Jangan lupa vote dan komen!! dan sekali lagi terima kasih banyak dan selamat membacaa ; )
Tanggal 12 Januari 2030 siang hari, pas jam makan siang sekitar jam 1 aku duduk di sebuah kafe dan meminum kopi juga roti sandwich di sana. Lalu aku duduk memandang langit yang cerah, di jalanan yang cukup ramai dengan pejalan kaki dan pesepeda. Jarang sekali menemui motor atau mobil lewat dan ada banyak sekali pemain musik di pinggir jalan. Tapi jangan salah paham para pemusik ini adalah mahasiswa dari universitas atau kuliah musik dekat sini. Suasana yang sangat aku sukai karena cuaca yang cerah, udara yang tidak terlalu panas dan diiringi para mahasiswa musik dekat kafe.
"Naraaa Adina Moriee! Astaga kau ngapain? Masih muda jangan suka melamun" Teriak salah satu wanita di sampingku.
"Eh kaget, serius kaget! Kalau jantungku copot gimana? Masih muda loh belum dapat jodoh pula" Aku menjawabnya dengan mengelus dada.
"Ya maaf Ra, soalnya kamu dipanggil-panggil tidak menjawab. Akhir ini kau sering melamun kenapa sih? Cerita sini sama aku. Kenapa? Ditolak crush kah? Dimarahi dosen? Dapat hasil jelek?" Tanyanya dengan antusias.
"Astaga, ada-ada saja. Pertama aku tidak melamun Rai, aku sedang menikmati suasana-jarang loh ketemu kayak gini udara sejuk, cuacanya cerah dan sebagainya. Kedua aku tidak apa-apa, aku hanya rindu keluarga di rumah sudah lama aku tidak balik Indonesia. Paham Raiyana Nevin? Yuk kita kembali sudah mau selesai jam istirahat" Balasku dengan nada datar dan cepat membersihkan meja yang kami tempati.
Aku terkekeh kecil. Aku mulai membalikkan kertas dan membaca halaman selanjutnya.
Setelah dari kafe kami pergi menuju kampus yang jaraknya tidak jauh dari kafe. "Ra, bentar Ra ada yang kurang" Sambil mencari-cari sesuatu.
"Apa yang kurang Rai? Cepat jalan nanti terlambat masuk terus dimarahi Coach" Jawabku sambil menarik lengan Rai.
"Tunggu Ra! Bentar ini loh kacamataku hilang, kayaknya ketinggalan di sana" Rai melepas genggaman tanganku. "Sakit loh Ra kalau tidak bisa gerak gimana? Nanti tidak bisa ikut ulangan" Rai sambil memegang lengannya yang sakit.
"Aduh aku pegangnya lengan bukan tanganmu. Apa hubungannya dengan tidak bisa gerak Rai? Kau sudah coba cari di tas baik-baik? Nanti kalau memang tidak ada tinggal pinjam. Coach punya banyak" Omelku sambil jalan meninggalkan Rai di belakang
"Tunggu Ra! Aku ditinggal gini maksudnya gimana" Katanya sambil berlari menjajariku.
Aku terdiam. Lucy menawarkanku minum dan aku mengangguk akhirnya datang robot membawakan air minum. Aku ambil dan meminumnya hingga habis. "Terus apa yang terjadi? Apakah kalian sempat ke pelatihan?" Tanyanya. Aku menjawab dan mulai melanjutkan cerita.
Akhirnya kami mampir ke tempat ganti dan loker untuk mengambil peralatan kami untuk menembak dan seperti tadi Rai kehilangan kacamata yang sangat dibutuhkan. Untungnya kacamata milik coach banyak dan dipinjamkan dengan senang hati. Kami berganti pakaian menjadi baju gelap dengan vest hitam, lalu mengikat rambut hitamku yang panjang.
Sudah 5 menit aku menunggu dan memutuskan untuk berteriak memanggil "Rai, sudah belum? Lama banget yang lain sudah mulai latihan loh!"
"Iya- tunggu bentar lagi, vestnya menyangkut di rambutku" Keluh Rai membuka pintu kamar mandi meminta tolong padaku.
