Kyra Aaliyah

11 6 2
                                    

Reiner Fin, seorang yang punya impian besar dalam hidupnya, menjadi seorang pemain basket profesional adalah cita-citanya dari kecil. Mimpinya harus ia kubur dalam-dalam semenjak kecelakaan mobil yang menimpanya lima tahun lalu.

Semenjak kecelakaan, kakinya patah, hingga harus dioperasi. Pasca sembuh, juga tak sekuat atau senormal sebelumnya. Bahunya sedikit retak, membuat ia sering merasakan sakit di bagian itu hingga sekarang. Tetapi, ada satu keanehan yang ia alami semenjak kecelakaan itu. Dalam tidurnya ia bisa mengendalikan mimpinya sesuka keinginannya atau yang sering disebut sebagai lucid dream.

Walau itu hanya mimpi, tapi ia cukup bahagia berbuat sesuka hatinya di sana termasuk bisa main basket yang tak bisa ia lakukan dalam alam nyata. Itu adalah satu-satunya yang bisa membuat ia bahagia.

Terkadang ia menciptakan banyak penonton lalu ia sedang main dengan timnya yang dulu dan menang talak dalam pertandingan. Lalu tersenyum puas dan terbangun. Lama-lama ia sangat menikmati hal itu, ia menjadi sering tidur saat hatinya hancur memikirkan nasibnya yang memang sudah hancur. Tidak ada yang bisa ia lakukan, selain di alam mimpinya.
Suatu ketika dia dihadapkan dengan sesuatu yang sangat membuatnya tak semakin hancur dan terguncang. Ia mengetahui, jika kecelakaan itu rekayasa dari teman dekatnya di tim basket daymon.

Tim basket Daymon adalah tim terkuat di negara Tantan. Tidak mudah untuk masuk ke tim, hanya pemain terhebat dan berbakat yang bisa ada di tim ini. Tiap tahunnya, mereka tak pernah terkalahkan dalam setiap turnamen. Reiner Fin dulunya orang kebanggaan tim dan semua orang. Semua orang berharap padanya. Ia selalu menjadi penentu dalam permainan, pahlawan dalam setiap pertandingan.

Itu semua ternyata membuat iri temannya yang bernama Yaren Xin, orang-orang hanya memperhatikan Reiner bukan dirinya. Reiner adalah sahabat dekatnya sejak kecil, mimpi mereka sama dan bertekad mewujudkannya bersama-sama. Mereka berjuang dari nol bersama hingga berhasil masuk tim bersama.

Awalnya sangat menyenangkan, tapi lambat laun Yaren merasa dia hanya bayangan Reiner sejak kecil. Dia tak pernah mendapat sanjungan atau pujian seperti yang Reiner dapatkan, meski ia setara dengan Reiner dalam permainan basketnya. Teman lain juga sering mengatainya sebagai bayangan Reiner, mereka hanya bergurau tapi hati Yaren sedang sangat kacau mendengar itu.

“Yaren, kamu hanya bayangan Reiner, ada tapi tak pernah terlihat orang. Kamu gak capek? Kalau aku jadi kamu, aku akan menyingkirkannya. Memangnya di main sendiri, kita satu tim, kenapa hanya dia yang mendapat segalanya dan perlakuan istimewa oleh semua orang,” ujar Leo, rekan satu tim basket Daymon.

“Diam kamu! Kau pikir kau siapa, beraninya bicara seperti itu!” hardik Yaren. Ia memang merasakan hal yang sama dengan Leo, tapi untuk mendengar itu dari mulut orang lain, sungguh menyakitkan.

“Sudahlah, aku tau kau juga sudah muak. Bagaimana kalau kita singkirkan dia dari sini? Aku yakin jika dia tak ada, kaulah yang akan jadi pahlawan. Reiner hanya penghalang untukmu dan untuk kita semua,” bujuk Leo mempengaruhi. Leo tahu dibalik sikap Yaren yang menentang, kata-katanya mulai mempengaruhi otaknya. “Kamu tau kan, minggu depan pertandingan yang sangat menentukan nasib kita selanjutnya. Jika Reiner tetap ada, aku yakin, kita itu hanya sebagai bayangan yang tak pernah dianggap oleh pelatih dan semua orang,” ucap Leo dan berlalu pergi dari ruang ganti di tempat latihan.

Yaren terdiam sesaat, perkataan Leo berhasil mencuci otaknya. Yaren membayar seseorang untuk merekayasa kecelakaan untuk Reiner. Sebuah truk besar menabrak mobil Reiner ketika di hari pertandingan final.

Reiner hampir tak percaya dengan kenyataan sahabat yang sangat ia percayai dari kecil, dia bahkan lebih percaya padanya melebihi ke diri sendiri. Reiner yang merasa janggal dengan kecelakaan yang ia alami, menyelidiki sendiri apa yang terjadi sebenarnya dibalik kecelakaannya itu. Saat tahu sahabatnya dibalik itu semua, ia lantas mendatangi Yaren untuk bicara.

Reiner berharap Yaren tak berkata jujur, walau itu adalah kebenarannya. Aku harap kau berbohong Yaren, itu akan jauh lebih baik untuk kita. Batin Reiner.

Semua tak ada artinya lagi, ketika Yaren malah blak-blakan mengakui perbuatannya. “Kamu tau, kenapa aku lakukan itu. Itu karenamu.”

Reiner memejamkan mata berat lalu membukanya pelan. “Karenaku?”

“Iya, apa kau tak menyadari kau itu sangat egois. Kita main lima orang, tapi hanya kau yang mendapat segalanya.”

“Aku memang berhak dan layak mendapat itu. Kalau kau iri, berusahalah lebih keras lagi.”

Yaren tersenyum menyeringai licik. “Percuma, jika kau masih ada.” Yaren pergi meninggalkan Reiner yang kala itu masih sedikit pincang saat berjalan.

Ia tahu sejak saat itu sudah tak ada lagi yang bisa ia harapkan lagi dalam hidupnya, impian yang hancur dan sahabat yang mengkhianati dan menusuknya dari belakang. Ditambah, hidupnya yang sejak remaja sudah ditinggal kedua orang tua karena kecelakaan pesawat. Ia hanya yatim piatu, yang bergantung pada neneknya yang sudah renta.

Semua orang berbalik tak memedulikannya termasuk pelatih tim daymon. Diabaikan dan sendiri, ia mulai tak punya semangat hidup. Mereka seolah tak menghargai perjuangan Reiner selama ini. Saat terpuruk bukannya mengulurkan tangan, mereka malah seolah-olah menjauh dan meninggalkannya.

Nenek Reiner, menyuruh Reiner selalu istirahat dan tidur dalam rumah. Ia tak boleh melakukan hal lain selain makan dan sekolah. Semenjak itu ia mulai sering mengalami lucid dream. Apa yang ia inginkan, bisa ia wujudkan dalam mimpinya.

Suatu hari, ia ingin sekali mencurahkan hatinya pada seseorang. Ia tak mungkin bicara pada neneknya. Lalu ia pergi tidur, dalam mimpinya ia menciptakan seorang gadis cantik untuk mendengarkannya setiap bicara.

Dalam mimpinya, di lapangan basket terbuka seperti tempat latihannya di tim daymon. Ia duduk di bangku penonton. Ia hanya memikirkan seorang gadis dalam imajinasinya, gadis bertubuh ramping, tinggi, putih dan berambut panjang bergelombang dengan seragam sekolah sama sepertinya. Memejamkan mata dan membukanya pelan, gadis itu tiba-tiba tersenyum menatapnya dan duduk di sampingnya.

Reiner terperanjat terkejut, ini memang benar. Dia bisa mengendalikan mimpinya sendiri. “Hai,” sapa Reiner.

“Hai,” sapanya balik. “Aku senang, kau memanggilku.”

Reiner memutar bola matanya. “Aku memanggilmu?”

“Iya, kau membayangkanku dan aku ada di sini.”

“Ah, iya benar.” Reiner tersenyum kaku.

“Kita harus kenalan dulu biar akrab. Aku Kyra Aaliyah.” Kyra menyodorkan tangan minta bersalaman.

Reiner agak bingung, bagaimana dia punya nama padahal ia tercipta dari imajinasinya. Namun, ia tak memikirkannya terlalu rumit, toh ini hanya bunga tidur yang tak nyata. “Aku Reiner.” Mereka berjabat tangan dan saling tatap tersenyum.

Kyra Aaliyah, menjadi teman curahan hatinya setiap hari. Semua hal tentang dirinya, ia ceritakan pada Kyra. Reiner merasakan hal yang sangat luar biasa sejak ada Kyra dalam alam mimpinya, semua yang ia pendam dalam hati bisa ia ungkapkan bebas pada Kyra. Kemarahan, rasa kecewa yang sangat dalam bisa ia redam ketika ia curahkan pada Kyra. Tak jarang Kyra memberikannya masukan dan semangat untuk Reiner.

Di alam mimpi, Reiner bermain basket sangat hebat seperti saat sebelum kecelakaan, lalu Kyra bersorak di kursi penonton saat Reiner memasukkan bola pada ring. “Reiner! Reiner!” seru Kyra bersemangat.

Reiner berlari ke Kyra di kursi penonton. Memegang kedua tangannya dan tersenyum bahagia. “Aku tau, ini hanya mimpi. Tapi aku sangat bahagia. Andai kau bisa datang dalam dunia nyata.”

Kyra tersenyum lebar. “Aku juga sangat bahagia. Aku akan datang ke dunia nyata jika kau mau.”

Reiner terkekeh, bagaimana bisa ia datang. Ia tercipta juga dari imajinasinya. “Aku mau.”

“Aku akan datang jika kau menyuruhku pergi dari sini.”
Reiner tak mengerti apa yang Kyra ucapkan. Menyuruhnya pergi dari sini, itu tidak mungkin. Dia penyemangat untuk melanjutkan hidupnya. “Aku tak mau.”

“Maka aku gak akan datang.”

Lagian Kyra mana mungkin bisa datang ke dunia nyata. Reyner terheran sendiri. “Tak masalah. Selama aku masih bisa tidur. Aku akan bertemu denganmu di sini.”

“Baiklah.”




Note: Lucid dream atau Mimpi sadar adalah sebuah mimpi ketika seseorang sadar bahwa ia sedang bermimpi. Istilah ini dicetuskan oleh psikiater dan penulis berkebangsaan Belanda, Frederik van Eeden. Ketika mimpi sadar, si pemimpi mampu berpartisipasi secara aktif dan mengubah pengalaman imajinasi dalam dunia mimpinya. Sumber: Wikipedia


Real DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang