.
.
.Tok tok tok
"Aulia, apa kau sudah bangun nak?"
"Mmm, iya aku sudah bangun." Aulia berbohong, tentu saja dia masih asik bergelung di selimut favoritnya sambil membuat Google maps.
"Mama tau kau berbohong nak." ia sudah hafal dengan anak semata wayangnya ini, paling susah untuk bangun tidur.
"Kalau kau masih tidur mama panggil kan Dimas untuk membangunkanmu ya.... Baiklah mama telfon Dimas sekarang."
Membelalakkan matanya, nyawanya belum terkumpul, cepat-cepat ia bangun dan saat ingin turun dari tempat tidur kakinya tersangkut selimut dan mengakibatkan dia terjatuh.
"Aww.. selimut sialan." Ucapnya sembari Menendang selimut itu.
"Oh iya jangan sampai Dimas kesini."
Dibukanya cepat pintu kamarnya." MAMA JANGAN TELFON DIMAS!"
Dan..
Ternyata Dimas sudah ada di sana sedang duduk sembari mengobrol dengan ayahnya, Dimas melihat dirinya baru bangun tidur, dengan rambut acak-acakan dan muka bantal dan berakhir ia di tertawakan.
"Haha... Ya ampun sakit perut aku."
"iiih mama kenapa ngebohongin lia." Ucapnya dengan raut sedih tetapi masih dengan muka bantalnya.
"Lagian kamu di banguninnya susah, sukurin muka bantal kamu dilihat sama dimas."
"Hah sudahlah."ucapnya sambil duduk di dekat pintu kamar.
"Heh mandi sana atau cuci muka dulu, itu muka udah kaya apaan tau."
"Sebentar ma nyawaku belum terkumpul."
"Aulia, ayah ingin berbicara denganmu."
"Ya, ada apa ayah?"
"Jadi g tentang perjodohan ini-" belum sempat menyelesaikan perkataannya sudah di potong oleh anaknya.
"Di batalkan."
"Kalau bicara." Ucap sang ibu sembari menyentil bibir anaknya.
"Lalu apa?"
"Mangkanya dengerin dulu kalau orang tua sedang berbicara."
"Baiklah.. silahkan lanjutkan."
Dimas yang sedari tadi memperhatikan Aulia pun, menggeser posisi duduknya untuk berdekatan dengan Aulia.
Sang ayah melanjutkan pembicaraan tadi "jadi perjodohan ini tidak akan di batalkan tetapi... Aulia, nanti saat kau berusia 20 tahun kau akan menikah dengan nak dimas."
"APA!!" terkejut, tentu ia sangat terkejut. melihat ke arah Dimas dan mendorong tubuh laki-laki itu. Dan bangkit dari duduknya.
"Kenapa mendorongku sayang."
"Aku ngga mau menikah dulu, aku ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi orang dewasa, seperti orang lain."
"Aulia, dunia ini kejam, bagaimana jika kau terperangkap pada penyesalan? Kau malu pada semua orang, dan tentu juga ayah dan mama mu malu pada semua orang."
"Maksudnya ayah? Aulia tidak mengerti." Kembali duduk lagi tetapi agak sedikit lebih jauh dari dimas.
Lengan kiri dimas merangkul pinggang kecil Aulia dan menggeser Aulia untuk berdekatan duduknya.
"Jadi yang di maksud ayahmu. Coba kau pikirkan, misalnya kau sudah berusia 20 tahun atau di masih bawah 20 tahun kau pacaran dengan orang lain dan kau menolak perjodohan ini kau memilih jalan hidupmu sendiri, dan pacarmu itu melakukan hal yang seharusnya di lakukan oleh sepasang suami istri dan kau hamil pacarmu tidak mau bertanggung jawab kepadamu. Lalu pacarmu itu mempunyai perempuan lain, lalu kau ingin melakukan apa? Menggugurkan janin yang tidak berdosa itu? Memang jika kau memilih jalan seperti itu kau tidak akan malu toh hidup-hidupmu bukan hidup kalian. Tapi kau harus ingat ini, kau tidak malu tapi orang tuamu lah yang menanggung malunya, dan menjadi bahan gosip tetangga-tetangga, bahwa anak pak Abrar sudah tidak perawan lagi dan sedang hamil." Ucap sang ibu.
"Kalau kau memilih seperti itu, mama lebih baik bunuh diri daripada menahan malu."
"Jadi bagaimana Lia? Kau masih ingin menolak?"
Jika di pikirkan lagi memang benar apa kata ayah dan mamanya, dia tidak ingin seperti itu. bisa-bisa nama ayah dan mamanya menjadi jelek di mata orang lain.
"Aku... Aku setuju ayah untuk menikah, tapi bagaimana dengan orang tuanya Dimas? Apa mereka sudah tahu?"
"Orang tuaku sudah tahu dan mereka setuju." Ucap Dimas.
"Ah baiklah... Eh tapi jika aku berusia 20 tahun lalu kau berusia berapa?"
"Kita berbeda sepuluh tahun kau ingat? Berarti aku berusia 30 tahun."
"Berarti aku akan menikah dengan om om dong." Dan tawa mereka pecah saat itu juga.
Mencubit pipi Aulia gemas." Gemes banget sih."
"iih, Dwimas wepaskan sawkit." Dimas melepaskan cubitannya dan mencium kedua pipi Aulia.
Ekhem. Pak Abrar Berdehem karena sudah menjadi nyamuk di sana.
"Eh.. maaf yah." Ucap Dimas merasa tidak enak kepada calon mertua.
"Saya menjadi lebih percaya kepadamu nak, jaga Aulia baik-baik jangan berani-berani bermain tangan kepada aulia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas & Aulia
RandomBagaimana jika gadis berusia enam belas tahun, di jodohkan dengan pria berusia dua puluh enam tahun? ©veesis