ke dalam kamar mandi.
Keduanya berendam di dalam tub. Aroma lilin terapi dan juga hangat air sangat melegakan. Kageyama merasa rileks didalam sini. Tangan Sakusa keduanya berada di masing-masing tub. Matanya melihat pada Kageyama yang membersihkan diri sendiri.
Pria itu tersenyum simpul. Melihat banyaknya bekas gigitan dan kissmark di tubuh Kageyama. Dia telah menandainya dengan amat baik sampai setiap orang yang melihatnya akan tau kalau dia sangat posesif pada miliknya.
Sakusa mendekat, mengecup tengkuk Kageyama, lelaki manis yang berbungkus busa itu sedikit mengedik lalu berbalik untuk menatap Sakusa. "Yoomi kenapa belum bersih-bersih.." Ia melihat kulit pria tan itu masih licin belum tersentuh sabun. "Sini aku bersihkan.."
Kageyama bersusah payah untuk duduk menghadap Sakusa. Ia memompa sabun dan memulai menggosoknya pada pundak lalu dada pria itu. Sakusa tidak keberatan, dia menyukainya.
"Mm berbaliklah.."
Sakusa berbalik. Makin-makin merona wajah Kageyama melihat betapa banyak cakaran yang ia goreskan ke punggung pria itu semalam. Juga beberapa gigitan pada lengan dan pundaknya. "Yoomi.. Maaf.."
"Huh? Untuk apa? Jangan minta maaf untuk hal yang sudah sepantasnya kau lakukan. Dan juga kalau kau tidak menyukai apa yang kulakukan saat bercinta, kau bisa langsung mengatakannya."
Kageyama menggeleng. Apa dia punya hak untuk itu?
"Ucapanmu sangat penting buatku. Jadi jangan ragu mengatakan apa yang kau pikirkan." Sambung Sakusa.
Kageyama mengangguk. Ia mulai menyabunyi punggung lebar dan berotot itu. "Apa ini tidak sakit?"
"Kalau kau menciumnya sakitnya akan hilang."
Kageyama mendekatkan wajahnya dan mencium punggung Sakusa. "Begini?"
Sakusa tersenyum. "Ya terasa lebih baik.."
Kageyama ikut tersenyum, ia mengecup punggung Sakusa lagi. Tangannya bergerak kedepan, mengusap perut dan dada pria itu. Dia kagum dengan betapa sempurna Sakusa membentuk proporsi tubuhnya.
Perlahan tangan Kageyama turun kebawah membuat kepala Sakusa mengadah. Pria besar itu menggeram rendah. Wajah Kageyama mendesak, bersembunyi di punggung Sakusa sedang tangannya memanjakan pria itu.
"Ah fuck.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Red (SakuKage) End
Fanfic[Mature Content 🔞] Anugerah dan bencana, keduanya datang tanpa bisa dipilih. Demi menyelamatkan sang kakak, Kageyama rela melakukan apapun. Termasuk bekerja menjadi seorang penghibur di sebuah club malam milik Sugawara bernama "Dark Red" Disclaimer...