Dignity

1.5K 169 57
                                    


 
 
Sehun memberikan telepon genggamnya pada lelaki berbadan kekar lengkap dengan setelan jas serta kemeja putih sebagai lapis dalamnya. Mengurut pangkal tegap hidungnya setelah mendapat satu titah yang tak boleh dibantah sedangkan dirinya masih pelik bercengkrama dengan urusan perusahaan yang masih belum menemui titik penyelesaian.
 

“Selesaikan sisanya. Kirimkan melalui surel perihal urgensi yang perlu ku pelajari sebelum menemui Mr. Andrew..!”.
 

Yang diberi perintah hanya mengangguk patuh sembari berdiri untuk memberi hormat pada sang presiden direktur diikuti oleh peserta rapat lainnya.
 

Usianya masih begitu muda, bahkan belum menyentuh kepala tiga namun  sudah mengemban tanggung jawab yang begitu besar di tengah penyelesaian pendidikan strata duanya.
 

Kendati demikian, semua orang dalam perusahaan begitu menghormati satu-satunya pewaris kekayaan keluarga tersebut mengingat kompetensi dan wibawa serta karisma yang dimiliki sekalipun usianya masih jauh lebih muda dari mereka yang memilili jabatan di bawah sang presiden perusahaan raksasa.
 

“Satu Bentley lengkap dengan supir bersama beberapa pengawal saya perintah bersiap di dekat kampus. Kiranya jika tuan masih sibuk dengan urusan perusahaan, saya bisa memerintah mereka untuk menjemput nona agung Luhan, tuan..”.

Melonggarkan ikatan dasi pada kerah kemeja guna menventilasi udara yang sesak di tenggorokan. “Luhan bukan orang yang mudah mendaratkan bokongnya hanya karena kendaraan yang berhenti di depannya persis seperti milik tunangannya..”.
 

Lelaki yang orang sering sebut sebagai asisten pribadi tersebut mengangguk mengerti. Sekalipun terkadang perintah nona agung muda dari sang tuan kerap menyebalkan, tidak sedikit pun ia bersikeras mengukuhkan pendapat atas alternatif lain agar kepentingan sang tuan tidak tersandung perintah sepele sang nona muda agung.
 

Perjalanan menuju kampus ditempuh lebih cepat karena Sehun meminta untuk mengendarainya di atas kecepatan rata-rata pada sang pengemudi.
 

Bergegas turun setelah pintu kendaraan di buka lalu menuju tempat dimana tunangannya berada.
 

Dapat Sehun lihat rasa bosan serta raut wajah tak suka tersemat di wajah terlampau cantik dari wanita yang menyilangkan kursi di salah satu kursi di bawah pohon rindang yang terdapat di jantung kampus yang juga menjadi tempatnya menimba ilmu.
 

Tak luput juga Sehun melihat beberapa pasang mata mahasiswa yang mencuri pandang pada wajah rupawan Luhan meski tak berani menetapkan sorot lama-lama karena terlalu takut tertangkap oleh sang tunangan yang dikenal angkuh dan semena-mena.
 

Berbeda dengan Luhan, Sehun dikenal ramah, baik serta tak segan membagi sesuatu tak terduga untuk mengapresiasi mahasiswa-mahasiswi yang unjuk dengan prestasi.
 

“Sehun..”.
 

Tatkala tungkainya nyaris sampai di depan sang tunangan yang sudah menyambut dengan raut bosan, satu suara lembut wanita lain menyapa gendang telinga.
 

Sehun menenun senyum tampan, deretan gigi putih nan rapihnya terkesan begitu tampan di mata wanita yang menyapa. “Hai Irene..”. Balasnya dengan nada gembira yang serupa.
 

Irene menghentikan langkah dengan jarak tak lebih dari satu meter dari tempat Sehun berpijak di tanah. “Ini rangkuman yang kau minta dari senior Park untuk mata kuliah Mr. Eric..”. Menjulurkan timbunan kertas yang berisi susunan kata menjadi kalimat teoritis tersampul plastik tebal yang bening.
 

Sehun menerima sembari mengangkat kertas terbal tersebut dan sedikit menggoyangkannya. “Terima kasih banyak..”.
 

“Dari Park Chanyeol..? Tapi kenapa makhluk bernama Irene yang mengeluarkan tenaga serta keringat dengan senyum menawan menghampirimu lalu memberikan kertas bodoh itu..?”.
 

SIN'S SLAVE (HunHan GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang