39 - Si gampang luluh

175 30 1
                                    

🐣 BRINGKA 🐣

Kang Wika
(share location)
Assalamualaikum! Kang Teh, ini ya udah saya share

Jendra
Waalaikumsalam!
Hatur nuhun, Kang!

Ryanda
Kang, Teh, Senja Ceria jadinya sore?

Zuney
Iya. Kamu mau ikut? Sini, dek! Haha

Ryanda
Iya, Teh. Aku mau kerjain PR matematika.
Sama Zahra.

Hakim
Ajakin Neng geulisnya!
Awas aja kalau gak jadi @Ryanda

Qistiya
Idih! Giliran ada neng geulis aja gercep!

Mahen
Ajakin temen-temennya yang lain, ya. @Ryanda

Ryanda
Siap, Kang Mahen!

Kang Tedi
Jadinya ke rumah produksinya siang ini teh?

Arjuna
Iya, Kang. Siang aja abis dzuhur.

Kang Tedi
Oke. Tadi saya udah bilang ke Pak Rudi, mau ada mahasiswa yang liat2

Zuney
Wah, makasih banyak, Kang Tedi!!!

Kang Tedi
Sami-sami, teh 😊

            Pagi ini posko sedang dibersihkan oleh bersama. Zuney dan Hakim bertugas untuk menyediakan makan siang dan makan malam hari ini.

            “Lo potong kacang panjangnya yang bener dong, Kim!” Zuney rasanya sudah sangat gila menghadapi Hakim.

            “Harus segimana, sih? Kasih gue ukuran pasti, atuh. Berapa senti?” Hakim kini melepaskan pisau dari genggamannya.

            Jendra memasuki dapur, untuk mengambil gelas. Namun cowok itu tertarik dengan percekcokan dua manusia itu. “Ada apa, sih?” tanyanya.

            Zuney menoleh. “Temen lo tuh! Masa motong-motong kacang panjang kaya motongin buncis! Mana pendek-pendek banget lagi!”

            Jendra tertawa. “Mau sependek apapun namanya gaka akan berubah, Ney. Tetep kacang panjang. Bukan kacang pendek.”

            “Ih, resep euy, pinter sahabat aing!” Hakim menawarkan gerakan tos dengan Jendra.

            Akhirnya Jendra beradu tos dengan Hakim. Lalu menoleh pada Zuney yang sudah menatap tajam ke arahnya. “Ampun, Ney,” ucapnya seraya menampilkan senyum andalannya, yang membuat kedua matanya nyaris menghilang.

            “Assalamuaikum!! Eca pulang!!” Vannesa mengetuk pintu belakang yang menyambung dengan dapur.

            “Eca!!! Malaikat penyelamat gue!!!” Zuney segera bangkit dan memeluk Vannesa. “Yaampun, lo pulang dianter siapa? Sini-sini, tas lo gue bawain.”

            Vannesa tersenyum senang. “Dianter sama.... cowok gue.”

            Zuney. “Ih, kenapa gak disuruh masuk dulu? Langsung pulang ya?”

            “Iya, Ney. Malu katanya.” Vannesa melepas sepatunya. Lalu berjalan ke ruang tengah, yang diikuti oleh Zuney, Hakim dan Jendra.

            Arjuna yang sedang merapikan buku-buku bacaan bawaan Panji pun menoleh. “Ca? Kapan datang?”

            “Barusan, Jun,” jawab Vannesa.

            Semua yang mendengar suara Vannesa pun akhirnya mendekat ke ruang tengah.

            “Yaampun sayangnya gue akhirnya pulang!!!” Qistiya memeluk Vannesa. “Gimana kaeadaan Mama? Udah baikan?”

            Vannesa tersenyum dan mengangguk. “Udah.” Lalu Vannesa memandangi semua teman-temannya. “Makasih banyak ya, gais. Ini semua berkat doa sama dukungan kalian semua. Eca seneng banget punya temen kaya kalian.”

            “Sama-sama, Ca,” jawab mereka kompak.

            “Lo balik ke sini sama siapa, Ca? Kenapa gak minta jemput ke gue?” tanya Ardana.

            Zuney terkekeh. “Yaampun, Nana sahabat gue, lo kayanya lebih baik nggak tau.”

            Ardana mengerutkan keningnya. “Kenapa?”

            “Siapin hati, kawan.” Jendra memijit-mijit pundak Ardana.

            Hakim hanya tertawa.

            “Pada kenapa, sih?” tanya Ardana yang sudah tidak sabar. Memang kesabaran Ardana lama-lama bisa setipis kartu ATM, mengikuti jejak kakaknya. Xixixi

            “Eca dianter sama pacar Eca, Na,” jawab Vannesa lembut.

            “Utukutukutukutuk, adek gapapa?” Arjuna kini mengusap-usap pundak Ardana. “Sedih nggak hatinya? Sini mau Mas Una peluk, nggak?”

            Ardana cemberut. Lalu menepis lengan Arjuna di pundaknya. “Gue gapapa, kok.”

            Vannesa tersenyum pada Ardana. “Hehe, maaf, ya, Na.” Lalu gadis itu membuka ranselnya. “Nih, gue bawain strawberry langsung petik dari pohonnya.”

            “Waaahhh asli Ciwidey, euy!!” Semua anggota terlihat antusias.

            Ardana semakin cemberut lagi, lalu dia keluar dari lingkaran itu.

            Vannesa tersenyum melihat teman-temannya yang senang memakan strawberry itu, dan kini tatapannya teralihkan kepada Ardana. “Na, sini! Eca bawa yang lain buat Nana. Eca tau kok Nana gak suka strawberry.”

            Seutas senyum cerah muncul seketika di wajah tampan Ardana. “Apa?” tanyanya seraya kembali mendekat.

            “Tara!!” Vannesa mengangsurkan sekotak makanan pada Ardana. “Brownies susu Lembang rasa kopi.”

            “Adeeeuuhhhhh!!!” seru teman-temannya yang melihat semburat merah di pipi Ardana.

            “Makasih ya, Ca,” ucap Ardana pelan seraya membuka kotak itu.

            Semua semakin tertawa. Bahkan Arjuna sampai mengacak-acak rambut Ardana karena tidak tahan dengan kelakuan menggemaskan adiknya itu. “Si gampang luluh,” ledeknya seraya tertawa.

.
.

Ekspresi Juna: Adek, semangat move on nya!!! Hahaha

Ekspresi Juna: Adek, semangat move on nya!!! Hahaha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mel(ingkar) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang