Kalau saja Si Perpustakaan Berjalan itu tidak melaporkanku ke Pak Husein, bisa dipastikan nasibku tidak akan berakhir apes di ruang detensi yang engap, bau apak, sekaligus sangat berdebu ini.
Argh, sial!
Aku menendang asal kaleng bekas minuman bersoda. Kaleng itu melayang, tak lama kemudian terjatuh di bawah meja. Terdengar bunyi debuman cukup keras lalu disusul teriakan seorang perempuan.
"Shit! Siapa nih ngelempar sembarangan?!"
Aku sontak mundur beberapa langkah.
Ternyata, ada orang selain aku di ruangan ini.
Kupikir, hanya aku seorang diri yang mendapat hukuman dengan merenungi kesalahan di ruang detensi SMA Bakti Nusa yang bikin bersin-bersin karena ketebalan debunya.
Cewek itu---seseorang yang terkena timpukan kaleng bekas akibat tendanganku---bangkit dari bawah meja seraya menggerutu sebal. Ia menghampiriku sembari mengusap bagian kepalanya yang terhantam kaleng bekas. "Gila lo ya? Nggak liat ada orang?"
Untuk sesaat, aku tertegun. Sejak kapan cewek itu ada di bawah meja?
Ingatanku mulai berputar. Memainkan potongan kejadian saat digiring oleh Pak Husein---guru BK SMA Bakti Nusa yang paling killer---karena terlibat kasus joki ujian ke ruang detensi. Ruangan detensi ini sunyi, pencahayaannya remang-remang walau siang hari. Selain itu, lokasinya berada di gedung sekolah lama, membuat banyak siswa SMA Bakti Nusa tidak akan mau melewati ruang detensi secara cuma-cuma.
"Hello, Sayf Fahreez! Lo lagi ada di dunia pararel mana?" Cewek di hadapanku itu menaikkan sebelah alisnya, tampak keheranan. Ia mengibaskan telapak tangannya tepat di depan wajahku.
"Lo kok tau nama gue?" Aku bertanya cengo.
Setelah kesadaranku kembali utuh, aku pun balik memerhatikannya. Biar kudespripsikan sosoknya.
Tidak terlalu tinggi. Berkulit putih sedikit pucat. Berambut hitam lurus, panjangnya sebahu, ditambah poni tengah dan seragam terlalu rapi untuk ukuran murid yang mendapat hukuman masuk ke ruang detensi.
"Lo pikir gue buta huruf sampe nggak bisa baca nametag lo segede gaban?"
Eh.
Benar juga.
Dengan bodoh, aku justru menatap nametag-ku sendiri lalu mengalihkan pandangan ke nametag cewek di hadapanku.
Esperanza Filosofia.
Nama yang unik.
"Jadi, lo nggak mau minta maaf?"
"Emm ... sori. Gue nggak tahu lo ada di bawah meja."
Cewek itu menghela napas kasar. "Semua orang juga nggak ada yang tahu kalo gue ada di bawah situ." Ia melengos seraya menunjuk bawah meja tempatnya semula. Kemudian, berjalan mendekati dua buah kursi koyak di tengah ruangan. Aku menyusul. Mengekorinya dari belakang.
Ia kemudian mengulurkan tangan sesaat setelah mendaratkan tubuh di kursi koyak tersebut. "Esperanza."
Aku membalas jabat tangannya. "Sayf."
Dingin.
Itulah sensasi pertama yang kurasakan ketika bersentuhan dengan Esperanza.
•••
a/n
Hi! Diffean publish cerita baru lagi. WKWKKW. Kali ini short story, nggak bakal panjang, kok! Cuma 5 bab atau entahlah pokoknya nggak sampe 10. Happy reading, semoga suka yaa!Cheers,
Diffean
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Detensi
Short StorySHORT STORY | TAMAT Sayf Fahreez, murid pindahan yang terkenal dengan kemampuan akademik di atas rata-rata, mendapat hukuman untuk merenungi kesalahannya yang telah membuka jasa joki ujian di ruang detensi. Ruang detensi merupakan ruangan khusus ya...