Orang bilang menggunakan lampu dengan warna warm white akan membuat nuansa ruangan menjadi lebih hangat sesuai dengan namanya.
Entah ilusi saja atau memang nyata.
Park Sunghoon sesungguhnya tak benar-benar menaruh minat. Toh akan percuma menggunakan warna lampu apa saja jika pendingin ruangan tetap disetting pada angka terendah.
Namun tak menampik, setiap hal di dunia pasti diciptakan dengan sebuah maksud oleh manusia atau bahkan Tuhan. Bahkan lampu LED yang terpasang pada papan nama tempat itu pun memiliki sebuah tujuan.
Menarik perhatian jiwa-jiwa yang memerlukan sebuah pelarian dari sebuah kenyataan atau sekedar ingin membuat sebuah perayaan dengan tenggorokan yang menghangat oleh bir atau pun anggur merah.
Sunghoon pun tak mau kalah, ia punya sebuah tujuan.
Tangannya terulur untuk membuka pintu dengan gagang kayu di depannya. Sebuah pembatas yang memisahkan gelapnya dunia luar dan hangatnya ruangan dengan lampu warm white yang dindingnya didekorasi dengan berbagai botol minuman keras berjuta merk itu.
Juta mungkin juga pas untuk mendeskripsikan harga minuman yang dituangkan ke dalam gelas-gelas kaca di atas meja bar.
"Iya sayang, beneran cuma manggilin dia taksi terus kakak pulang." Janji Sunghoon kepada seseorang di seberang panggilan teleponnya. Kedua maniknya bergerak untuk menemukan sosok familiar yang ia yakini pasti setengah mabuk saat ini.
Bulan masih belum terlalu tinggi, tak mungkin pria itu mampu kehilangan diri sebelum dini hari.
Bukan spekulasi, namun hanyalah sebuah fakta yang Sunghoon telah lama ia buktikan sendiri.
Sunghoon menghela nafas panjang.
Pada akhirnya Sunghoon selalu menemukan sosok itu di tempat yang sama. Duduk di atas kursi tinggi di depan seorang bartender yang sibuk menyiapkan berbagai alkohol yang akan dinikmati para pengunjung perlahan salam sebuah sesapan pelan atau malah langsung lenyap dalam satu tegukan tanpa tertahan.
Sunghoon bicara kembali kepada ponselnya. "Udah dulu ya, nanti kakak telpon lagi kalo udah pulang- hm? Okay, love you too baby." Pada akhirnya Sunghoon menutup panggilan dan menyimpan ponselnya pada saku jaket yang ia kenakan.
Pria kelahiran Desember itu berjalan menghampiri meja bar. Sudut bibirnya naik, menyapa seorang bartender yang tengah sibuk meracik sebuah minuman. Terlalu sering datang ke tempat itu membuat Sunghoon mau tak mau menjadi akrab dengan bartender sekaligus pemilik bar yang hanya tersedia untuk para tamu eksklusif itu.
Sunghoon bukanlah seorang penggemar minuman keras, namun entah bagaimana ia selalu berakhir di sana setiap minggunya. Hanya mengobrol dengan teman lama dan menawarkan penghiburan kepada sahabatnya.
Alis Sunghoon terangkat saat menyadari bahwa pria yang duduk di sampingnya itu hanya memiliki setengah kesadaran, kepala pria itu bertumpu pada tangannya yang terlipat di atas meja. Sunghoon kembali menoleh pada sang bartender yang kini tengah mengeringkan sebuah gelas kaca dengan kain berwarna putih di sana.
"Udah berapa lama kaya gini, Jake?"
Jake, sang bartender menjawab tanpa suara pada awalnya, hanya mengedikkan bahunya acuh. "Dateng sejam lalu, terus gue tinggal ngurus customer lain." Komentar bartender itu pada akhirnya. "Lagi ada masalah?"
Sunghoon mendengus geli. "Jay emang hidupnya masalah doang isinya."
Jay, pemuda yang disebut namanya tadi masih setia bergeming pada tempat duduknya. Seolah tubuhnya dialiri oleh beer alih-alih sel darah merah dan putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exile | sungsunjay au
FanfictionI think I've seen this film before. "Kak Jay apa kabar?" Tanya Sunoo berusaha bersikap biasa saja. Jay tersenyum lemah mendengar suara yang begitu akrab dan ia rindukan. "Masih sama." Sunoo menunduk dalam-dalam, masih bermain-main dengan cincin mili...