delapan

193 40 0
                                    

2 hari kemudian.

Jimin sama sekali tidak tertidur meskipun matanya tertutup. Jimin hanya mengistirahatkan tubuhnya selama hampir 4 jam.

Denting jam terdengar terlalu nyaring atau kah tempat Jimin yang terlalu sunyi?

Jimin menghela nafas dan membuka mata. Melirik arah jam. Pukul 3 pagi.

Sudah saatnya.

Jimin berdiri untuk mengambil barang-barang yang sudah disiapkannya sejak tadi malam. Jimin berhenti didepan pintu apartementnya. Harus simpan dimana kunci apartementnya? Biasanya lelaki itu akan menitipkan pada salah satu temannya. Um mungkin tidak bisa dikatakan teman karena mereka hanyalah 2 lelaki yang datang ketika saling membutuhkan saja. Tapi karena temannya itu juga sedang pergi entah kemana jadi Jimin harus menitipkan kunci apartementnya pada orang lain.

Ada satu orang yang terpikirkan. Tapi perlukah?

Otaknya menolak, hatinya bimbang tapi sekarang tubuhnya sudah berada didepan pintu apartement Chaeyoung. Dasar tubuh pengkhianat.

Tok! Tok! Tok!

Tidak ada waktu lagi untuk berpikir, waktu adalah emas bagi Jimin.

Tidak ada jawaban.

Tok! Tok! Tok!

Akhirnya pintu terbuka.

Kepala Chaeyoung muncul dari balik pintu. Wajah bangun tidur dan mata yang masih tertutup sebelah.

"Apa?" tanya Chaeyoung serak.

Jimin menyerahkan kuncinya, "Simpankan untukku. Aku akan kembali nanti malam"

Jimin yang akan pergi namun tangannya ditahan.

"Kau mau kemana?" tanya Chaeyoung.

"Bekerja"

Lalu tidak ada jawaban dari Chaeyoung namun tangannya masih setia menahan tangan Jimin.

Perlahan tangan Chaeyoung bergerak keatas dan menepuk pelan kepala Jimin, "Bekerja keraslah, semangat"

Tanpa menunggu jawaban Chaeyoung kembali masuk ke dalam meninggalkan Jimin yang membeku karena perlakuan kecil Chaeyoung.

"Apa itu tadi?" lirih Jimin pada dirinya sendiri.

.

.

.

Jimin mengecek jam tangannya. Pukul 6 pagi.

Jimin masih didalam kereta menuju tempat yang dituju. Hidup dikota yang keras dan individualis memudahkan Jimin melakukan pekerjaannya. Buktinya saja saat ini Jimin berpakaian seperti penguntit sekalipun tidak ada yang peduli.

Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Itulah manusia. Berambisi pada dunianya namun tidak akan pernah merasa puas.

Kereta berhenti sebentar dan Jimin keluar. Kota yang cukup asing menurut Jimin.

Jimin dengan diam dan tenang mencari tempat tinggal Kim Dawon. Jujur saja alamatnya membuat Jimin kesusahan. Apa terletak ditempat terpencil?

Jimin tidak bisa bertanya dengan sembarang orang karena untuk mencegah segala resiko.

Dan pilihannya jatuh pada seorang kakek tua penjual buah.

"Permisi kakek, bisakah kau tunjukan dimana alamat ini?" tanya Jimin. Kesopanannya bukanlah sebuah akting. Jimin hanya akan sassy pada korbannya, seusianya, atau dibawah umurnya. Untuk usia lanjut Jimin rasa tidak ada alasan untuknya bertingkah.

Kakek penjual buah membenarkan kacamatanya lalu membaca dengan teliti kertas yang disodorkan Jimin.

"Kenapa kau susah-susah pergi ke tempat kumuh seperti ini anak muda?" tanya kakek itu.

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang