Magic Dreams

25 10 0
                                    

Luni berdiri di balkon gedung kelas angkatannya, pandangannya mengarah ke bawah, tempat anak-anak kelas sebelah tengah belajar ilmu sihir baru di luar ruangan. Bersama beberapa teman lain, karena kebetulan guru yang seharusnya mengisi kelas sedang berhalangan hadir.

Senyumnya mengembang ketika giliran seorang laki-laki untuk menunjukkan kemampuan sihir yang sedang dipelajari kelas tersebut. Lelaki dengan kulit kuning langsat dan lesung pipi yang menjadi pusat pesonanya.

Ya, selama hampir dua tahun ini Luni mengagumi lelaki yang ia ketahui bernama Peter. Sejak awal masuk sekolah ketika ia tak sengaja menumpahkan minuman ke kemeja putih yang Peter pakai. Luni langsung dibuat kagum oleh lelaki tersebut, walaupun tak ada senyum tatkala ia meminta maaf, tapi mata teduhnya berhasil membuat Luni jatuh dalam pesona Peter.

"Sekarang aku bisa menjelajahi mimpi orang lain yang aku inginkan, masuk ke dalam mimpi Peter juga tidak ada salahnya, 'kan?" gumamnya pelan.

Entah sejak kapan ia dapat menjelajahi mimpi orang yang ia inginkan. Sudah lebih dari tiga temannya bercerita bahwa mereka memimpikan Luni, dan di hari mereka bercerita, pasti malamnya Luni tengah memikirkan mereka.

Mungkin jika ada yang tahu Luni memiliki kemampuan yang datang dengan sendirinya, mereka akan menyebut Luni sebagai manusia yang terpilih. Karena tidak perlu bersusah payah mempelajari buku-buku sihir dan praktik dengan guru untuk mendapatkannya, karena hanya penyihir yang dapat memiliki kemampuan khusus dengan sendirinya di usia yang telah ditentukan.

"Luni, sedang apa kau ada di sini?"

Kepala Luni menoleh, mendapati Abimana yang berjalan menghampirinya bersama dua orang temannya. "Tidak ada, aku hanya bosan karena guru di kelasku sedang tidak hadir."

Abimana tersenyum lembut, tangan kanannya terangkat untuk menepuk kepala Luni beberapa kali. "Baiklah, tapi jangan sampai kau tidak belajar. Jika ada yang tidak kau pahami, hubungi saja aku."

Luni pun ikut tersenyum. "Iya, pasti."

"Ya sudah, aku pergi dulu. Dan jangan lupakan makan siangmu."

Seperginya Abimana, Luni langsung berjalan masuk ke dalam kelasnya. Bibirnya masih menyunggingkan senyum. Bukan karena sikap yang diberikan Abimana untuknya, melainkan rencananya untuk masuk ke dalam mimpi Peter nanti malam.

···

Lidahnya keluar, membasahi bibir tipis yang terasa cepat mengering, dengan salah satu tangannya memegang handle pintu rumah. Tak ada pergerakan sama sekali darinya sejak lima menit yang lalu, telinganya masih mendengarkan dengan baik apa yang terjadi di dalam.

Dia, Peter. Manusia acuh dengan sikap dinginnya kepada siapa saja. Lelaki yang masuk ke dalam jejeran siswa populer bagi semua bangsa di sekolahnya.

Dari teras rumah, tempat Peter kini berpijak, dapat terdengar suara dua manusia lawan jenis yang tengah tertawa dengan kerasnya. Tentu Peter tahu siapa pemilik suara tersebut. Sang ayah, seseorang yang seharusnya menjadi seorang pahlawan, tapi nyatanya hanya menorehkan luka di atas luka yang belum kering.

Peter adalah seorang anak yang tidak diinginkan, hasil hubungan ayahnya dengan salah satu wanita malam yang ditemui di pinggir jalan. Ayahnya terlalu sakit hati tatkala tidak bisa bersatu dengan wanita yang dicintainya, seorang putri dari petinggi bangsa iblis.

Jika bisa, dia ingin cepat-cepat pergi, meninggalkan dunia yang tidak pernah memberikannya sebuah kebahagiaan. Mengikuti sang ibu kandung yang telah pergi walaupun Peter sendiri tak tahu bagaimana rupa dan sifatnya.

Sudah berulang kali ia melakukan percobaan bunuh diri, namun semuanya selalu gagal dan gagal. Seolah takdir tak membiarkannya meninggalkan dunia ini secepat itu.

Magic DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang