Epilog

24.4K 1.6K 41
                                    

"Mas, aku datang. Maaf lama sekali tidak ke sini. Mas tahu kan aku sekolah lagi di Jogja. Jadi tidak bisa setiap saat ziarah ke sini. Tapi di setiap salat selalu kuselipkan doa-doa terbaik untukmu. Semoga Mas tenang di sana dan diampuni dosa-dosa Mas.

Mas, minggu lalu aku menikah lagi. Dengan lelaki yang aku yakin mencintaiku dengan sepenuh hati. Mencintai Er seperti engkau mencintainya. Karena dia juga mencintaimu dengan tulus. Maaf ya, aku berikan hatiku pada laki-laki lain. Pada Mas Krisna kakakmu sendiri. Tetapi Mas Juna tetap ada di sudut hatiku yang lain. Tidak akan pernah hilang dari kehidupanku. Karena Mas akan selalu ada di diri Er.

Beberapa hari yang lalu aku ketemu Hani, Mas. Maaf lancang. Aku hanya penasaran dengan kisah kalian. Selama kita menikah aku tidak bisa menebak sebetulnya bagaimana perasaanmu padaku. Paling tidak sekarang aku tahu sejatinya rasamu padaku. Awalnya aku kecewa, Mas. Tetapi setelah aku pikir lagi mungkin ini memang jalan kita.  Aku menikah denganmu dulu juga dengan pertimbangan yang sederhana. Mengikuti arahan orang tua. Bobot bibit bebet. Cinta aku pikir akan tumbuh dengan berjalannya waktu. Memang betul sih, tetapi ternyata hanya dari pihakku saja.

Ah, tidak. Mungkin dulu kamu juga pernah mencintaiku. Pasti begitu kan, Mas? Mungkin juga sampai akhir hidupmu cinta itu masih ada untukku. Hanya kesalahan setitik akan masa lalumu tidak akan membuatku membencimu. Bahkan ketika mengetahui pertama kali chat terlarangmu dengan Hani dulu aku sempat berpikir lebih baik kamu meninggalkanku karena wanita lain daripada kamu meninggalkanku selamanya.

Pengkhianatanmu padaku sudah kumaafkan. Ini memang sudah takdir dari Allah. Aku hanya ingin mengenang kebaikanmu saja, Mas. Semoga engkau istirahat dengan tenang. Aku akan menjaga dan mendidik Er agar menjadi anak yang membanggakan kita orang tuanya."

Kuletakkan buket mawar putih dekat pusaranya. Aku bersihkan debu-debu yang menempel pada pusara tersebut.  Kucabuti rumput-rumput liar yang tumbuh diantara rumput jepang yang merambat subur di atas makam. Arjuna Putra. Nama yang sangat indah. Tetapi tidak seindah suratan takdir yang menulis kisah hidupnya.

Bukk!! Seseorang menubruk punggungku yang sedang berjongkok di sisi makam. Sebuah kecupan basah dari Er mampir di pipiku. Aku menoleh ke samping dan pipiku semakin dicium erat olehnya. Aku yakin ludahnya banyak menempel di pipiku. Lengan kirinya merangkul leherku sedangkan tangan kanannya membawa sesuatu yang diperlihatkan padaku.

"Buat Bunda!"

"Kupu-kupu?"

Anak kecil ini mengangguk dengan semangat.

"Cantik banget kupu-kupunya. Er tangkap sendiri?"

"Ayah," jawabnya dengan malu-malu.

Aku terkekeh geli dan mengambil kupu-kupu itu pelan agar tidak merusak sayapnya.

"Jangan dibuang ya, Bunda."
Aku mengangguk dan mencium pipinya yang gembul.

Kulihat Mas Krisna berjalan mengitari makam dan berjongkok berseberangan denganku. Kami memang datang bersamaan. Hanya mungkin dia memberikan waktu lumayan lama untukku, untuk bermonolog dengan angin sebagai perantara kepada seseorang yang sudah berada di waktu dan dimensi yang berbeda.

Begitu turun dari mobil tadi dia membiarkanku masuk ke makam sendirian. Dia sendiri berkeliling dengan Er mencari kupu-kupu, mungkin. Mount Hira ini adalah bukit sepi di pinggir kota Semarang yang tenang dan merupakan pemakaman yang cukup modern sehingga tidak terkesan seram. Bahkan dari jalan terlihat seperti taman yang sangat terawat.

Er melepaskan pelukannya dariku dan berlari menghampiri Mas Krisna. Dengan manja duduk di atas pangkuannya. Mas Krisna membetulkan posisi Er agar lebih nyaman. Diciumnya pucuk kepalanya sebelum khusyuk berdoa.

Ketika Cinta Tak Mengenal Basa-basiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang