Bekerja di markas pasukan pengintai ternyata tidak sesibuk yang [Name] bayangkan. Ia sempat berpikir bahwa harinya akan berlalu sulit di sini. Namun, semua yang ia pikirkan tidak seperti itu. Bekerja di markas pasukan pengintai terbilang santai. Tidak setiap hari [Name] menerima pasien.
Kebanyakan prajurit yang datang ke ruangan kesehatan jika memiliki keluhan pada tubuh yang lelah atau membutuhkan asupan vitamin. Namun, tak jarang pula ada prajurit yang memiliki imun rendah dan mengalami demam akan menjadi salah satu hal yang [Name] tangani.
"Embly mengundurkan diri."
Kepala monoleh. [Name] baru saja selesai membersihkan tangannya di wastafel ruangan kesehatan sontak terkejut. "Kenapa?" Ia bahkan belum bertemu dengan Embly yang merupakan salah satu rekan kerjanya itu.
Dokter Rose menghela nafas lalu duduk di kursi kerjanya. Memijit pelipis penat, rasanya dokter Rose muak dengan dokter-dokter yang mengundurkan diri untuk bekerja di markas pasukan pengintai.
"Embly beralasan jika dia akan segera menikah," jelas dokter Rose.
Kening [Name] berkerut. Gadis itu menghampiri dokter Rose usai mengeringkan tangnya. "Apa ini yang pertama kalinya ada yang mengundurkan diri?" Gelengan [Name] terima.
"Tepatnya yang ketiga kali," jawab dokter Rose penat.
[Name] memegang dagunya kemudian beralih berkacak pinggang. "Aneh, padahal bekerja di sini tidak buruk," ujarnya tanpa sadar.
Seperti yang [Name] jelaskan di awal tadi, bekerja di markas pasukan pengintai terbilang santai. Tidak ada hal berat yang menuntutnya terkecuali jika sewaktu-waktu ia harus ikut terjun ke ekspedisi sebagai tim medis yang siap siaga.
"Yeah ... mau bagaimana lagi?" Terdengar intonasi pasrah diucapkan oleh dokter Rose.
[Name] kembali mendudukkan dirinya di kursi kerjanya. Merapikan meja yang sedikit berantakkan sembari berujar, "Kini sisa kita berdua dan Aster saja ya? Sepi sekali."
Sudah hampir satu minggu penuh [Name] bekerja di markas pasukan pengintai. Banyak orang baru yang ia kenal seperti Mikasa, Sasha, Eren, Armin, Connie, dokter Rose, komandan Hange, Floch dan terakhir kapten Levi yang sangat susah untuk dilihat kehadirannya.
Dan selama satu minggu tersebut [Name] tidak bertegur sapa dengan Jean sama sekali. Tepatnya memang tidak ada yang memulai sama sekali. Mungkin gadis ini masih kesal dengan permintaannya yang ditolak mentah-mentah oleh Jean.
"Oh iya, dokter [Name], aku ingin bertanya sesuatu padamu." Dokter Rose mengintrupsi. Membuat seluruh perhatian [Name] tertuju pada wanita setengah abad itu. "Apa kau dan kapten Jean baik-baik saja?"
Terpaku, sepertinya dokter Rose peka pada sekitarnya. Bangkit dari duduknya, [Name] mengulas senyuman tipisnya. "Tidak," jawab [Name] sekenanya. "Dia tidak merespon baik diriku."
Kuluman bibir tercipta dengan kedua mata yang menyendu sesaat.
"Apa sesuatu yang buruk terjadi?" Mimik wajah khawatir dari dokter Rose terlihat jelas.
Bergeleng pelan menandakan bahwa ia tidak ingin menahas hal tersebut. [Name] beranjak dari duduknya, ini sudah jam makan siang dan [Name] ingin mengisi perutnya terlebih dahulu ke kantin markas pasukan pengintai. Berhenti di ambang pintu, [Name] menatap dokter Rose sesaat. "Ingin ke kantin, dokter Rose?"
"Tidak, duluan saja."
***
Kantin disiang hari dipenuhi oleh sederet prajurit pasukan pengintai yang mengantri untuk makan siang. Mengedarkan pandangannya dengan nafas yang terhela panjang, [Name] harus mengantre untuk mengambil makan siang dan setelah itu harus menemukan meja kosong untuk ia tempati nantinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐑𝐎𝐌𝐈𝐒𝐄 || Jean Kirstein || FAP ✔︎
FanficRasa ini terhubung. Terhubung oleh janji masa kecil yang masih melekat indah dalam benak. [Name] takkan pernah melupakan janji itu dan justru menggunakan janji mereka sebagai sebuah rekonsiliasi antara dirinya dan Jean. Namun, bagi Jean semua janji...