"Memang ya sahabat itu mirip-mirip beda sebelas dua belas" Sahutku membantu melepaskan rambutnya dari baju vest.
" Oh gitu ya...terus siapa yang sebelas siapa yang duabelas?" Tanya Rai
" Aku sebelasnya, kau dua belasnya" aku menyahut
"Miripnya apa? Karena sama-sama ceroboh? Tapi aku tidak ceroboh loh Ra kau saja, ini karena buru-buru akhirnya menyangkut" Kata Rai sambil terheran
"Sama saja kan ini tidak satu dua kali tapi banyak kali loh Rai. Jujur saja... tidak apa-apa kan jujur-jujuran sama sahabat sendiri, masa tidak mau" Aku kembali menjawabnya sambil menyengir. Kami berdua tertawa bagaikan orang sesak napas, lalu kembali terdiam saling bertatapan dan akhirnya tertawa lagi sampai mengeluarkan air mata. Jika saat itu kami tidak dipanggil oleh salah satu teman kelas, kami bisa melewatkan pelajaran.
***
Aku kembali tertawa, Bunda memang suka bikin cerita yang mengandung komedi dan pintar membuat cerita jadi lebih seru.
"Baik. Selamat siang semua kalian sudah tahu bahwa hari ini adalah ulangan terakhir kalian di sini sebelum kalian dikirim ke pusat untuk memenuhi tugas kalian. Sekarang tanpa saya bicara panjang lebar kalian sudah tahu apa yang harus dilakukan. Saya akan memberikan kalian latihan sekitar 30 menit sebelum ujian terakhir. Selamat berlatih"
Coach selalu terlihat cantik dengan tubuh yang bagus dan rambut yang diikat satu pendek tapi Coach sangat tegas dan tidak main-main. Tentu saja coach merupakan lulusan terbaik dimasa beliau dan dapat banyak gelar dalam namanya.
Akhirnya waktu kami habis untuk pemanasan dan berlatih. Saatnya kami melakukan ujian terakhir yang mengerikan ini.
"Ayo! Rai kau pasti bisa dikit lagi! Talinya itu kau jepit pakai lutut terus lututnya ditekuk lalu naik! Aduh kau sudah tahukan caranya ayo cepat dikit!" Terikanku hingga di tegur oleh Coach karena rebut mengganggu peserta yang ujian.
Kami semua diuji bergantian setiap 3 orang dan sesuai abjad jadi aku sudah selesai duluan dan Rai sangat lambat dalam memanjat tembok dengan tali. Di sini kami di uji kesabaran, pertahanan tubuh, kekuatan, dan kecepatan. Ujian pertama pastinya kami harus lari sambil melewati palang kecil yang ada lalu lanjut ke menembak target yang disediakan jadi kami mengambil 1 senjata yang sudah disediakan yaitu m-16. Di situ kami harus merangkainya lalu menembakkan target, setelah itu kami harus membuka m-16 itu menjadi beberapa bagian lagi sedangkan Rai berada di ujian ke 3 yaitu melewati tembok menggunakan tali panjat dan terakhir melewati lumpur di bawah matahari yang menyengat dan hal itu dilakukan harus cepat dan tepat karena setiap detik menentukan kami lulus tahu tidak. Itu sangat melelahkan dan saat ini aku berdiri di kerumunan yang sudah diuji dengan lumpur memenuhi tubuhku. Sangat lengket, berat, bau, kotor dan jika mengeras ditubuh badan akan terasa kaku dan tidak leluasa untuk bergerak, apalagi rambutku yang dibalur lumpur rasanya sudah seperti sapu ijuk saja.
Aku tidak tau kenapa Bunda membuat cerita ini khusus untukku, padahal cerita ini sama seperti cerita lain aku sendiri tidak tahu ini kisah Bunda atau hanya karangan, aku sendiri tidak yakin-apa maksud Bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Allie
Novela Juvenil"Kita tetap berusaha melupakan kejadian buruk di kehidupan tetapi tidak bisa, karena bukanlah melupakan yang menjadi kuncinya tetapi menerimanya, berdamai dengan keadaan. Itulah pelajaran hidup yang menentukan kita agar terus hidup seiring berjalann...